Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ini Pernyataan Kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang Disebut Serang Islam, Dikecam

Tak ayal pernyataan itu menimbulkan kemarahan di dunia Islam dan juga banyak warga Arab.

Editor: Ina Maharani
dok AFP / intisari
Presiden Perancis Emmanuel Macron 

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron tengah menjadi pembicaraan.

Bukan hal baik, ia dikecam banyak pihak karena pernyataannya yang menyudutkan umat Islam. .

Apa pernyataan kontroversialnya?.

Macron sebelumnya mengatakan tak akan melarang pencetakan karikatur Nabi Muhammad, yang sempat menimbulkan kontroversi, Kamis (22/10/2020).

Menurut Macron hal itu merupakan bagian dari kebebasan dalam berekspresi.

Tak ayal pernyataan itu menimbulkan kemarahan di dunia Islam dan juga banyak warga Arab.

Pasalnya, gambar Nabi Muhammad merupakan sesuatu yang dilarang keras di Agama Islam.

Selain itu, Macron juga menyebut Islam sebagai teroris, setelah adanya pemenggalan seorang guru sejarah di Paris.

Guru bernama Samuel Paty itu dipenggal beberapa hari setelah mendiskusikan dan memperlihatkan gambar yang disebutnya sebagai Nabi Muhammad.

Sang presiden berkata guru itu, Samuel Paty, "dibunuh karena para Islamis menginginkan masa depan kami", tetapi Prancis "tidak akan menyerahkan kartun kami".

Penggambaran Nabi Muhammad dapat sangat menyinggung bagi umat Islam karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah.

Namun sekularisme negara - atau laïcité - adalah pusat identitas nasional Prancis. Membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, menurut negara, merusak persatuan.

Pada hari Minggu, Macron menegaskan kembali pembelaannya terhadap nilai-nilai Prancis dalam sebuah twit yang berbunyi: "Kami tidak akan menyerah, selamanya."

Kemarahan Pemimpin 

Para pemimpin politik di Turki dan Pakistan telah marah kepada Macron, menuduhnya tidak menghormati "kebebasan berkeyakinan" dan memarjinalkan jutaan Muslim di Prancis.

Pada hari Minggu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, untuk kedua kalinya, bahwa Macron harus melakukan "pemeriksaan mental" pada pandangannya tentang Islam.

Komentar serupa mendorong Prancis memanggil duta besarnya untuk Turki untuk konsultasi pada hari Sabtu.

Produk Diboikot

Produk-produk Prancis diturunkan dari beberapa rak supermarket di Yordania, Qatar, dan Kuwait pada hari Minggu. Produk kecantikan dan perawatan rambut buatan Prancis, misalnya, tidak lagi dipajang.

Di Kuwait, serikat pengecer besar telah memerintahkan pemboikotan barang-barang Prancis.

Serikat Masyarakat Koperasi Konsumen, yang merupakan serikat non-pemerintah, mengatakan telah mengeluarkan arahan sebagai tanggapan atas "penghinaan berulang" terhadap Nabi Muhammad.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Prancis mengakui langkah tersebut.

Ia menulis: "Seruan untuk boikot ini tidak berdasar dan harus segera dihentikan, beserta semua serangan terhadap negara kami, yang didorong oleh kelompok minoritas radikal."

Di dunia maya, seruan untuk boikot serupa di negara-negara Arab lainnya, seperti Arab Saudi, telah beredar.

Tagar yang menyerukan boikot jaringan supermarket Prancis, Carrefour, adalah topik paling tren kedua di Arab Saudi, ekonomi terbesar di dunia Arab.

Sementara itu, unjuk rasa anti-Prancis berskala kecil digelar di Libya, Gaza, dan Suriah utara, tempat yang dikuasai milisi yang didukung Turki.

Mengapa Prancis terlibat dalam perselisihan ini?

Pembelaan keras Macron terhadap sekularisme Prancis dan kritik terhadap Islam radikal menyusul pembunuhan Paty telah membuat marah beberapa sosok di dunia Muslim.

Presiden Erdogan bertanya dalam pidatonya: "Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan Muslim?"

Sementara pemimpin Pakistan, Imran Khan menuduh sang pemimpin Prancis "menyerang Islam, jelas tanpa memahami apapun tentangnya".

"Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa dan di seluruh dunia," katanya dalam sebuah twit.

Awal bulan ini, sebelum pembunuhan sang guru, Macron mengumumkan rencana undang-undang yang lebih ketat untuk mengatasi hal yang ia sebut "separatisme Islam" di Prancis.

Ia mengatakan, kelompok minoritas Muslim di Prancis - terdiri dari kira-kira enam juta orang - berpotensi membentuk "masyarakat tandingan". Ia menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis".

Kartun yang menggambarkan nabi Muhammad memiliki warisan politik yang gelap dan intens di Prancis.

Pada 2015, 12 orang tewas dalam serangan di kantor majalah satir Prancis, Charlie Hebdo, yang menerbitkan kartun tersebut.

Beberapa komunitas Muslim terbesar di Eropa Barat menuduh Macron berusaha menekan agama mereka dan mengatakan kampanyenya berisiko melegitimasi Islamofobia.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sebagai negara berpenduduk muslim terbesa di dunia, belum ada seruan boikot produk Prancis di Indonesia.

Kendati demikian,  Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengecam keras pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang kartun Nabi Muhammad SAW.

Menurut Muhyiddin, pernyataan Macron ini telah membangkitkan gerakan Islamophobia.

"MUI menilai bahwa Macron secara tak langsung telah mendukung gerakan Islamphobia. Bahkan kecaman beliau terhadap pelaku pembunuhan atas wartawan Tabloid Charlile Habdo telah menempatkan Macron sebagai pemimpin Eropa yang menduiung tumbuh suburnya gerakan Islamophobia," ujar Muhyiddin melalui keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).

Menurut Muhyiddin, Macron harus belajar banyak tentang toleransi beragama kepada Islam.

Dirinya menilai kebebasan tanpa batas dan melawan norma justru akan mengakibatkan kegaduhan dan kekacauan.

"MUI meminta kepada Menlu agar segera memanggil Dubes Prancis untuk Indonesia guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan komprehensif terkait sikap Pernyataan Presiden Emmanuel Macron," tegas Muhyiddin.

Muhyiddin mengatakan masyarakat muslim dunia sangat geram dan menyesalkan sikap Emmanuel Macron. Apalagi pengungkitan kasus Charlie Hebdo di tengah Pandemic Covid-19.

Menurut Muhyiddin Prancis harusnya belajar banyak dari negara Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel dinilainya cukup dewasa dalam bersikap dan menghargai perbedaan sudut pandang di negara yang heterogen.

"Ternyata pernyataan Macron tentang Islam dan umat Islam sebagai main trigger di banyak kasus kekerasan di dunia, terutama jika umat islam mayoritas. Ini sangat berbahaya seakan menyamakan Islam agama kekerasan dan intoleran," kata Muhyiddin.

Padahal, menurut Muhyiddin, pertumbuhan Muslim di kalangan warga Prancis terus bertambah tiap tahunnya.

Menurutnya, muslim Prancis punya andil besar dalam membangun negara tersebut.

"Para pemain sepak bola muslim Prancis telah berkontribusi besar kepada bangsa dan negara Prancis," pungkas Muhyiddin.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sejumlah Negara Islam di Timur Tengah Boikot Produk Prancis Buntut Pernyataan Macron 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved