Hampir Setiap Hari Injak Tai Ayam, Warga Ini Temboki Jalan Masuk Rumah Tetangganya, Selengkapnya
Tepat di depan rumahnya di Desa Gandukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur ini didirikan tembok setinggi satu meter
TRIBUN-TIMUR.COM - Ajaran untuk hidup rukun bertetangga rupanya tidak semua bisa kita temui
Nyatanya seperti yang dialami Wisnu Widodo, warga Ponorogo Jawa Timur
Yang harus sampai ke meja hijau karena bermasalah dengan tetangganya
Karenanya hanya soal Kotoran ayam (tahi ayam), membuat Wisnu harus merasa kesulitan disebabkan akses keluar dari pekarangan rumahnya dipadari tetangganya sendiri
Tepat di depan rumahnya di Desa Gandukepuh, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur ini didirikan tembok setinggi satu meter.
Karena ada tembok inilah untuk bisa ke luar rumah, Wisnu harus melompat tembok itu.
• Kronologi Analisis Polisi Bagaimana Yodi Prabowo Bunuh Diri, Apa Motifnya? Sempat ke Dokter Kelamin
• Bikin Sedih,Ini Alasan Kenapa Istri KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa Pakai Masker Seharga Rp 22 Juta
Yang membangun tembok adalah tetangganya M
Masalahnya M ini marah karena hampir setiap hari harus menginjak tai ayam dari peliharaan Wisnu
Sedihnya pagar tembok itu sudah dibangun selama 4 tahun
Artinya untuk keluar dari pekarangan rumah, Wisnu harus memanjat pagar tembok tersebut
Kejadian itu berawal dari kemarahan M, tetangga yang membuat tembok di depan rumah WIsnu.

Ceritanya pada tahun 2016 Wisnu memelihara ayam di rumahnya.
Lalu setiap kali melewati depan rumah Wisnu, M mengaku risih karena menginjak kotoran ayam.
“M sama suaminya lewat kadang kadang mlecoki telek (menginjak tahi ayam) yang memicu masalah. Akhirnya ya dipagar itu,” kata Suroso, Kepala Desa Gandukepuh.
Setelah ada tembok itu, Wisnu pun terpaksa melompati tembok tersebut jika ingin keluar masuk rumah.
"Ya sulit kalau begitu mau masuk rumah,” kata Wisnu saat dihubungi.
Sementara itu, Wisnu mengaku ada jalur alternatif di samping rumahnya.
Sayangnya, jalur alternatif yang merupakan gang di samping rumahnya itu hanya selebar badan orang dewasa.
Wisnu pun terpaksa menaruh kursi untuk membantunya melewati tembok tersebut.
Sementara pemerintah desa mengatakan, pagar tembok itu dibangun di atas lahan milik desa.
Lahan itu tak bisa diklaim sebagai hak milik.
Perselisihan dua warga itu pun sudah masuk ke pengadilan.
Hasilnya, pengadilan telah memenangkan Wisnu karena dirugikan atas pembangunan pagar temboktersebut.
"Ketika surat pengadilan saya kasih, dengar-dengar mau banding si M," kata Kepala Desa Gandukepuh Suroso.

Rumah Mbah Sri Viral
Sebelumnya, rumah berukuran sekitar 2x4 meter di RT 1 RW 4 Kelurahan Bangunsari, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mendadak menjadi viral.
Rumah milik seorang nenek bernama Sri Mulyatni (70) ini menjadi perbincangan warganet setelah diunggah di Facebook oleh sebuah komunitas yang peduli terhadap keberadaan orang miskin di Ponorogo.
Bukan hanya ukuran rumahnya yang menarik para netizen hingga menjadi perbincangan di media sosial.
Lokasi rumahnya yang digambarkan dalam postingan di facebook, rumah "Mbah Sri" berada di antara gang sempit, diapit rumah tetangganya.
Dalam postingan itu, disebutkan hanya ada satu jalan menyerupai lorong berukuran lebar sekitar 30 cm.
Padahal faktanya, lorong itu hanyalah jalan alternatif, sedangkan jalan utama berukuran sekitar satu meter.
Kepala Kelurahan Bangunsari, Dwi Cahyanto, mengatakan dalam postingan tersebut tidak seluruhnya benar.
Lorong sempit tersebut bukanlah satu-satunya akses ke rumah Mbah Sri.
"Lorong sempit itu bukan jalan utama, itu jalan alternatif, trabasan. Dan memang nggak lazim bila dipakai buat jalan. Lorong itu benar ada, tetapi jalan utamanya juga ada. Masih ada jalan, lebarnya sekitar satu meter," kata Dwi saat ditemui di lokasi, Senin (16/10/2017) siang.
Dwi menuturkan, sejak ramai diberitakan di media sosial, sejumlah petugas dinas sosial mendatangi Mbah Sri dan menawarinya untuk pindah ke panti jompo. Namun, Mbah Sri menolak.
Sementara itu, kepala RT 1 menuturkan selama ini, warga sekitar rumah Mbah Sri sudah memberikan bantuan.
Dikatakan, sejak Juli 2011 warga bergotong royong membantu Mbah Sri.
Sebulan sekali, warga secara suka rela menyumbangkan bantuan yang disimpan dalam kas.
"Sebulan sekitar 300 ribu, sesuai kebutuhan. Nanti dibelanjakan kebutuhannya sehari-hari, ada yang merawat namanya Jumiyati yang membelanjakan," katanya.
Ia menuturkan, Mbah Sri belum pernah menikah. Sebelumnya tinggal bersama lima orang saudaranya bersama orangtuanya di rumah berukuran sekitar 10x8 meter.
Namun, rumah itu akhirnya dijual oleh orangtuanya.
"Dulu keluarganya ada, tinggal satu rumah berukuran sekitar 10x8 meter, tapi akhirnya dijual. Mbah Sri ditinggali dapur ukurannya sekitar 2x4 meter, yang sekarang ditempati itu. Saudaranya tinggal satu, tetap tidak jelas keberadaannya," katanya.
Sementara itu, ketika ditemui Mbah Sri mengaku enggan pindah dari rumahnya meski ditawari tinggal di panti jompo. "Mboten, kulo teng mriki mawon. (Enggak, saya tinggal di sini saja)," kata Mbah Sri.
Karena faktor usia, Mbah Sri sudah tampak lemah. Kedua matanya juga sudah tidak dapat melihat.
Sudah sekitar dua puluh tahun, Mbah Sri tinggal di rumah kecilnya.
Di dalam rumah terdapat satu tempat tidur, satu lemari pakaian, satu meja dan sebuah temboksetinggi meter yang menjadi pembatas dengan WC.
Atap rumahnya terbuat dari kerangka bambu sudah tampak rapuh, tanpa menggunakan plafon.
"Kalau hujan ya bocor," kata Mbah Sri.
Untuk makan dan minum, Mbah Sri mengandalkan uluran tangan dari tetangganya. Kadang, Mbah Sri memasak nasi sendiri.
"Ya saya gerayangi," kata Mbah Sri saat ditanya bagaimana caranya memasak.
Ia mengaku memiliki satu orang saudara bernama Nurdayatun, yang kini tinggal di Surabaya.
Namun, ia mengaku tidak mengetahui dimana alamat rumah saudaranya.
"Alamatnya saya tidak tahu," katanya.
Mbah Sri menceritakan, dahulu ia pernah diajak pindah oleh ibunya Sastro Diwiryo ke Wonogiri, namun ia tidak mau.
"Dulu saya mau diajak pindah ke Wonogiri, sama ibu saya. Tapi saya tidak mau," katanya.
Sejak kondisi rumah Mbah Sri diposting di facebook, sejumlah komunitas dan sejumlah warga Ponorogomemberikan bantuan kepada Mbah Sri.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul 4 Tahun Warga Ponorogo ini Harus Lompat Tembok untuk Bisa Keluar Rumah, Cuma Gara-gara Tahi Ayam, https://surabaya.tribunnews.com/2020/07/25/4-tahun-warga-ponorogo-ini-harus-lompat-tembok-untuk-bisa-keluar-rumah-cuma-gara-gara-tahi-ayam?page=all