Mahasiswa Demo DPRD Sulbar
Massa Aksi Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Kuasai Ruang Paripurna DPRD Sulbar
Massa aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Mamuju berhasil menguasai ruangan rapat paripurna DPRD Sulbar, Senin (12/10/2020).
Penulis: Nurhadi | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Massa aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Mamuju berhasil menguasai ruangan rapat paripurna DPRD Sulbar, Senin (12/10/2020).
Unjuk rasa dipimpin jenderal lapangan bernama Hassanal yang juga ketua umum PMII Mamuju.
Seluruh perangkat aksi pendemo dibawa masuk ke ruangan paripurna DPRD Sulbar dan dikibarkan.
Mereka menunggu kehadiran pimpinan DPRD Sulbar untuk menerima aspirasi mereka terkait penolakan Omnibus Law Ciptaker yang baru saja disahkan DPR RI.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Desak Ketua DPRD Sulbar Tandatangani Petisi Penolakan Omnibus Law
Baca juga: BREAKING NEWS: Gabungan Buruh di Makassar Kembali Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law, Ini Tuntutannya
Pantauan tribun-timur.com, mereka menjadikan ruangan paripurna gedung DPRD Sulbar layaknya panggung orasi.
Suara teriakan lantang penolakan Omnibus Law dari dalam ruangan sidang paripurna DPRD Sulbar terus menggema.
"Omnibus Law harus digagalkan, hari ini DPR sudah bukan dewan perwakilan rakyat, tapi dewan penghianat rakyat. DPR goblok," teriak orator.
"Ini adalah gedung kita kawan-kawan, gedung mewah yang dibangun dari uang rakyat," teriak seorang peserta aksi.
Hingga saat ini, seluruh massa aksi masih menguasai ruangan paripurna.
Mereka menunggu pimpinan DPRD Sulbar untuk menandatangani petisi dan menyampaikan deklarasi penolakan bersama Omnibus Law Ciptaker.
Pernyataan Resmi Presiden Jokowi
Sebelumnya, Presiden Jokowi akhirnya memberikan pernyataan terkait UU Cipta Kerja yang sedang hangat dibicarakan.
Seperti yang sedang ramai, Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu dalam rapat paripurna yang dihadiri para anggota DPR RI.
Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut UU Cipta Kerja ini menimbulkan sejumlah kontroversi.
Sejumlah elemen masyarakat turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa.
Mulai dari buruh hingga mahasiswa ikut turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait penolakan UU Cipta Kerja.

Unjuk rasa di beberapa daerah bahkan berakhir dengan kericuhan.
Setelah terjadinya demo besar-besaran di sejumlah daerah, Presiden Jokowi memaparkan beberapa alasan perlunya UU Cipta Kerja untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dengan menggairahkan iklim investasi yang masuk ke Indonesia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu menyinggung soal disinformasi atau hoaks terkait polemik UU Cipta Kerja.
Penyebaran informasi yang keliru itu jadi salah satu pemicu demostrasi besar-besaran.
Berikut ini daftar 7 informasi yang dibantah oleh Jokowi sebagaimana dikutip pada Sabtu (10/10/2020):
1. Upah minimum dihapus
Jokowi menegaskan kalau upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan seperti halnya yang sudah diatur di UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, baik UMP maupun UMK.
"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral Provinsi. Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," kata Jokowi.
Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja memang menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.
Selain itu, regulasi baru ini diklaim pemerintah justru menambah perlindungan bagi pekerja.
2. Upah per jam
Jokowi juga membantah isu kalau tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.
Ia menegaskan kalau skema masih menggunakan aturan lama.
Baca juga: Gabungan Buruh dan Aliansi Masyarakat Luwu Timur Bersatu Unjuk Rasa di Depan Gedung DPRD
Baca juga: BREAKING NEWS: Ratusan Mahasiswa Mamuju Kembali Demo DPRD Sulbar, Tolak Omnibus Law
Hitungan per jam di UU Cipta Kerja dilakukan untuk memfasilitasi pekerja yang sifatnya pekerja lepas dan sebagainya.
"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.
3. Cuti dihapus
Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.
Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.
"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.
4. PHK sepihak
Ia lalu menyinggung soal kabar di UU Cipta Kerja yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.
Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.
Baca juga: Demo Tolak Omnibus Law Berlanjut, Depan Kantor Gubernur Sulsel Dipasangi Kawat Berduri
Baca juga: Kecam Tindakan Aparat Terhadap Dosen UMI Saat Demo Omnibus Law, Ini 5 Poin Tuntutan IKADIN Sulsel
5. Amdal dihilangkan
Jokowi membantah jika Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengurus izin Amdal. Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi, namun prosesnya dipermudah di UU Cipta Kerja.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar, Amdal tetap ada bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ucap Jokowi.
6. Perampasan tanah
Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja mengatur soal bank tanah di mana aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pembebasan tanah untuk pekerjaan infrastruktur kepentingan umum.
"Kemudian diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tahan dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," ujar dia.
7. Sentralisasi pusat
Terakhir, Jokowi juga menyinggung soal peran daerah yang dipangkas dalam kemudahan berinvestasi karena kewenangannya dialihkan ke pusat dalam UU Cipta Kerja.
"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada. Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," tegas Jokowi.
"Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," katanya.(*)