Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Pilkada Itu Candu?

DALAM Pilkada, kita sebenarnya tak memilih walau kita disuruh untuk itu. Namun esensinya, Pilkada mengharuskan kita "mencari".

Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUN TIMUR
Abdul Karim, penulis dan pengamat demokrasi 

Abdul Karim

Penulis dan pegiat demokrasi

DALAM Pilkada, kita sebenarnya tak memilih walau kita disuruh untuk itu.

Namun esensinya, Pilkada mengharuskan kita "mencari".

Apa yang dicari?

Tentulah pemimpin.

Di mana mereka yang dicari itu bercokol?

Tentulah mereka tak bercokol di pasar-pasar.

Mereka tak bersemayam di tengah ladang.

Mereka tak bercengkrama di pesisir.

Nama-nama mereka tak terdaftar di antrian penerima bantuan langsung tunai (BLT).

Nama-nama mereka tak ada di susunan pemilik sapi dan kerbau di suatu kampung.

Nama-nama calon pemimpin itu ada di dalam dokumen parpol. Sebab secara konstitusional, parpol ibaratnya pabrik bagi calon-calon pemimpin.

Sayangnya, selama ini parpol berfungsi bagai gudang sahaja, gudang calon-calon pemimpin.

Sebagai gudang, ia bekerja menampung.

Persoalan pantas dan tak pantas, atau layak dan tak layak seseorang menjadi pemimpin itu bukan perkara pokok.

Sebab ia memang menampung sahaja.

Ia kurang berfungsi sebagai pabrik calon-calon pemimpin.

Tentu ini berbeda.

Sebab hukum pabrik adalah mengolah sesuatu, untuk "menjadi" sesuatu.

Dengan kata lain, pabrik sifatnya mengolah hal yang belum "jadi", ke "menjadi".

Tidak maksimalnya kinerja parpol mencetak calon-calon pemimpin hingga akhirnya parpol tak berdaya menghadapi penetrasi kaum berduit.

Kaum berduit yang sebenarnya hanya segelintir orang itu lalu mendominasi pencalonan kandidat kepala daerah.

Apalagi, parpol kita kini tak sudi lagi berkeringat.

Pikiran instan meracuni alam pikiran parpol.

Maka parpol berjaya, rakyat merana.

Bagaimana mungkin rakyat merana, bukankah di setiap Pilkada mereka bergembira lantaran sering mendapat amplop atau sembako yang dianggap rejeki itu?

Bukankah mereka sering terlibat sebagai tim pemenangan dengan pengorbanan tenaga, pikiran, harga diri bahkan nyawa?

Di sinilah uniknya.

Seringkali rakyat terlibat sebagai tim pemenangan atau simpatisan namun tak menghasilkan apa-apa, tetapi di Pilkada berikutnya mereka terlibat lagi sebagi tim pemenangan dibawah.

Jangan-jangan memang ada asa tertentu bagaimana Pilkada dijalankan agar menjadi candu bagi rakyat di bawah.

Entahlah.

"Pilkada sebagai candu", kesan itu pernah saya simak dari kisah seorang buruh bangunan di kota megah ini.

Anggap saja namanya Sarring (50).

Ia terlibat sebagai tim pemenangan di kecamatan sejak 2005 silam.

Lima belas tahun sudah Sarring bercengkrama sebagai tim pemenangan.

Siang itu ia mengisahkan pahit getirnya sebagai tim pemenangan. Ia harus begadang demi pertemuan-pertemuan dengan kelompok-kelompok warga.

Belum lagi rapat lintas tim.

Besoknya, ia bangun kesiangan dan tak masuk kerja lagi.

Cicilan motor tak tercukupi lagi. Begitu seterusnya.

Ia berkisah pula bagaimana menghadapi preman-preman politik tim lain di lapangan.

Acapkali hubungan silaturahmi dengan tetangganya ambruk gegara beda pilihan dalam Pilkada.

Di suatu hari yang terik, ia pernah nyaris bentrok dengan tim paslon lain.

Untungnya, dari jarak pandang yang tak jauh ia mengenali satu sosok di barisan tim paslon lawannya itu.

Sosok itu adalah rekannya sebagai buruh bangunan.

Dengan bahasa kode, ia cepat-cepat keluar dari barisan.

Di sebelah sana, rekannya pun terlihat meninggalkan barisannya.

Di ujung kisahnya, saya bertanya apa hasil yang diraihnya selama 15 tahun terlibat sebagai tim pemenangan?

Dengan wajah tersipu malu, ia bilang; "tak ada". Tak ada hasil yang berarti yang diperoleh, tetapi uniknya ia selalu terlibat saat diajak sebagai tim pemenangan di level kecamatan.

Di sinilah terkadang saya berfikir; "Jangan-jangan memang ada asa tertentu bagaimana Pilkada dijalankan agar menjadi candu bagi rakyat di bawah".

Bila benar begitu, maka hanya ada satu kalimat; "sungguh teganya, teganya, teganya".(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved