Benarkah Aturan Upah Minimum hingga Hak Libur Pekerja Dihapus dalam UU Cipta Kerja? BACA DULU INI!
Ida Fauziyah menegaskan UU Cipta Kerja memiliki cita-cita untuk menguatkan pelindungan pekerja/buruh,serta meningkatan peran dan kesejahteraan pekerja
TRIBUN-TIMUR.COM-Ramai di media sosial, aturan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota dihapus dalam Undang-undang Cipta Kerja yan baru saja disahkan DPR RI.
Tak hanya penghapusan UMK dalam UU Cipta Kerja, juga beredar informasi yang menyebut UU Cipta Kerja akan berdampak pada jumlah pesangon, pengurangan hak libur, hingga memudahkan PHK.
Benarkah demikian? Melalui akun twitter resmi Kementerian Ketenagakerjaan @KemnakerRI, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberikan klarifikasinya.
Ida Fauziyah menegaskan UU Cipta Kerja memiliki cita-cita untuk menguatkan pelindungan pekerja/buruh, serta meningkatan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh.
Lantas, benarkah Upah Minimum dihapus?
"Tidak. Upah minimum tetap ada dan ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja/buruh, dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah,"katanya.
Ida menjelaskan, Upah Minimum Provinsi (UMP) wajib ditetapkan oleh Gubernur. Begitupun dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tetap ada.
Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan Upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Selain itu, ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota tetap dipertahankan.
Dengan adanya kejelasan dalam konsep penetapan Upah Minimum dimaksud, maka RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran Upah Minimum.
"Perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah yang ditetapkan, pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah. Sedangkan bagi usaha mikro dan kecil berlaku upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja,"jelasnya.
Bagaimana dengan informasi yang menyebut UU Cipta Kerja mengurangi jumlah pesangon?
Ida mengatakan, ketentuan pesangon yang diatur dalam UU Cipta Kerja memberikan kepastian lebih kepada pekerja untuk mendapatkan haknya.
Dalam UU Cipta Kerja, pekerja yang kehilangan pekerjaan juga akan mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). JKP adalah program baru dalam sistem jaminan sosial ketenagakerjaan Indonesia.
Melalui JKP, mereka yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkan 3 manfaat:
a. Cash benefit: pekerja yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkan bekal untuk survive setelah kehilangan pekerjaan.
b. Vocational training: pekerja yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkan akses pelatihan. Agar dapat berlatih (skilling), meningkatkan keterampilan (up skilling), ataupun alih keterampilan (re-skilling).
c. Akses penempatan: pemerintah akan membangun informasi pasar kerja yang aksesibel bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Kenapa pelatihan? Agar ada jaminan mereka yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki keterampilan atau keahlian baru, sehingga dapat masuk kembali ke pasar kerja ataupun berwirausaha secara mandiri,"jelas Ida.
Soal Hak Libur
Sementara itu berkaitan dengan hak libur, Ida Fauziyah menegaskan, waktu istirahat dan cuti tetap ada dan diatur.
"UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan hak cuti seperti cuti haid dan cuti melahirkan,"katanya.
Waktu kerja masih mengacu pada UU 13/2003, yakni 7 jam sehari dan 40 jam satu minggu (6 hari kerja dalam 1 minggu); serta 8 jam sehari dan 40 jam satu minggu (5 hari kerja dalam 1 minggu). Waktu lembur maksimal 4 jam per hari.
Bahkan, UU Cipta Kerja menambah ketentuan baru pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.
Hal ini untuk mengakomodir tuntutan perlindungan pekerja/buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu di era ekonomi digital saat ini.
Nasib Pegawai Kontrak
Dengan disahkannya UU Cipta Kerja juga dikhawatirkan mengenai nasib pekerja yang terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
UU Cipta Kerja disebutkan membuat mereka menjadi pekerja kontrak seumur hidup atau tanpa batas.
"Dalam UU Cipta Kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya untuk pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (tidak tetap),"katanya.
Justru, kata Ida, UU Cipta Kerja meningkatkan perlindungan bagi pekerja PKWT atau kontrak.
Karena saat kontrak berakhir, pekerja berhak mendapatkan uang kompensasi, sesuai dengan masa kerja. Pekerja PKWT dan PKWTT mendapatkan hak yang sama.
UU Cipta Kerja membuka lapangan kerja, tapi memudahkan PHK?
Hal ini juga dibantah Ida Fauziyah. Menurutnya, terkait perlindungan kepada pekerja/buruh yang menghadapi proses PHK, UU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK.
UU Cipta Kerja tetap memberikan ruang bagi SP/SB memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.
Bahkan, UU Cipta Kerja semakin mempertegas pengaturan bagi pekerja/buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Tenaga Kerja Asing
UU Cipta Kerja juga dikhawatirkan menjadi karpet merah bagi Tenaga Kerja Asing (TKA). Namun hal ini juga dibantah Ida Fauziah.
Ia mengatakan, TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Selain itu, setiap pemberi kerja wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan TKA tidak boleh bekerja pada perseorangan.
(*)