Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

ILC TV One

BLAK-BLAKAN ILC TV One! Mahfud MD Menko Jokowi Permalukan Mahkamah Agung, Ada Moeldoko, Gatot, Rizal

Cuma di ILC TV One! Mahfud MD Menko Jokowi singgung Mahkamah Agung, di hadapan Jenderal TNI Purn Moeldoko, Jendral TNI Purn Gatot, Rizal Ramli, Karni

Editor: Mansur AM
tangkapan layar Youtube ILC
Cuma di ILC TV One! Mahfud MD Menko Jokowi singgung Mahkamah Agung, di hadapan Jenderal TNI Purn Moeldoko, Jendral TNI Purn Gatot, Rizal Ramli, Karni Ilyas 

Cuma di ILC TV One! Mahfud MD Menko Jokowi singgung Mahkamah Agung, di hadapan Jenderal TNI Purn Moeldoko, Jendral TNI Purn Gatot, Rizal Ramli, Karni Ilyas

TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah ciri khas Menkopolhukam RI Mahfud MD.

Di ILC 20 Oktober tadi malam, Mahfud MD terang-terangan menyebut kelemahan institusi Mahkamah Agung. Gara-gara sering memberi keringanan kepada koruptor.

ILC tadi malam membahas 1 Tahun Jokowi-Maruf Amin memimpin Indonesia. 

VIDEO: SYL Singgung Kebaikan Jokowi, Minta TNI/Polri Bertindak Tegas Jika Ada Persoalan Pupuk

Menko Polhukam Mahfud MD menjawab secara lugas kritikan narasumber ILC TV One tentang kekurangan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin

Dapat kesempatan sebagai narasumber pamungkas atau penutup di ILC TV One tadi malam,  Mahfud MD leluasa skak mat terhadap pengeritik yang muncul

Ekonom Rizal Ramli dan Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo melayangkan sejumlah kritikan. Dan dijawab Mahfud MD di sesi closing statement.

Serunya ILC Menko Jokowi Mahfud MD Seforum Jenderal Gatot, Moeldoko, Rizal Ramli Siapa Dibungkam?

"Tingkat kepuasan masyarakat di bawah 50 persen itu wajar. Tapi perlu dicatat Kepuasan dan kepercayaan itu beda," kata Mahfud dikutip tribun-timur.com dari akun resmi Indonesia Laywers Clubs

Berdasarkan tingkat kepercayaan, hampir 70 persen masyarakat masih percaya kepada Jokowi-Maruf Amin.

"Hasil survei tingkat kerpercayaan masyarakat yang baru saja sebelum saya berangkat ke sini (ILC TV One) itu 68 persen," kata Mahfud mementahkan semua kritikan ke Jokowi.

Namun Maruf jujur mengakui masih banyak hal yang kurang dan perlu dibenahi. Namun lebih banyak bukan urusan pemeritah (eksekutif) lagi.

"Misal urusan hukum banyak keluhan kan misalnya di Mahkamah Agung

Terlalu banyak memberi korting kepada koruptor.

Itu kan bukan urusan pemerintah lagi. Pemerintah tidak boleh campur di situ. Hampir semua koruptor yang minta PK diturunkan semua hukumannya.

Itu terserah MA. Urusan MA saja," lanjut Mahfud.

"KPK juga berjalan lambat, itu bukan urusan pemerintah lagi," lanjutnya.

Namun sejumlah kegiatan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir mendapat respon baik dari masyarakat.

"Hal-hal baru yang dicapai dalam 8 bulan terakhir itu, misalnya kita menangkap Paulina sudah 17 thaun lari,

menangkap Joko Chandra yang katanya dibiarkan lepas kita tangkap,

jenderal polisi 2 jadi tersangka, Pinangki tersangka

Bahwa ada kekuran-keraungan tapi itu juga ditempuh atau dilakukan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir,"tambahnya.

Sebelumnya, pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi dalam putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) banjir kritikan.

Putusan tersebut dinilai meruntuhkan rasa keadilan bagi masyarakat.

Bahkan dianggap tidak akan memberikan efek jera bagi koruptor.

Adapun dalam putusan terbaru, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

MA mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.

"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum."

"Itu sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat."

"Sebab masyarakat pihak yang paling terdampak praktik korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana pada Kamis (1/10/2020), dikutip dari Kompas.com.

Kurnia menuturkan, sejak awal pihaknya sudah mempertanyakan keberpihakan lembaga kehakiman dalam upaya pemberantasan korupsi ini.

Pasalnya, berdasarkan catatan ICW mengenai tren vonis koruptor tahun 2019 menunjukkan rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, hukuman ringan bagi para koruptor memiliki dua implikasi.

Yakni pemberian efek jera yang semakin jauh dan kinerja penegak hukum yang menjadi sia-sia.

Oleh sebab itu, ICW meminta Ketua Mahkamah Agung mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.

ICW juga menyarankan agar KPK mengawasi persidangan PK di masa mendatang.

Penjelasan MA soal pengurangan hukuman koruptor

Pihak Mahkamah Agung menjawab kritikan sejumlah pihak terkait pemotongan hukuman bagi terpidana koruptor setelah peninjauan kembali (PK) yang mereka ajukan dikabulkan oleh MA.

Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menegaskan, permohonan PK yang dikabulkan MA merupakan koreksi atas kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia."

"Termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara," kata Andi, Kamis (1/10/2020), masih dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, ada tiga alasan yang dapat menjadi dasar terpidana atau ahli warisnya mengajukan PK.

Yaitu adanya novum atau bukti baru, ada pertentangan dalam putusan atau antarputusan, serta ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

Andi mengatakan, jika alasan tersebut cukup beralasan dan terbukti, tentu MA dapat mengabulkan PK yang diajukan.

Ia menambahkan, setiap putusan hakim pun wajib mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Hal inilah yang juga sering dijadikan perimbangan majelis hakim PK untuk mengurangi hukuman terpidana.

"Misalnya peran terpidana hanya membantu dia bukan pelaku utama sementara pidana yang dijatuhkan dinilai terlampau berat," pungkasnya.

Lihat Video Mahfud MD Sebut MA Lemah:

(tribun-timur.com/tribunnews.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved