Klakson
Pilkada Itu Candu?
DALAM Pilkada, kita sebenarnya tak memilih walau kita disuruh untuk itu. Namun esensinya, Pilkada mengharuskan kita "mencari".
Jangan-jangan memang ada asa tertentu bagaimana Pilkada dijalankan agar menjadi candu bagi rakyat di bawah.
Entahlah.
"Pilkada sebagai candu", kesan itu pernah saya simak dari kisah seorang buruh bangunan di kota megah ini.
Anggap saja namanya Sarring (50).
Ia terlibat sebagai tim pemenangan di kecamatan sejak 2005 silam.
Lima belas tahun sudah Sarring bercengkrama sebagai tim pemenangan.
Siang itu ia mengisahkan pahit getirnya sebagai tim pemenangan. Ia harus begadang demi pertemuan-pertemuan dengan kelompok-kelompok warga.
Belum lagi rapat lintas tim.
Besoknya, ia bangun kesiangan dan tak masuk kerja lagi.
Cicilan motor tak tercukupi lagi. Begitu seterusnya.
Ia berkisah pula bagaimana menghadapi preman-preman politik tim lain di lapangan.
Acapkali hubungan silaturahmi dengan tetangganya ambruk gegara beda pilihan dalam Pilkada.
Di suatu hari yang terik, ia pernah nyaris bentrok dengan tim paslon lain.
Untungnya, dari jarak pandang yang tak jauh ia mengenali satu sosok di barisan tim paslon lawannya itu.
Sosok itu adalah rekannya sebagai buruh bangunan.