Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sekolah Tak Kunjung Dibuka karena Pandemi Corona, 3 Siswi SMKN 10 Jeneponto Dipaksa Menikah

Sekolah Tak Kunjung Dibuka karena Pandemi Corona, 3 Siswi SMKN 10 Jeneponto Dipaksa Menikah

Editor: Ilham Arsyam
dok SMKN 10 Jeneponto
Sesi pertemuan evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di ruang serba guna SMKN 10 Jeneponto, Kamis, 15 Oktober 2020. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pandemi Virus Corona atau Covid-19 yang tak kunjung usai membuat ternyata berdampak buruk bagi dunia pendidikan.

Salah satunya dirasakan siswa siswi SMKN 10 Jeneponto Sulawesi Selatan.

Dalam pertemuan evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di ruang serba guna SMKN 10 Jeneponto, Kamis, (15/10/2020) terungkap sejumlah siswa diam-diam ternyata telah melakukan pernikahan dini karena sekolah tak kunjung dibuka.

“Saya disuruh menikah pak karena tidak sekolah ji bede, nabilang mamaku,” kata salah satu siswi yang enggan disebut namanya.

Alasannya, ketimbang menunggu kondisi normal yang tidak menentu ini, menjadikan orang tua atau keluarga mereka memilih menikahkan anaknya sekaligus meringankan kondisi ekonomi keluarga sebagai dampak terbatasnya pemasukan keluarga imbas pandemi.

Siswi lainnya beralasan menikah karena orang tuanya memilih menerima pinangan kekasih anaknya demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Hal itu sebagai dampak banyaknya waktu lowong yang dimiliki oleh anaknya karena kondisi sekolah belum berjalan normal.

Pelaksana tugas Kepala SMKN 10 Jeneponto, Yocang Mallombasi menuturkan, kondisi pandemi begitu memengaruhi seluruh sendi-sendi kehidupan, tak terkecuali peserta didiknya yang juga harus berjuang dan membantu tatanan kehidupan keluarganya, yang mengharuskan siswa memilih putus sekolah.

Sehingga, pihak sekolahnya mencoba melakukan pendekatan persuasif pada orang tua atau wali siswa.

“Sosial-ekonomi dan culture masyarakat tradisional menjadi pengaruh besar sehingga angka putus sekolah terjadi pada kondisi sekarang. Apalagi pandemi yang belum kunjung usai mengharuskan orang tua atau wali siswa memperbaiki tatanan kehidupannya, hal ini perlu dikomunikasikan bersama melalui pendekatan yang baik untuk menekan angka putus sekolah,” kata Yocang.

Olehnya, keterbatasan sosial distancing pun memengaruhi informasi yang didapatkan oleh pihak sekolahnya.

Sehingga hal ini menjadi poin diskusi dalam memberi solusi kongkrit agar tidak terjadi lagi angka putus sekolah di sekolahnya.

“Penguatan jejaring informasi dan mengutus perwakilan sekolah dengan sistem door to door menjadi kebijakan khusus yang dibuat dengan tetap menghormati protokol kesehatan guna mendapat informasi akurat dan memberikan edukasi kepada peserta didik dan pihak keluarga agar tetap semangat untuk bersekolah meskipun masih belajar dari rumah,” ucap pria kelahiran Sinjai, 33 tahun lalu ini.

Lebih jauh Yocang mendorong agar metode pembelajaran bagi gurunya menciptakan inovasi pembelajaran dan pendekatan yang menitiberatkan pada aspek kecakapan hidup selama kondisi pendemi ini agar peserta didiknya tetap semangat bersekolah.

"Dengan harapan pandemi ini segera berlalu dan secara bersama kembali membangun SMKN 10 Jeneponto dalam adaptasi tatanan sekolah normal," katanya.

Enam bulan pelaksanaan PJJ di SMKN 10 Jeneponto, terdapat 3 siswa yang memilih menikah muda dan tiga orang siswa menghentikan pendidikannya karena alasan bekerja dan pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya yang bekerja di luar daerah.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved