Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Makassar

Perkara Perdata Dipaksa Jadi Pidana di Makassar

Victor Lewa, kakak dari Isman Lewa terdakwa kasus dugaan tindak pidana Pasal 266 KUHP mengadu ke Ketua Pengadilan Negeri Makassar.

Penulis: Hasan Basri | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/HASAN BASRI
Suasana Pengadilan Negeri Makassar 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Victor Lewa, kakak dari Isman Lewa terdakwa kasus dugaan tindak pidana Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat, mengadu ke Ketua Pengadilan Negeri Makassar.

Ia meminta adiknya mendapatkan keadilan. Dalam pengaduannya, Victor menjelaskan kedudukan perkara
tersebut.

Menurutnya perkara Pidana Nomor 1228/Pid-B/2020/PN Mks merupakan perbuatan perdata, bukan pidana.

Ia menceritakan kasus ini berawal dari pemberian hibah atas sebidang tanah seluas 640 meter persegi beserta bangunannya yang terletak di Kelurahan Panaikang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Hibah dengan alas hak Sertifikat milik Nomor 4128 (SHM 4128) dan gambar situasi No. 2666 tertanggal 27 Oktober 1983.

Pemberian hibah tersebut dikuatkan dengan akta hibah dihadapan Notaris Andi Mindaryana Yunus dengan No. 220/2012 tertanggal 20 Juni 2012

Akta itu sesuai dengan ketentuan Pasal 1666-Pasal 1693 KUHPerdata dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 kesemuanya terkait dengan ketentuan hibah dan peralihan hak atas tanah atau bangunan.

"Bahwa tahun 2017, Ibu Aida Badji (Ibu tiri) melalui kuasanya an. Daniel Saifuddin Lewa (saudara tiri) melaporkan adik saya, Isman Lewa, dengan dugaan tindak pidana Pasal 266 KUHP terkait pemalsuan surat yang
berhubungan dengan SHM 4128," sebut Victor dalam rilisnya ke tribun-timur.com, Rabu (26/8/2020).

Padahal, klaim Ibu Aida Badji atas harta bersamanya dengan Alm Husain Lewa (ayah kandung) oleh Pengadilan Negeri Makassar telah diperiksa, diadili dan diputuskan.

Putusannya bahwa SHM 4128 tidak termasuk sebagai harta gono gini yang harus dibagi berdasarkan putusan harta gono gini tersebut.

Putusan harta gono gini tersebut kata dia, telah berkekuatan hukum tetap atau in kracht van gewijsde sesuai
Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 325/Pdt.G/2010 jo Putusan Pengadilan Tinggi No. 31/PDT/2011/PT Jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2447 K/Pdt/2012.

Sehingga, lanjut Victor, tidak benar klaim Aida Badji bahwa tanah SHM No. 4128 adalah merupakan harta gono gini.

"Seharusnya jika Aida Badji mengklaim kepemilikan SHM No. 4128 adalah harta gono gininya bersama Almarhum Husein Lewa, maka seharusnya Aida Badji membatalkan dulu kepemilikan sah atas SHM No. 4128 atas nama Isman Lewa tersebut melalui gugatan perdata," paparnya.

Karena sekarang, kata dia, Aida Badji selaku pelapor atas perkara ini tidak mempunyai legal standing atau tidak mempunyai alas hak atas tanah tersebut, namun anehnya tetap diproses.

Berkaitan dengan objek tanah SHM 4128 ini pula, tahun 2015, kata Victor, Isman Lewa melakukan gugatan perbuatan melawan hukum karena adanya pihak lain Haji Aras dan Ir. Sahrul yang menguasai dan menjual tanah tersebut.

Sehingga pihak PN Makassar kembali menyidangkan gugatan yg berkaitan dengan “SHM 4128” dengan putusan bahwa Isman Lewa adalah pemilih sah secara hukum obyek tanah SHM No. 4128, yang diperoleh melalui hibah dari ayahnya Alm. Husein Lewa.

Kepemilikan sah sesuai dengan Putusan PN Makassar No.250/Pdt.G/2015/PN.MKS jo Putusan Pengadilan tinggi No. 89/PDT/2017/PTMKS jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3347 K/2017 MARI.

Dalam sengketa ini pula, Aida Badji (Ibu tiri) juga melibatkan diri dengan melakukan gugatan perlawanan (Gugatan No. 404.Pdt.G/2018/PN Mks) namun PN Makassar menyatakan dalam amar putusannya tidak dapat
diterima.

"Sehingga sangat aneh perkara ini, laporan Aida Badji terhadap adik saya Isman Lewa diproses dan sedangkan sedangkan Aida Badji tidak mempunyai alas hak atas SHM No. 4128," katanya.

Lebih jauh Victor menjelaskan, bahwa sejak dalam tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan di aparat
kepolisian dan Kejaksaan melalui ekspose perkara (Perkara Nomor 1228/Pid-B/2020/PN Mks) dengan melibatkan para ahli hukum perdata dan pidana.

Dimana menyebutkan, kasus tersebut merupakan kasus perdata sehingga uji sahih dan pembuktiannya melalui mekanisme penyelesaian sengketa keperdataan sebagaimana termaktub dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa.

Dari tiga alasan dan penjelasan diatas, kata Victor sebagai saudara Isman Lewa dan saat ini duduk sebagai pesakitan dalam kasus pidana dengan sangkaan Pasal 266 KUHP mempertanyakan kelayakan laporan perlapor.

Apakah bisa dipidanakan secara sewenang-wenang tanpa menimbang berbagai putusan PN Makassar dan tingkatan pengadilan lainnya yang telah berkekuatan tetap.

"Dan layakkah urusan perdata di pidanakan? Serta kerugian apa yang diderita pelapor yang secara nyata tidak memiliki hak atas objek tanah yang dipersoalkan apalagi dengan pelbagai putusan pengadilan diatas," kata Victor.

Disebutkan, semua keterangan adiknya dihadapan notaris tentu terkait dan sesuai dengan isi akta hibahnya.

Karenanya, dugaan tuduhan pemberian keterangan palsu atau diduga tidak memberikan keterangan yang sebenarnya dihadapan notaris merupakan sangkaan tidak berdasar.

"Ini terkesan dibuat-buat dan dipaksakan karena tidak ada hubungan hukum dengan pelapor. Ini mengherankan," tegasnya.

Ia berharap adiknya mendapatkan keadilan yang sebenar-benarnya agar hukum. Dia minta jangan mudah dipermainkan oleh oknum aparat yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan.

"Saya kasihan melihat adik saya itu juga karena memiliki anak balita yang baru berusia 1 tahun lebih sehingga saya berharap permohonan penangguhan penahanannya yang telah diajukan dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim," tuturnya.

Sementara Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali mengatakan pihaknya mempersilakan jika ada pihak-pihak yang berperkara hendak mengadu ke Pengadilan Tinggi Makassar.

Seperti yang dilakukan oleh keluarga terdakwa kasus dugaan pidana pemalsuan surat, Isman Lewa.

"Itu haknya kami tidak bisa menghalanginya," kata Sibali via telepon, Rabu (26/8/2020).

Namun, lanjutnya, perlu diketahui bahwa Pengadilan Tinggi Makassar dalam hal ini tentunya juga tidak bisa mengintervensi sebuah perkara yang sementara berproses di Pengadilan Negeri Makassar.

"Lebih baik kita ikuti saja dulu perjalanan sidangnya di Pengadilan Negeri Makassar. Kan ada tahapan pembuktian apakah nantinya perkara yang dimaksud itu arahnya perdata atau memang murni pidana. Jadi mari kita sama-sama beri kesempatan agar diuji di persidangan," jelasnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved