ILC TV One Tadi Malam, Rocky Gerung Serang Rezim Jokowi, Kapitra Ampera - Fadjroel Rachman Membela
Serunya ILC TV One tadi malam, Rocky Gerung serang pemerintahan Jokowi, Kapitra Ampera dan Fadjroel Rachman membela.
TRIBUN-TIMUR.COM - Serunya ILC TV One tadi malam, Rocky Gerung serang pemerintahan Jokowi, Kapitra Ampera dan Fadjroel Rachman membela.
Rocky Gerung kembali tampil di ILC TV One.
Host ILC TV One Karni Ilyas akhirnya kembali mengundang akademisi kontra pemerintah, Rocky Gerung untuk tampil di dalam talkshow ILC TV One, Selasa (3/11/2020) tadi malam.
Tema ILC TV One tadi malam adalah "UU ITE: Mengancam Kebebasan Berpendapat?”
Di dalam debat tersebut akademisi dan pengamat politik, Rocky Gerung blak-blakan menuduh pemerintah mengambil hak warganya menyebarkan informasi.
"Hak saya menyebarkan informasi diambil orang lain," kata Rocky Gerung dikutip dari akun resmi Indonesia Lawyers Club, Rabu (4/11/2020)
"Bukan pemerintah kan?" tanya Jubir Presiden Jokowi Fadjroel Rachman memotong pernyataan Rocky Gerung.
"Saya duga pemerintah dan saya tuduh pemerintah," kata Rocky disambut tawa di studio ILC TV One.
Hak Rocky Gerung diambil adalah ketika akun Twitternya hilang.
Politisi PDIP, Kapitra Ampera juga ikut debat dengan Rocky Gerung.
Kebebasan berpendapat adalah hak individu yang dijamin oleh konstitusi.
Namun hadirnya UU ITE menuai pro-kontra karena di pasal-pasal tertentu dianggap sebagai "pasal karet".
Terbaru,sejumlah aktivis KAMI ditangkap karena melanggar UU ITE terkait aksi menolak UU OmnibusLaw.
Kali ini, Indonesia Lawyers Club edisi, Selasa, 3 November 2020 mengangkat tema “UU ITE: Mengancam Kebebasan Berpendapat?”
Program yang dipandu Presiden ILC Karni Ilyas ini menghadirkan sejumlah narasumber yaitu:
Rocky Gerung
Said Didu
Prof Andi Hamzah
Fadjroel Rachman
Fahri Hamzah
Irma Suryani Chaniago
Hamid Awaluddin
Haris Azhar
Kapitra Ampera
Simak videonya:
Menkominfo: hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan tanpa batas
Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo ) Johnny G Plate menegaskan, hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia memiliki batas-batas yang harus dipatuhi.
Batasan tersebut, menurut Plate, yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kita harus sadari juga bahwa kualitas demokrasi, kualitas kebebasan (berekspresi dan berpendapat) yang ada di Indonesia ini bukan tanpa batas, batasnya itu aturan-aturan yang kita miliki," kata Plate dalam acara Satu Meja bertajuk Kebebasan Berekspresi Direpresi?, yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (28/10/2020) malam.
Kendati demikian, Plate memastikan bahwa kebebasan berpendapat sudah dijamin oleh konstitusi negara.
Namun, ia menekankan adanya batasan aturan yang harus dipatuhi masyarakat.
"Apalagi Undang-Undang Dasar kita secara khusus Pasal 28 sudah mengatur betul menjamin kebebasan berekpresi, kebebasan berpendapat," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, kasus penjeratan menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014-2019 lebih banyak dari era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode 2009-2014.
Hal itu ia katakan berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kerja sama Amnesty bersama Safenet.
"Kalau di era Pak SBY itu, ada 74 kasus selama masa jabatan kedua selama masa jabatan kedua 2009 sampai 2014," kata Usman.
"Lalu di masa Pak Jokowi itu selama lima tahun pertama itu 233 kasus. Jadi meningkat tajam," kata dia.
Sementara itu, jika angka kasus penjeratan UU ITE pada periode awal kepemimpinan Jokowi ditambah dengan tahun pertama periode kedua totalnya menjadi 241 kasus.
Di antara kasus-kasus penjeratan UU ITE di era kepemimpin Jokowi tercatat ada 82 kasus yang dituduh menghina presiden.
"Meskipun pasal penghinaan presiden sudah tidak ada di dalam hukum pidana," ujar Usman.(*)