Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kerasnya Kritikan Fadli Zon ke Pihak Polisi Soal Pemuda Dijemur: Pelanggaran HAM

Sungguh kerasnya kritikan politisi Fadli Zon ke pihak polisi. Dirinya protes soal perlakuan polisi menjemur sekelompok pemuda yang ikut aksi tolak UU

Editor: Rasni
Youtube/TV One
Fadli Zon berbicara di ILC TV One, Selasa (8/9/2020) malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sungguh kerasnya kritikan politisi Fadli Zon ke pihak polisi.

Dirinya protes soal perlakuan polisi menjemur sekelompok pemuda yang ikut aksi tolak UU Cipta Kerja.

Anak buah Jokowi itu mengunggah video beberapa orang yang tengah dijemur di lapangan siang hari oleh pihak kepolisan.

Diduga pemuda yang berjumlah lebih dari 10 orang itu dijemur dengan telanjang dada dan tidur di tengah lapangan di salah satu kantor polisi.

Beberapa pemuda itu diduga merupakan peserta aksi unjuk rasa Tolak Omnibus Law.

Baca juga: Aktivis Perempuan Gerejawi Bentuk Relawan Danny-Fatma

Baca juga: 40 Anggota Lembaga Adat di Maros Hadiri Workshop Konservasi dan Perawatan Koleksi Museum

Baca juga: PD Pasar Makassar Raya Gelar Lomba Foto, Hadiah Jutaan Rupiah

Fadli Zon pun menyebut bahwa yang dilakukan oleh pihak kepolisian itu melanggar Hak Azasi Manusia.

"Pak Kapolri, apakah ini sebuah protap resmi? Menurut sy jelas sebuah pelanggaran hak asasi manusia.
@DivHumas_Polri," tulis Fadli Zon dalam akun Twitter-nya @fadlizon, Senin (12/10/2020).

Video itu di-retweet oleh Fadli Zon dari akun Twitter @SaveMoslem1.

Akun itu menuliskan "Kasihan....mereka memperjuangkan nasib ....... kok malah dijemur.

Vido tersebut berdurasi 18 detik.

Tampak lebih dari 10 pemuda bertelanjang dada.

Mereka dijemur di tengah lapangan dalam kondisi panas hari.

"Panas nggak?" kata seorang wanita dalam video itu.

"Panas," jawab para pemuda yang dijemur itu.

"Balik-balik. Cium aspalnya," kata seorang laki-laki di video tersebut.

Belum diketahui pasti kapan dan di mana kejadian tersebut.

Menangis

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menangis mengetahui ada mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) dipukuli hingga gagang kacamatanya patah.

Mahasiswa UGM yang dimaksud berinisial ARN (20).

Dia salah satu peserta ujuk rasa menolak UU Omnibus Law yang ditangkap polisi dan kemudian dipaksa untuk mengaku sebagai provokator. 

Tangis dan kesedihan Susi Pudjiastuti itu ditumpahkan melalui akun twitternya saat menangani berita di Kompas.com berjudul "Pengakuan Mahasiswa UGM: Saya Beberapa Kali Dipukul sampai Gagang Kacamata Patah".

Susi Pudjiastuti tak banyak komentar kecuali memasang emoticon tanda menangis sebanyak 9 buah.

Emoticon menangis itu di-cuitkan di akun twitternya pukul 06:38 WIB, Senin (12/10/2020) pagi ini. 

Baca juga: Tak Mau Barru Mundur, Lintas Tokoh Sepakat Dukung Suardi Saleh-Aska

 

Mahasiswa UGM Dipukuli hingga Gagang Kacamata Patah

Seperti diberitakan, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial ARN (20) diduga dipukul oleh aparat serta dipaksa mengaku sebagai provokator.

Peristiwa tersebut diduga terjadi dalam demo menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).

Akibat pemukulan itu ARN harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta. Ia mengalami sesak napas lantaran tendangan dan lebam di wajah.

 Aktor Jefri Nichol Turut Kritik UU Omnibus Law, Takutkan Kerusakan Lingkungan Makin Parah

 Mengenal Sri Labuna, Satu-satunya Mahasiswi yang Ditangkap Polisi saat Aksi Tolak Omnibus Law

tribunnews
Ikut aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, ratusan pelajar diamankan Polres Metro Jakarta Utara pada Kamis (8/10/2020). (Warta Kota)

Awalnya Terjadi Kericuhan

Menurut pengakuan ARN, ketika demo berlangsung dirinya datang terlambat.

Menggunakan sepeda motor, ARN menyusul kawan lainnya yang sudah berjalan dari bundaran UGM.

Saat itu, ARN juga membawa dua kardus air minum yang akan dibagikan ke rekannya.

Kemudian ARN bergabung bersama barisan demonstran di baris depan. Namun setibanya di depan Gedung DPRD, kericurhan terjadi.

Keributan itu disebabkan karena aparat terprovokasi oleh demonstran.

“Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK. Satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu. Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” kata ARN.

Ponsel Disita dan Dipukuli

tribunnews
Pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan polisi di Jalan Medan Medeka Barat, saat berusaha memasuki kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Aksi unjuk rasa menolak Undang-undang Cipta Kerja terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Ibu Kota Jakarta. (WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN)

Namun ketika berlindung, ARN didatangi salah seorang aparat yang juga mulai menginterogasinya.

Aparat juga menyita ponsel milik ARN dan membawanya bersama demonstran lainnya. Ia rupanya dibawa ke lantai atas Gedung DPRD untuk diinterogasi.

ARN diminta mengaku sebagai provokator usai polisi melihat percakapan dari ponselnya.

"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,” kata ARN.

Saat itulah ARN mengaku mengalami tindak kekerasan.

"Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul sampai gagang kacamata saya patah," tutur ARN.

Setelah kejadian tersebut, ARN mengaku mengalami sesak napas akibat tendangan. Wajahnya juga lebam karena terkena pukulan.

Ia harus dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.

Saat berada di rumah sakit, ARN sempat dijenguk oleh Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi.

“Pak Haryadi minta saya tetap semangat tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali,” ujar dia.

Polisi membantah

tribunnews
Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Kongres Serikat Buruh Indonesia dan Aliansi Buruh Banten Bersatu menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (7/10/2020). (Wartakotalive.com/M Nur Ichsan Arief)

Polisi membantah telah melakukan pemukulan terhadap mahasiswa. Apalagi memaksa mereka mengaku sebagai provokator.

"Tidak ada. Yang sudah di Polresta tidak ada pemukulan, mereka kan di lapangan," kata Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro.

"Enggak ada, kita sesuai bukti pendukung. Yang tidak sesuai dengan fakta hukum ya kita lepaskan. Sudah bukan zamannya paksa-paksa orang mengaku," ucap dia.

ARN kini dikenai wajib lapor usai diizinkan pulang pada Sabtu malam. "Wajib lapor. Tapi lihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," ujar dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengakuan Mahasiswa UGM: Saya Beberapa Kali Dipukul sampai Gagang Kacamata Patah" Editor : Pythag Kurniati

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved