Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Setop Menyebar! Sudah 800 Meninggal karena Hoax dan Teori Konspirasi Corona, Jemaat Juga Jadi Korban

Berhentilah menyebar! Sudah 800 meninggal karena hoax dan teori konspirasi virus corona atau Covid-19.

Editor: Edi Sumardi
SHUTTERSTOCK VIA KOMPAS.COM
Ilustrasi pasien virus corona di Korea Selatan. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Berhentilah menyebar!

Sudah 800 meninggal karena hoax dan teori konspirasi virus corona.

Termasuk jemaat gereja.

Pada saat ini, dunia tidak hanya sedang menghadapi pandemi Covid-19, tetapi juga infodemi mengenai penyakit ini.

Infodemi merupakan kelebihan informasi, yang di dalamnya tercampur hoaks dan teori konspirasi.

Walaupun sekilas tampak tidak berbahaya, infodemi Covid-19 rupanya telah menelan setidaknya 800 korban jiwa di seluruh dunia.

Hal ini diungkapkan oleh sebuah studi yang dipublikasikan dalam The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 

Dikutip dari ScienceAlert, Kamis (13/8/2020); dalam studi ini, sekelompok peneliti penyakit menular internasional menganalisis berbagai media sosial dan situs berita untuk mengetahui bagaimana misinformasi terkait Covid-19 menyebar di internet.

Jrx atau Jerinx SID Tantang Balik Dokter Asal Sulsel Sebelum Tersangka/Ditangkap, Lihat Tulisan Dia

Secara total, mereka menemukan sekitar 2.300 laporan hoaks dan teori konspirasi Covid-19 dalam 25 bahasa di 87 negara.

Mayoritas misinformasi ini ditemukan tidak membantu, dan bahkan bisa berbahaya hingga menyebabkan kematian.

Salah satu contohnya adalah mitos bahwa mengonsumsi alkohol berkonsentrasi tinggi bisa membersihkan tubuh dari virus corona.

Mitos yang tersebar di berbagai negara, termasuk Iran dan Turki, ini menyebabkan 800 orang meninggal dunia, 5.876 harus dirawat di rumah sakit 60 orang menjadi buta setelah mengonsumsi metanol.

Hal serupa juga terjadi di Qatar, di mana dua orang pria meninggal dunia karena mengonsumsi disinfektan atau hand sanitizer berbahan alkohol.

Ilustrasi hand sanitizer.
Ilustrasi hand sanitizer. (KOMPAS.COM)

Sementara itu, di India, sebuah video yang disebar di media sosial juga mengklaim bahwa meminum alkohol yang terbuat dari biji datura yang beracun bisa meningkatkan imunitas terhadap Covid-19.

Akibat menuruti anjuran dalam video ini, puluhan orang, termasuk lima anak-anak, jatuh sakit.

Bahkan, hoaks yang tampaknya jinak pun bisa jadi berbahaya jika jatuh di tangan yang salah.

Di Korea Selatan, misalnya.

Sebuah gereja menggunakan botol semprot yang sama untuk menyemprotkan air garam ke mulut para jemaat dalam upaya menangkal virus corona.

Kejadian ini menyebabkan 100 infeksi Covid-19 baru di antara para jemaat gereja.

Di samping klaim-klaim mengenai upaya penyembuhan Covid-19, para peneliti juga menemukan banyak hoaks dan teori konspirasi lainnya.

Beberapa contoh di antaranya adalah virus corona merupakan sejenis penyakit rabies, virus corona bisa disebarkan lewat ponsel, virus corona adalah senjata biologis yang sengaja direkayasa, virus corona dibuat untuk menjual vaksin dan lain sebagainya.

Para peneliti mengakui bahwa mereka tidak menginvestigasi lebih lanjut tentang seberapa dipercayanya rumor-rumor ini.

Namun, fakta bahwa misinformasi-misinformasi ini bisa beredar dengan bebas di media sosial dan internet adalah masalah besar yang harus bersama-sama kita lawan.

Mereka menulis, misinformasi yang didorong oleh rumor, stigma dan teori konspirasi bisa memiliki implikasi serius terhadap individu dan komunitas jika diprioritaskan di atas panduan berbasis bukti.

"Agensi-agensi kesehatan harus mengawasi misinformasi terkait Covid-19 secara real time, dan melibatkan komunitas lokal dan pemangku kepentingan di pemerintahan untuk mengekspos misinformasi," ujar mereka.

3 Hoaks Corona di Tanah Air

Di Tanah Air juga masif penyebaran hoax terkait virus corona. 

Banyak informasi hoaks dan menyesatkan yang beredar di masyarakat.

Kompas.com merangkum 3 informasi menyesatkan di Tanah Air yang baru-baru ini muncul.

Berikut ulasannya:

1. Virus corona buatan manusia

Banyak orang percaya, virus corona adalah buatan manusia atau dibuat di laboratorium.

Padahal, para ilmuwan di seluruh dunia sudah memaparkan banyak bukti yang menunjukkan bahwa virus corona secara alami ada di alam.

Ini artinya, virus corona bukan buatan manusia, bukan buatan China, dan bukan buatan Amerika.

Virus corona diduga kuat berasal dari kelelawar, kemudian menular antar hewan, bermutasi dan dapat menular ke manusia, hingga akhirnya menyebar luas dan telah menginfeksi 16,4 juta orang di seluruh dunia.

Ilustrasi pasien virus corona atau Covid-19.
Ilustrasi pasien virus corona atau Covid-19. (AFP/STR/CHINA OUT)

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menjelaskan bagaimana virus corona 100 persen berasal dari alam dan tak ada campur tangan manusia.

Dari riset yang dilakukan para ilmuwan sejauh ini, virus corona SARS-CoV-2 memiliki panjang 30.000 basa.

Ketika virus ini dilihat secara keseluruhan, kesamaannya dengan SARS hanya 80 persen.

"Jadi perbedaan (dengan SARS-CoV) cukup banyak, sekitar 20 persen," ungkapnya.

"Nah, yang terdekat itu (SARS-CoV-2) dengan genomnya coronavirus yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda di Yunnan, China," ungkapnya.

"Ini horseshoe bat yang ditemukan di Yunnan ya. Bukan di Tomohon (Sulawesi Utara) atau Jogja. Sebab kasihan juga, kelelawar yang di Tomohon, Jogja katanya mau dibunuh, padahal inangnya beda," imbuhnya.

Ahmad menyampaikan, setiap kelelawar memiliki inangnya masing-masing.

Beda habitat dan spesies kelelawar, juga dapat membedakan inang pada jenis virus corona yang terkandung di dalamnya.

Para peneliti menemukan bahwa kelelawar tapal kuda atau horseshoe bat yang ada di Yunnan, China memiliki kemiripan dengan SARS-CoV-2.

Ahmad mengungkap, tingkat kesamaan virus corona pada kelelawar tapal kuda di Yunnan dengan SARS-CoV-2 adalah 96 persen.

"Perbedaan 4 persen (SARS-CoV-2 dengan virus corona di kelelawar yang ada di Yunnan) ini secara keseluruhan. Dengan kata lain, terdapat 1.200 titik yang berbeda (4 persen kali 30.000 jumlah basa SARS-CoV-2) secara keseluruhan," jelas Ahmad.

 Secara keseluruhan, perbedaan SARS-CoV-2 dengan virus corona di trenggiling memang agak jauh.

"Jadi paling dekat secara keseluruhan (perbedaan SARS-CoV-2) memang dengan kelelawar, tapi kalau dilihat pada spikenya lebih dekat dengan virus corona pada trenggiling," lanjutnya.

Pada studi-studi awal terkait virus corona penyebab Covid-19, para ahli mengatakan virus ini memiliki kemiripan dengan SARS-CoV penyebab SARS pada 2003.

Namun setelah diteliti lagi, spike pada SARS-CoV-2 dengan SARS-CoV memiliki perbedaan pengurutan gen yang sangat banyak.

"Jadi kalau misalnya saya merekayasa, membuat virus (SARS-CoV-2), kenapa saya harus mengubah titik-titik yang ada pada SARS-CoV-2. Justru yang ditemukan, setelah kita baca sekuensnya, itu sudah ada di alam, yaitu yang ada di coronavirus-nya trenggiling," jelas Ahmad.

"Dan, titiknya itu random. Ada sekitar enam titik yang berubah dan memiliki asam amino yang beda banget," tambahnya.

Ahmad menjelaskan, protein terdiri dari asam amino. Asam amino sendiri ada yang sifatnya hidrofilik atau suka dengan air dan hidrofobik yang artinya tidak menyukai air.

Ketika para ilmuwan ingin mengubah suatu fungsi, peneliti tidak akan mengubah secara drastis.

"Tapi yang terjadi pada virus corona SARS-CoV-2, perubahannya cukup drastis. Bukan cuma satu atau dua (titik), tapi enam titik," kata Ahmad.

Dikatakan Ahmad, yang menarik dari virus corona SARS-CoV-2, semakin berubah titiknya, semakin kuat ikatannya.

"Sekali lagi, kalau kita ikutin logika manusia, ini enggak masuk akal. Kenapa kita harus mengubah di enam titik yang kesannya random. Enggak ada logikanya sama sekali. Selain itu, (perbedaan yang ada) justru dapat mengikat (ke sel manusia) lebih kuat," paparnya.

2. Thermo Gun disebut berbahaya untuk otak 

Thermo gun, alat pengukur suhu yang kerap kita jumpai belakangan ini, telah menjadi korban baru dari informasi palsu terkait Covid-19.

Banyak masyarakat bertanya-tanya tentang keamanan thermo gun atau alat pengukur suhu berbentuk pistol yang ditembakkan ke dahi itu. Ada yang mengatakan, thermo gun dapat menyebabkan kerusakan di otak.

Perlu diketahui dan dipahami, ini adalah informasi yang salah atau hoaks.

Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM selaku Ketua yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar.

"Alat itu (thermo gun) menggunakan inframerah bukan laser," kata Aru menyanggah ucapan Ichsannuddin, dihubungi Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Selain itu, Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP yang merupakan guru besar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RS Cipto Mangunkusumo juga menegaskan hal yang sama.

Ari menyampaikan, thermo gun sudah lolos uji kesehatan dan aman digunakan.

 "Thermal gun sudah lulus uji kesehatan, jadi sudah diperhitungkan bahwa alat ini aman," kata Ari kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).

Ari yang juga merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) juga menyampaikan bahwa alat ini tidak akan berpengaruh pada sistem saraf dan retina karena tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X.

"Thermometer inframerah tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X. Dan karena itu, tidak mempengaruhi sistem saraf termasuk juga tidak merusak retina," jelasnya.

3. Indonesia dijadikan kelinci percobaan

Pertengahan Juli lalu, Bio Farma telah menerima vaksin Sinovac dari China sebanYak 2.400 buah.

Vaksin itu akan digunakan sebagai uji klinis fase 3 yang bertujuan menguji khasiat vaksin corona dan mengetahui efektivitas dari vaksin Sinovac dalam melawan virus SARS-CoV-2.

Berkaitan dengan kabar Indonesia akan melakukan uji klinis fase 3 untuk vaksin Covid-19, sejumlah orang justru beranggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan.

Vaksin untuk virus corona atau Covid-19, Sinovac.
Vaksin untuk virus corona atau Covid-19, Sinovac. (ABC)

Ahmad Utomo pun angkat bicara dan menjelaskan duduk perkaranya.

Dia mengatakan kepada Kompas.com, Minggu (26/7/2020), anggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan itu menyesatkan dan salah besar.

Ahmad menerangkan bahwa wilayah dengan angka penyebaran virus yang masih tinggi ideal untuk uji klinis fase 3.

"Untuk menguji efektivitas suatu vaksin, tentu idealnya kita mencari daerah hotzone, wilayah-wilayah yang infeksinya masih tinggi," terang Ahmad.

"China itu sudah terkendali. Beberapa waktu lalu mereka (China) ketemu 30 orang positif, langsung lockdown Beijing. Nah kita yang di Jakarta aja ada banyak banget, Jawa Timur dan Solo juga masih tinggi (kasus) per hari," ucapnya.

"Area-area yang tinggi seperti ini, justru malah ideal untuk menguji vaksin. Karena nanti kita bisa bandingkan, kelompok yang diberi vaksin dengan kelompok yang diberi plasebo (cairan kosong)."

Ahmad pun menegaskan, hal ini bukanlah konspirasi China. Tujuannya memang untuk mencari target yang ideal.

Perlu diingat, selain Indonesia, negara lain yang ditunjuk melakukan uji klinis fase 3 adalah Brasil dan Bangladesh.

Dari penjelasan Ahmad tersebut, informasi yang mengatakan Indonesia adalah kelinci percobaan untuk vaksin corona adalah hoaks dan menyesatkan.

Selain itu perlu diketahui, pada fase 2 uji klinis China juga melibatkan 500 relawan untuk terlibat dalam penelitian.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved