Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nadiem Makarim

HEBOH! Muhammadiyah Mundur dari Program Nadiem Telan Anggaran Hampir Rp 600 Miliar, Negara Rugi?

Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Istimewa
HEBOH! Muhammadiyah Mundur dari Program Nadiem Telan Anggaran Hampir Rp 600 Miliar, Negara Rugi? 

HEBOH! Muhammadiyah Mundur dari PROGRAM Nadiem Telan Hampir Rp 600 Miliar, Rugikan Negara?

TRIBUN-TIMUR.COM,- Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam Program Organisasi Penggerak (POP) yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud).

Kemendikbud sendiri melalui Institut SMERU selaku evaluator independen telah menyelesaikan seluruh tahapan proses evaluasi terhadap proposal organisasi kemasyarakatan yang mengikuti Seleksi POP.

Program Organisasi Penggerak diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Episode Keempat pada 10 Maret 2020.

POP bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah melalui pelatihan yang diharapkan secara efektif meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

“Organisasi-organisasi yang terpilih sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah,” papar Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril pada Bincang Sore, Senin (20/7/2020).

Kriteria pemilihan organisasi dinilai tidak jelas

Mengutip Kompas.tv, Rabu (22/7/2020) Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno menilai POP merupakan program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia.

Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, lanjut dia, telah mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia. "

Mengingat rekam jejak yang dimiliki persyarikatan Muhammadiyah terhadap bangsa ini telah dilakukan sejak 1918 yang meliputi tidak hanya di bidang kesehatan dan gerakan sosial keummatan, tetapi juga bidang pendidikan," kata Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.tv, Selasa (21/7/2020).

Kasiyarno juga mengatakan, infrastruktur yang dimiliki oleh Majelis Dikdasmen Muhammadiyah di wilayah Indonesia pun sudah sangat lengkap.

Namun, dalam perjalanannya, Kasiyarno memastikan bahwa Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.

"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," tegas Kasiyarno.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan utama Majelis Dikdasmen PP Muhammdiyah mundur dari POP Kemendikbud itu adalah:

1. Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020.

2. Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

3. Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini.

Kasiyarno meminta Kemendikbud meninjau ulang Program Organisasi Penggerak (POP) tersebut.

"Kami mengusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meninjau kembali terhadap surat tersebut untuk menghindari masalah yang tidak diharapkan di kemudian hari," saran Kasiyarno.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada Apa?"

Disoal Komisi X DPR RI

Komisi X DPR mempertanyakan masuknya dua organisasi sosial yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dalam Program Organisasi Penggerak.

“Kami tidak memungkiri jika program organisasi penggerak bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan.

Kendati demikian, harus digarisbawahi bahwa program organisasi penggerak juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat,

khususnya yang bergerak di bidang pendidikan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Selasa (21/7/2020).

Huda menjelaskan semangat Program Organisasi Penggerak merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang Pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia.

Untuk mendukung program ini maka Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp 600 miliar.

Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih.

“Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” katanya.

Berdasarkan data tersebut, kata Huda, juga diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos sebagai Organisasi Penggerak.

Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah. Untuk kategori ini organisasi penggerak bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp20 miliar per tahun dengan sasaran lebih dari 100 sekolah baik jenjang PAUD/SD/SMP.

“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” katanya.

Politikus PKB ini merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru.

Menurutnya, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).

Harusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.

“Lha ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, Yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” pungkasnya.

Untuk diketahui Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.

Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.

Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.

Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.

Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang.

Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar/tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada Apa?"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved