Oknum Guru Ngaji Cabul di Makassar Dijerat Pasal Berlapis
Seolah malu dan menyesali apa yang telah diperbuat, mata AN Dg Nappa tampak berkaca-kaca.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Oknum guru ngaji AN alias Dg Mappa hanya bisa tertunduk saat belasan kamera wartawan mengarah ke wajahnya.
Seolah malu dan menyesali apa yang telah diperbuat, mata AN Dg Nappa tampak berkaca-kaca.
Disisi kirinya dan kanannya ada Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Yudhiawan Wibisono dan Kasat Reskrim Kompol Agus Khaerul.
AN Dg Nappa dihadirkan dalam konferensi pers pengungkapan kasus oknum guru ngaji cabul di pelataran Mapolrestabes Makassar, Jl Ahmad Yani, Senin (24/8/2020) sore.
Begitu juga dengan barang bukti kasus itu. Seperti celana dalam, baju, karpet dan bangku alas mengaji muridnya turut dihadirkan.
Dugaan perbuatan cabul yang dilakukan AN Dg Nappa terjadi di wilayah Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Juli lalu.
Dalam kasus itu, AN Dg Nappa telah ditetapkan tersangka kasus pencabulan terhadap lima bocah perempuan belasan tahun.
Ke lima bocah itu adalah muridnya yang ingin belajar mengaji.
Saat sedang mengajar, AN Dg Nappa pun melancarkan aski tidak seronok.
Ia oleh polisi dianggap melakukan perbuatan cabul dengan merabah-rabah area vital muridnya.
Sang murid hanya bisa pasrah. Terlebih saat AN Dg Nappa memberikan uang pecahan dua ribu sebagai 'penutup mulut'.
Kasus itu pun terkuak takkalah salah seorang murid berinisial JF (9) enggan mengikuti pelajaran mengaji di bale-bale atau gazebo di halaman depan rumah AN Dg Nappa.
Tepatnya 15 hari, setelah JF rutin mengisi waktu sorenya dengan belajar mengaji di rumah AN Dg Nappa.
Alasan JF tak lagi ikut mengaji mengundang kecuigaan sang ibu, NA.
NA pun mebujuk sang anak (JF) untuk menceritakan alasannya tak lagi ingin belajar mengaji ditempat AN Dg Nappa.
Pengusutan sang ibu (NA) membuat JF pun bercerita. Ia mengaku mendapatkan perbuatan tidak seronok atau cabul oleh gurunya AN Dg Nappa.
Untuk mengonfirmasi pengakuan putrinya (JF) NA pun menanyakan ke murid lainnya, teman mengaji JF, KNF (10), PA (12), NHW (10) dan RA (11).
Rupanya, teman JF juga mengalami hal serupa.
Tak berfikir lama, NA pun menempuh jalur hukum dengan melaporkan kejadian itu ke Unit Perlindunga Perempuan dan Anak (PPA) Reskrim Polrestabes Makassar.
Polisi pun merespon laporan itu dengan melakukan penyelidikan. Penyelidikan dimulai dengan menggali keterangan korban dan orang tuanya selaku saksi pelapor.
Dan puncaknya, Jumat 21 Agustus pekan lalu. Polisi memanggil AN Dg Nappa dan melakukan gelar perkara. Hasilnya, AN Dg Nappa pun didtetapkan sebagai tersangka.
"Jadi di depan rumah dari pada tersangka ini dibangunlah bale-bale yang digunakan untuk mengajak murid-muridnya belajar mengaji, kejadiannya sore hari," kata Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Yudhiawan Wibisono.
"Pada saat (waktu) belajar mengaji, ada salah satu muridnya (AN Dg Nappa) tidak mau lagi belajar di sana. Kenapa tidak mau belajar di situ, padahal orangtuanya kan sudah belajar mengaji di guru ngaji itu, namanya AN Daeng N," sambung Yudhiawan menciritakan kronologi awal kasus itu.
"Kenapa (JF) tidak mau belajar lagi, ternyata setelah dicek ada perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oknum guru ngaji (AN Dg Nappa) ini," tuturnya.
Untuk membuktikan pengakuan JF dan menguatkan proses penyelidikan polisi, JF pun diharuskan mengikuti visum.
Begitu jiga dengan empat korban lainnya, KNF (10), PA (12), NHW (10) dan RA (11).
"Jadi korbannya ada lima, dan hasil visum yang sudah terbukti ada dua orang. Nah, ini kasus masih berlanjut dan sementara kita tangani," ujar Yudhiawan Wibisono.
Akibat perbuatannya, AN Dg Nappa pun dipersangkakan atau dijerat pasal 18 ayat 1 dan 2 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Tap Perpu No 1 Tahun 206 Tentang perbuahan kedua atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Juncto pasa 76 E UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anctaman hukuman dalam penerapan pasal berlapis oleh kepolisian itu minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 hingga 20 tahun penjara atau denda Rp 5 Milliar.