Pilkada Serentak 2020
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Calon Kepala Daerah, Cakada Diminta Waspadai Pamrih Sponsor Pilkada 2020
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki dugaan korupsi terhadap beberapa calon kepala daerah (Cakada) pada Pilkada serentak 2020.
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Calon Kepala Daerah, Cakada Diminta Waspadai Pamrih Sponsor Pilkada 2020
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki dugaan korupsi terhadap beberapa calon kepala daerah (Cakada) pada Pilkada serentak 2020.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaga antirasuah itu akan mengawasi jalannya proses Pilkada serentak agar tidak ternodai oleh praktik rasuah.
"Komisi Pemberantasan Korupsi telah memulai penyelidikan pada beberapa pasangan yang ikut di dalam penyelenggaraan pilkada," kata Nawawi dalam kegiatan Pembekalan Cakada Provinsi Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat yang disiarkan kanal Youtube KPK, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Nurdin Abdullah Narasumber Talkshow Aksi Nasional Pencegahan Korupsi KPK
Baca juga: Nawawi Pomolango Terpilih Pimpin KPK, Ini Profilnya, Pernah Pimpin Pengadilan Negeri Makassar
Nawawi tidak mengungkap nama pasangan calon maupun lokasi pasangan calon tersebut berkontestasi.
Namun, menurit mantan hakim tindak pidana korupsi itu penyelidikan dilakukan terhadap pasangan calon kepala daerah di luar Provinsi Sulawesi Utara.
"Syukur Alhamdulilah kalau bisa kami sebutkan itu di luar Sulawesi Utara," kata Nawawi.

Meski belum ada penyelidikan di Sulawesi Utara, Nawawi menegaskan hal itu tidak berarti pihaknya berhenti melakukan pengawasan di daerah yang dipimpin Olly Dondokambey itu.
"Tadi kami sebutkan bahwa untuk Sulawesi Utara ini ada Korwil III KPK yang tergabung dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat," kata Nawawi.
"Korwil di daerah ini tidak hanya bicara di dalam bidang pencegahan tetapi juga dalam bidang penindakan," ujarnya menambahkan.
Nawawi menegaskan tim Koordinasi Wilayah KPK yang tersebar di sejumlah daerah tidak hanya melakukan pencegahan, tapi juga penindakan.
"Kami ingin memastikan bahwa tim KPK terus melakukan pemantauan di tengah penyelenggaraan pilkada ini, terlebih dalam situasi kondisi pandemi seperti kita hadapi bersama ini," kata Nawawi.
Tidak seperti instansi aparat penegak hukum lainnya, KPK akan tetap menindak para calon kepala daerah yang melakukan korupsi di tengah masa penyelenggaraan pilkada.
Baca juga: Ada ASN Kampanyekan Cakada, Wagub Sulsel: Jangan Pilih Calonnya
Baca juga: 124 Cakada Pilkada Tepapar Dinasti Politik, Nagara Institute: Fungsi Rekrutmen Parpol Gagal
"Kami memastikan bahwa tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara tindak pidana korupsi dalam situasi apapun terus berlanjut," ujar Nawawi.
Tak lupa ia mengingatkan pasangan calon kepala daerah untuk bersikap cermat atas kepentingan ekonomi donatur yang mensponsori mereka di Pilkada Serentak 2020.
"KPK mengingatkan cakada mewaspadai pamrih sponsor Pilkada," katanya menambahkan.
Berdasarkan temuan KPK di Pilkada 2018, bantuan pendanaan ini dibutuhkan untuk menutup biaya pemenangan.
Kebutuhan dana untuk ikut pilkada di tingkat kabupaten atau kota adalah Rp5-10 miliar.
Untuk menang, cakada harus menyediakan uang sekira Rp 65 miliar.
Sementara berdasarkan Laporan Harta Kekayaan (LHKPN) cakada yang disampaikan kepada KPK, rerata total harta pasangan calon mencapai Rp18,03 miliar.
Baca juga: Ini Harta Kekayaan Cawali Makassar: Danny Pomanto, Deng Ical, Appi, None, Calon Prabowo Paling Tajir
Baca juga: Danny Pakai Kemeja Orange, Appi, None Putih, Ical Fadli Kotak-kotak di Debat Publik Pilwali Makassar
Ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp 15,17 Juta.
Pendanaan dalam Pilkada lanjut Nawawi, diperlukan untuk membayar uang mahar pencalonan kepada partai politik pendukung, dan advertensi kampanye,
Kemudian, sosialisasi kepada konstituen, hingga honor saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Selain itu, gratifikasi kepada masyarakat pemilih dalam bentuk barang, uang, janji atau beli suara, serta biaya penyelesaian hukum konflik kemenangan Pilkada.
Untuk menutupnya, pendanaan dari donaturpun dibutuhkan.
Pada Pilkada 2018, kata Nawawi lebih dari 80 persen calon kepala daerah dibantu pendanaannya oleh sponsor.
Masalahnya, kata Nawawi donatur yang kebanyakan pengusaha itu ada pamrihnya jika calon yang didanainya menang.
Di antaranya, dalam bentuk kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta keamanan dalam menjalankan bisnisnya.
"Survei itu bertanya kepada cakada, apakah orang yang menyumbang atau donatur ini mengharapkan balasan di kemudian hari saat para cakada menjabat?," katanya.
"Jawabannya, sebagian besar cakada atau 83,80 persen dari 198 responden, menyatakan akan memenuhi harapan tersebut ketika dia menjabat," jelasnya menambahkan.(tribun network/ham/dod)