Sepak Terjang Vina Karyawan Bank BUMN yang Bawa Kabur Uang Nasabah, Incar Om-om
Diketahui, sempat Vina karyawati bank BUMN buron setelah Vina menggasak uang nasabah miliaran rupiah.
Kabarnya, target nasabah yang diincar Vina adalah bapak-bapak pejabat (kepala dinas dan anggota dewan), pengusaha, hingga kontraktor.
Seorang pengusaha kepada Serambinews.com mengaku ada sekitar Rp 2 miliar uang miliknya dibawa kabur oleh Vina.
Pengusaha lainnya Yacob, bahkan hampir jadi korban.
Ia mengaku dijanjikan hadiah berupa 1 unit N-Max jika mau mendepositokan uangnya sebesar Rp 1 miliar.
“Iya, saya hampir tertipu dengan RS ini. Dia janji memberikan sepeda motor N-Max kalau saya mau depositokan uang Rp 1 miliar selama 1 tahun," ujar Yakob, salah seorang nasabah.
Tidak hanya hadiah N-Max, ia juga dijanjikan akan mendapatkan bunga deposito sebesar 7 persen.
"Saya mulai curiga, kalau pun ada uang, mana mungkin ada pegawai bank gajinya terbatas, mau memberikan sepeda motor cuma-cuma, kalau tidak bertujuan merayu kita,” ujar Yakob.
• Balas Dendam, Istri Jual Suami ke Pelakor Seharga Rp 234 Ribu, Ternyata Uang Digunakan Untuk ini
• Segini Dana Disiapkan Manchester United dan PSG untuk Datangkan Lionel Messi dari Barcelona
“Maka tawaran itu saya tolak, sehingga saya beri alasan uang sawit belum cair," kata abdi negara yang juga pengusaha sawit ini.
Nasabah lainnya yang menjadi korban Vina adalah Masri Samad (57), abdi negara yang juga pengusaha kebun sawit.
Masri bahkan telah secara resmi melaporkan Vina ke polisi melalui kuasa hukumnya Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Perwakilan (YARA) Abdya.
"Iya benar, kita bersama klien kita Pak Masri Samad sudah melaporkan RS oknum karyawati bank itu ke pihak kepolisian," ujar Sekretaris YARA Abdya, Erisman SH.
Erisman mengatakan, kliennya resmi melaporkan Vina ke SPKT Polres Abdya yang diterima oleh, Aipda Edi Saputra.
"Kita melaporkan RS ini atas tindakan dugaan penipuan dan penggelapan uang," ujarnya yang didampingi Khairul Azmi.
RS alias Vina dikatakan Erisman, bisa dijerat dengan pasal 372 dan 378 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Penyidik juga bisa mengembangkan kasus ini dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Undang-Undang Perbankan.