Pernah Heboh soal Pemakzulan, Bupati Jember Faida Ingin Mutasi 611 Pejabat hingga Ditolak Mendagri
Kementerian Dalam Negeri menolak permohonan Bupati Jember Faida terkait pengukuhan 611 pejabat Pemkab Jember.
TRIBUN-TIMUR.COM- Pernah heboh soal pemakzulan di DPRD Jember, Bupati Jember Faida kembali jadi sorotan.
Kementerian Dalam Negeri menolak permohonan Bupati Jember terkait pengukuhan 611 pejabat Pemkab Jember.
Penolakan tersebut tertuang dalam surat dari Kemendagri yang dikirim pada Gubernur Jawa Timur nomor 820/4371/OTDA tertanggal 1 September 2020.
Surat tersebut berisi tentang penjelasan pelaksanaan mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemkab Jember.
“Agar Bupati Jember terlebih dahulu menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Inspektorat Jendral Kementerian Dalam Negeri,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik dalam surat tersebut.
• VIDEO: Bupati Jember Bikin Heboh, Sebut Butuh Miliaran Rupiah untuk Dapat Rekomendasi Parpol
Kronologi penolakan pengukuhan tersebut bermula saat Bupati Jember berkirim surat pada Gubernur pada 30 Januari 2020.
Yakni meminta izin melantik pejabat di lingkungan Pemkab Jember. Padahal, pelantikan sudah dilakukan terlebih dahulu.
Bupati melantik para pejabat tersebut pada 3 Januari 2020. Kemudian, dilanjut pada 6 Januari dan 7 Januari.
Bupati mempercepat pelantikan itu karena pada 8 Januari 2020 sudah dilarang melakukan mutasi.
Dia terikat dengan peraturan Pemilu. Yakni petahana yang maju dalam pilkada dilarang melakukan mutasi enam bulan sebelum penetapan calon.
Selanjutnya, Gubernur mengirimkan surat pada Kemendagri pada 21 Februari 2020 tentang permohonan persertujuan tertulis pengukuhan pejabat pimpinan tinggi prata, administrator dan pengawas di lingkungan Pemkab Jember.
Namun, Mendagri menolak pengukuhan 611 pejabat tersebut.
“Itu tidak disetujui karena bupati belum menjalankan rekomendasi Kemendagri terkait pemeriksaan khusus pada 11 November 2011,” kata Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim kepada Kompas.com, via telepon, Senin (14/9/2020).
Menurut dia, rekomendasi Mendagri itu agar bupati mencabut 30 Perbut tentang Kedudukan dan Susunan Organisasi Tata Kerja (KSOTK) dan 15 SK bupati terkait pengangkatan dalam jabatan.
Halim menilai, mutasi yang dilakukan oleh bupati tidak sesuai dengan SOTK yang ada.
Akhirnya dianggap tidak sesuai oleh Kemendagri.
• Gara-gara ini, Bupati Jember Faida Sebut Sulit Jadi Bupati yang Lurus, Gaji Hanya Rp 6 Juta
“Keluarnya surat itu menegaskan tentang tindak lanjut permasalahan di Jember, terutama SOTK,” terang dia.
Terancam Diberhentikan

Untuk itu, DPRD mendesak agar Kemendagri segera memberikan sanksi pada Bupati Jember.
Apalagi, Gubernur sudah memberikan sanksi karena keterlambatan APBD 2020.
"Sanksi bisa disekolahkan hingga diberhentikan,” tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Jember Mirfano menambakan surat tentang penjelasan pelaksanaan mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemkab Jember itu untuk gubenur.
Untuk itu, Gubernur Jawa Timur yang akan menindaklanjuti.
"Jadi gubernur yang harus tindaklanjuti,” ucap dia via WhatsApp.
Profil Bupati Jember Faida
Dilansir dari Wikipedia, dr. Hj. Faida, MMR (lahir di Malang, Jawa Timur, 19 September 1968; umur 51 tahun) adalah bupati Jember yang menjabat pada periode 2016-2021.
Ia dilantik pada 17 Februari 2016 menggantikan MZA Djalal yang habis masa jabatannya pada 2015.
Faida lahir pada 19 September 1968 di Malang, sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara pasangan dr. Musytahar Umar Thalib dan Widad Thalib.
Ayahnya yang bekerja dokter dan pengelola rumah sakit menggembleng dirinya dengan keras, diceritakan bahwa ayahnya pernah menguji Faida bermain catur dengan dua papan.
Faida mengawali pendidikannya di MI Nurul Huda Krikilan, Glenmore, Banyuwangi lalu pindah ke sebuah SD Negeri di Kalibaru.
Lulus SD pada tahun 1981, ia melanjutkan pendidikan ke SMP Kalibaru dan SMA Negeri 1 Jember (lulus 1987).
Ia juga sempat mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo pada tahun 1984.
Ia lalu masuk Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan lulus pada 1994.
Kemudian ia masuk ke Pascasarjana UGM dan memperoleh gelar Magister Manajemen Rumahsakit (MMR) pada tahun 1998.
Karir Dokter
Ia mengawali karier di rumah sakit Al-Huda, Genteng, Banyuwangi yang merupakan milik ayahnya sendiri, sebagai staf bidang pelayanan medis.
Posisinya lalu naik menjadi wakil kepala bidang pelayanan medis (1996-1998).
Kemudian, ia menjadi Kepala Bidang Farmasi RS Al-Huda pada tahun 1998 hingga 1999.
Ia lalu menjadi kepala Puskesmas Tulungrejo, Glenmore pada 2001 hingga 2004.
Setelah itu ia kembali lagi ke RS Al-Huda sebagai direktur medis hingga tahun 2009 dan naik menjadi Chief Executive Officer (CEO) hingga saat ini.
Ia juga menjadi direktur utama di RS.
Bina Sehat Jember dan mengepalai Bina Sehat Training Center, sebuah lembaga pendidikan perawat khusus untuk dikirim ke luar negeri.
Sebagai seorang dokter ia juga membuat sebuah buku berjudul Bukan Perawat Biasa.
Jadi Bupati
Ia bersama Abdul Muqit Arief yang merupakan pengasuh pondok pesantren mendaftarkan diri sebagai calon bupati dan wakil bupati yang diusung Partai Nasional Demokrat.
Dalam pilkada, pasangan ini bersaing dengan satu pasangan lainnya, yakni pasangan Sugiarto-Dwi Koryanto.
Lalu pada rekapitulasi suara yang dilakukan KPUD Jember, pasangan Faida-Abdul Muqit memperoleh suara sebesar 525.519 suara (53,76 persen), mengalahkan pasangan lainnya yang mendapat perolehan 452.085 suara atau sebesar 46,24 persen.
Meskipun pada saat rekapitulasi suara sempat diwarnai walk-out oleh saksi pasangan Sugiarto-Dwi Koryanto, namun putusan Mahkamah Konstitusi membuat pemenang pilkada tetaplah Faida.
Ia lalu dilantik oleh Gubernur Soekarwo bersama 17 bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota di Jawa Timur lainnya, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya sebagai bupati pertama wanita dalam sejarah Kabupaten Jember.