GIZ Innovation Challenge
Dosen Kehutanan Unismuh Makassar, Satu-satunya Wakil Indonesia di Ajang GIZ Innovation Challenge
Dosen Program Studi Kehutanan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Naufal berhasil lolos masuk 5 besar kategori digitalisasi GIZ Innovation Challange.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar, Naufal berhasil lolos masuk 5 besar kategori digitalisasi dalam ajang GIZ Innovation Challenge.
Untuk diketahui, organisasi Internasional Pemerintahan Jerman, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) mencari orang-orang yang memiliki ide dan inovasi terbaik dibidang pertanian bertajuk GIZ Innovation Challenge tersebut.
Sebanyak tiga kategori orang-orang yang memiliki ide dan inovasi tersebut yakni mekanisasi, digitalisasi, dan energi terbarukan.
Setiap ketegori tersebut masing-masing akan dicari lima finalis dan dihadiahkan 50.000 euro untuk tebaik pertama, 30.000 euro untuk terbaik kedua, dan 10.000 euro untuk terbaik ketiga, yang juga berpeluang untuk mendapatkan kerjasama atau dukungan dalam jangka panjang.
Sejak Maret 2020, Naufal yang juga menjadi Program Manager Yayasan Sulawesi Community Foundation (SCF) ini mengikuti seleksi ketat bersama 1.000 lebih ide dan inovasi yang berasal dari 44 negara di seluruh dunia dengan beberapa tahapan untuk menentukan 5 finalis terbaik dari setiap kategori.
Hingga akhirnya, Juli 2020, masing-masing lima finalis telah ditetapkan setiap kategorinya. Total kini 15 finalis dan dari keseluruhan hanya satu orang yang berasal dari Indonesia yakni Naufal.
CEO PT Digital Engineering Indonesia (DEI) mengatakan secara khusus dalam invoasi/ide yang didorong olehnya bertujuan untuk membuat system pengelolaan lahan di Desa.
"Tentunya ini harus dapat berkelanjutan dan secara mudah melalui siste yang terintegrasi dengan sensor iklim, petak lahan, perencanaan lahan desa, jenis dan produktivitas pertanian, input akademisi dan kebutuhan pasar," tuturnya kepada tribun-timur.com, Minggu (12/7/2020).
Disamping itu, lanjutnya, peningkatan jaringan internasional dan kerjasama antar ide/inovasi lintas negara dapat terwujud untuk menuntaskan masalah kelaparan khususnya pemenuhan disektor pangan-pertanian.
"Sehingga pertanian harus menjadi lebih efisien dan berkelanjutan di sepanjang rantai nilai," jelasnya.
Sayangnya, pada masa pandemi virus corona pelatihan yang dilakukan harusnya bertatap muka di Berlin namun beralih menjadi virtual.
Sebanyak tiga kali pelatihan diberikan guna mempersiapkan diri mempersentasekan inovasinya di hadapan dewan juri dan ribuan masyarakat Internasional di Berlin Jerman pada September 2020.
Persentase terebut untuk menentukan terbaik pertama, kedua, dan ketiga.
"Tetapi karena kondisi Covid-19 dan menghindari adanya event yang mengahadirkan banyak orang pihak panitia memutuskan untuk melakukan semua rangkaian kegiatannya melalui online/virtual meeting," tutur Naufal.
Pelatihan pertama dilaksanakan pada 7 Juli 2020 secara virtual menggunakan zoom.
Pelatihan ini dilakukan oleh Scio Network. Advisory Services for International Cooperation yang merupakan sebuah perusahaan internasional yang bergerak dibidang Layanan mentoring dan kerjasama internasional.(*)
Laporan Wartawan Tribun Timur Desi Triana