Pistol Kaliber 9 MM
Heboh Ketua MPR RI Bamsoet Minta Jenderal Idham Agar Pistol 9 MM Dilegalkan, Ternyata Ini Maksudnya
Heboh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet Minta ke Kapolri Jenderal Idham Azis Agar Pistol 9 MM Dilegalkan, Ternyata Ini Maksudnya
Pernyataan Bamsoet tersebut kemudian mendapat reaksi dari masyarakat di media sosial.
Peluru Karet
Untuk peluru tajam, hanya diperbolehkan senapan berkaliber 12 GA dan pistol/revolver berkaliber 22, 25 dan 32. Sementara untuk senjata api peluru karet dan senjata api peluru gas, hanya dibolehkan yang berkaliber 9 mm.
Senjata api peluru karet dan peluru gas tidak mematikan, tapi tetap berbahaya. Karena itu, peluru karet dan peluru gas dibatasi untuk peluru berkaliber 9 mm. Senjata berkaliber peluru lebih dari itu akan dikatakan ilegal dan wajib diserahkan ke kepolisian.
Bamsoet mengatakan, dirinya berencana menggelar pertanding Lomba Asah Kemahiran Menembak bagi para pemilik izin khusus senjata api bela diri. Lomba ini akan memperebutkan Piala Ketua MPR RI.
Nantinya peserta akan berlomba menggunakan pakaian sehari-sehari dengan senjata yang tidak terlihat publik. Aspek yang ditekankan pun adalah penggunaan senjata api pada kehidupan sehari-hari.
"Sebelum lomba para peserta akan dibekali ilmu tentang bagaimana teknik penembakan, teknik bergerak, hingga teknik reload magazine. Dan yang terpenting, tentang keamanan senjata dan arena penembakan. Lebih dari itu, tentunya tentang filosofi pistol sebagai alat membela diri, bukan untuk ajang pamer, gagah-gagahan ataupun menunjukan kekuatan," ujar Bamsoet.
Bukan Prioritas
Terkait usulan Bamsoet itu, anggota DPR Fraksi PAN, Saleh Daulay menilai, kepemilikan senjata untuk sipil bukanlah hal prioritas saat ini, apalagi hanya untuk kalangan tertentu. "Menurut saya, kepemilikan senjata di Indonesia bukan prioritas. Apalagi, kepemilikan itu hanya untuk orang-orang tertentu. Kalau alasan untuk bela diri, semua orang tentu saja berhak membela diri," kata Saleh, Minggu (2/7).
”Kalau hanya untuk orang-orang tertentu, berarti tidak adil juga. Takutnya ada kesan bahwa sebagian warga lebih hebat dari warga lainnya," sambungnya.
Menurut Saleh, selama ini aparat kepolisian sudah cukup untuk menjaga keamanan. Masyarakat dapat meminta bantuan kepolisian jika dibutuhkan. Karena itu, tidak perlu kepemilikan senjata dilegalkan lagi.
Saleh menilai, kepemilikan senjata seperti pisau bermata dua. Awalnya untuk membela diri, tetapi pada saat-saat tertentu bisa saja disalahgunakan dan senjata justru dikeluarkan untuk menakut-nakuti orang. "Nanti ada yang gagah-gagahan. Tunjukin sana-sini. Terus, pas lagi ribut sama orang, bisa jadi senjata dikeluarkan. Alasannya, ya bela diri itu tadi," ujarnya.
Ketimbang memikirkan kepemilikan senjata untuk sipil, kata Saleh, saat ini lebih baik fokus menangani Covid-19. Semua energi yang ada sebaiknya dipergunakan untuk mengantisipasi dan memutus mata rantai virus tersebut.
"Kepemilikan senjata bukan kebutuhan yang mendesak. Kalaupun tidak ada senjata itu, ya tidak akan mengurangi apa-apa. Perbanyak silaturahim saja agar semuanya damai dan sejahtera," ujarnya.
Senada dengan Saleh, anggota komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman mengatakan, tak ada kepentingan yang mendesak sehingga masyarakat harus memiliki pistol. "Saya kurang sepakat karena belum ada kepentingan mendesak," katanya kepada wartawan, Minggu (2/8).