ICMI dan Simposium Sulsel Gelar Seminar Soal Eksistensi Masyarakat Adat
Akan tetapi kata dia, penormaan MHA dalam hukum positif belum ada. Sehingga, masyarakat hukum adat setempat masih tersingkir karena tidak ada
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (MASIKA-ICMI) Sulsel dan Simposium Sulsel menggelar seminar nasional secara virtual, Minggu kemarin.
Melalui rilis yang diterima Senin (19/10/2020) malam, seminar itu mengusung tema, 'Eksistensi Masyarakat Adat dalam Sistem Hukum Nasional'.
Kegiatan yang merupakan salah satu rangkaian ulang tahun ke 27 ICMI itu menghadirkan sejumlah narasumber.
Diantaranya Guru besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiya Jakarta Prof Dr Zainal Arifien Husen, Rektor Universitas Eka Sakti Padang DR Otong Rosadi, Dosen Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta Dr Iwan Josoef Erar, Dosen Fakultas hukum Universitas Nasional Dr Ismail Rumadan dan Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari Dr Kamaruddin.
Prof Dr Zainal Arifien Husen dalam paparannya mengatakan, Masyarakat adat merupakan bagian penting dalam konstitusional, hal ini didukung dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Akan tetapi kata dia, penormaan MHA dalam hukum positif belum ada. Sehingga, masyarakat hukum adat setempat masih tersingkir karena tidak ada jaminan.
"Secara realitas ada tapi tidak ada kekuatan. Sebaiknya negara memberikan landasan sebagai payung hukum agar masyarakat adat bisa beraktifitas dalam masyarakat," kata Prof Dr Zainal Arifien Husen
Dr Ismail Rumadan, menabahkan, sejak Tahun 2009 sebenarnya sudah ada RUU yang membahas terkait masyarakat Hukum Adat.
Akan tetapi, sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda akan disahkannya RUU tersebut.
"Anggota parlemen lebih memilih mengsahkan RUU yang Cipta Kerja yang banyak menuai kontrofersi di masyarakat," ujarnya.