Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Makassar

Gabungan Santri NU dan Muhammadiyah Makassar Juga Demo, Ini Tuntutannya

Gabungan Santri Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah demo di Makassar, Kamis (16/7/2020).

Penulis: Alfian | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/ALFIAN
Puluhan demonstran sudah menggelar aksi di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan, Jl Urip Sumoharjo, Makassar. Para demonstran ini merupakan gabungan santri se-Makassar. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gabungan Santri Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah ikut turun menyuarakan penolakannya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law di Makassar, Kamis (16/7/2020).

Gabungan Santri yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Rakyat, Tolak Omnibus Law ini menggelar aksi sejak Pukul 07.00 Wita di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Abu Kapota, menerangkan bahwa keputusan mereka menolak RUU Omnibus Law dilandasi beberapa alasan.

“Ada banyak hal yang bertentangan dengan landasan Undang-Undang kita dan terutama dampaknya secara luas kepada masyarakat nantinya lebih banyak negatifnya,” terangnya.

Berikut Pernyataan Sikap Gabungan Aliansi Selamatkan Rakyat, Tolak Omnibus Law:

Di tengah situasi COVID 19 yang semakin meningkat, Pemerintah Indonesia dengan gencarnya menggenjot pengesahan Omnibus Law.

Hal ini tentu menjadi pertanyaan, ada apa gerangan? Fokus perhatian masyarakat untuk mengatasi Covid 19 akhirnya dimanfaatkan oleh pemerintah maupun DPR untuk sembunyi-sembunyi mensahkan Omnibus Law.

Produk hukum ini, bersamaan dengan Revisi UU Minerba (Mineral dan Batu Bara) bersama RUU Cipta Kerja merupakan agenda dari bagian perencanaan skala besar untuk menjual kue Indonesia ke tangan para investor.

Omnibus Law tindak lanjut dari upaya meminimalisir sumbatan pipa (bottle neck) berupa regulasi-regulasi yang menghambat investasi dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

Hal ini untuk memuluskan jalan rencana kerja MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia : 2011-2025). Pemerintah rezim saat ini hanya melanjutkan rencana busuk menjual Indonesia pada era SBY.

Dengan skema koridor ekonomi ini, yang antara lain mendorong secara massif ekspolitasi besar-besaran terhadap tambang, energi, termasuk industri, kelautan, pariwisata dan telekomunikasi.

Masing-masing pulau sudah ditetapkan statusnya, seperti sumatera dan kalimantan untuk menyuplai bahan baku tambang dan energi, Jawa untuk mendukung sektor jasa, Sulawesi adalah tambang, pertanian, kelautan, bali dan NTT adalah pariwisata, dan Papua dalam bentuk energi, pangan perikanan, dan tambang nasional.

Untuk merealisasikan hal ini, maka dibuatkan rancangan skala besar, seperti penentuan jenis komoditi yang akan dieksploitasi, penyiapan undang-undang yang mendukung percepatan ekonomi, pembangunan infrastruktur besar-besaran, serta SDM dan IPTEK. Kata kunci rancangan mega besar ini, yaitu interkoneksi, integrasi, serta debottleneck (menguraikan hambatan), cara untuk menguraikan hambatan investasi, yaitu menyederhanakan, mengoreksi, hingga menghilangkan segala regulasi yang dianggap akan menghambat aliran investasi.

Pemerintah tugasnya hanyalah sebagai pengawas jalannya pembangunan (panitia), penyiapan SDM melalui universitas dan Lembaga IPTEK, sedangkan dalam pengelolaan sumberdaya : mulai dari sektor produksi (diutamakan adalah investor), Inkubasi/invensi atau pengembangan riset (investor), Kuality Control dan Pemasaran (investor). 

UU Omnimbus Law adalah bagian dalam mendukung itu untuk menghilangkan debottleneck, terdapat juga puluhan undang-undang lain, baik dari sektor pertanahan untuk mempercepat pengadaan tanah untuk umum, sektor keuangan mengenai regulasi pengaturan pajak, tentang Izin Usaha Tambang, PP tentang Kawasan Ekonomi Khusus di beberapa tempat, sektor kehutanan mengenai pengelolaan Kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan, percepatan pembangunan daerah, khususnya infrastruktur di Papua.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved