Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Banjir Bandang Luwu Utara

Alih Fungsi Lahan Diduga Salah Satu Penyebab Banjir Bandang Luwu Utara

Banjir bandang Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, telah menewaskan 38 orang dan 15 ribu orang mengungsi.

Penulis: Chalik Mawardi | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/CHALIK MAWARDI
Warga Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, berupaya membersihkan material pasir dan lumpur yang menimbun rumah mereka, Kamis (23/7/2020). 

TRIBUNLUTRA.COM, MASAMBA - Banjir bandang Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, telah menewaskan 38 orang dan 15 ribu orang mengungsi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut tiga penyebab banjir bandang.

Yakni hujan, alih fungsi lahan, dan faktor geologi.

Pusat Data Informasi dan Komunikasi Publik BNPB Raditya Jati melalui kanal YouTube mengatakan, penyebab pertama banjir bandang adalah curah hujan yang cukup tinggi.

"Kedua peralihan fungsi lahan. Ketiga sejarah patahan bumi yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu melemah sehingga mudah longsor," ujar Raditya, Kamis (23/7/2020).

Raditya memaparkan gambar alih fungsi lahan di kawasan Luwu Utara.

Gambar yang dia tampilkan adalah potret dari udara.

Menyoroti wilayah sekitar Bandara Andi Djemma Masamba

Pada 9 April 2017, belum ada galian dititik yang dia sorot.

Tanahnya masih berwarna hijau.

Kemudian pada 30 Oktober 2019, mulai muncul galian seluas kurang lebih 60 hektare.

Pada 30 Agustus 2019, galian tersebut masih ada.

Selanjutnya pada 14 Oktober 2019, galian itu sudah ditutupi oleh vegetasi.

Namun pada saat yang sama, muncul lagi galian baru di dekatnya seluas 26 hektare.

Kepala Bidang Analisis Varibilitas Iklim BMKG Indra Gustari memaparkan, Luwu Utara termasuk salah satu dari 30 persen daerah Indonesia yang masih mengalami hujan.

Saat 60 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.

Data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menunjukkan bahwa hujan lebat mengguyur Luwu Utara pada 12 Juli dan 13 Juli.

Banjir bandang itu datang pada 13 Juli pukul 19.30 Wita.

Sebenarnya, curah hujan yang menyebabkan Luwu Utara terendam banjir bukan hanya curah hujan pada tanggal itu saja.

Melainkan juga curah hujan pada hari-hari sebelumnya.

Kepala Pusat Penginderaan Jarak Jauh LAPAN, Rokhis Khomaruddin memaparkan adanya perubahan tutupan lahan yang terlihat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Balease, Rongkong, dan Amang San Ang.

Di kawasan itu, ada penurunan hutan primer sekitar 29 ribu hektare.

Terdeteksi pula lewat citra Landsat pada 2010 dan 2020.

Adanya peningkatan pertanian lahan basah sekitar 10.595 hektare dan peningkatan lahan perkebunan seluas 2.261 hektare.

"Secara daya dukung lingkungan, perubahan tutupan lahan ini masih bukan faktor utama penyebab bencana banjir yang terjadi," kata Rokhis.

Selain karena alih fungsi lahan dari hutan ke non hutan, banjir ini juga dipengaruhi curah hujan dan longsor pada kawasan Rongkong, Radda, dan Masamba.

Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto menjelaskan, kontribusi kestabilan lereng yang terganggu sejak jauh-jauh hari sebelum banjir terjadi.

Rekomendasi PVMBG, pertama batasi permukiman di jalur sungai dan membatasi wilayah-wilayah di mulut lembah.

Kedua tanami tanaman berakar kuat untuk mencegah erosi.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luwu Utara Ahmad mengatakan, dari analisa sementara pantauan udara terdapat dua longsoran besar.

Diakibatkan adanya proses geologi di dalam kawasan hutan lindung Gunung Lero dan Gunung Magandang.

"Ini berdasarkan pantauan udara dan hasil analisa sementara, dimana banjir bandang kemarin masuk sebagai bencana geologi yang diakibatkan oleh proses alamiah," ujar Ahmad.

Anggota Ikatan Alumni Geologi Unhas menjelaskan, ada dua titik longsoran besar di Gunung Lero dan Gunung Magandang .

Material longsor Gunung Lero mengarah ke hulu Sungai Radda di Desa Meli dan Desa Radda.

Sedangkan material longsoran Gunung Magandang mengarah ke Sungai Salu Kula melalui anak-anak sungainya.

"Sungai ini terletak dan mengalir melalui Desa Lero. Aliran saat banjir bandang membawa sedimen ke dua sungai tersebut (Sungai Radda dan Sungai Masamba)," ujar Ahmad.

Ia menambahkan, curah hujan tinggi menjadi faktor pendorong.

Mengakibatkan sedimen yang sebelumnya telah tertumpuk di hulu sungai terbawa air di saat intensitas hujan sedang tinggi.

Seperti yang berlangsung di Luwu Utara hingga saat ini.

"Jadi sedimen yang terbawa dari longsoran mengarah ke badan sungai. Badan sungai yang kecil tidak mampu menampung volume sedimen yang besar, sehingga saat curah hujan tinggi sedimen menjadi terbawa saat banjir melanda," jelasnya.

"Sedimen yang jatuh jenisnya pasir, berasal dari batu granit di pegunungan serta lumpur yang ikut terbawa," terang dia.

Kendati demikian, faktor utama penyebab banjir bandang dan jumlah titik longsoran masih harus melalui kajian lebih lanjut.

Ahmad berharap masyarakat yang bermukim di bantaran sungai untuk sementara tidak kembali ke hunian.

"Hingga BMKG menyatakan kondisi cuaca kondusif," tuturnya.(*)

Laporan Wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved