Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUN WIKI: Mengenal Embonatana, Sebuah Wilayah di Kecamatan Seko Luwu Utara

Kata Embonatana merupakan istilah yang dipakai menyebutkan tanah yang subur dan kaya sumber daya alam.

Penulis: Chalik Mawardi | Editor: Sudirman
Ist
Suasana SDN 081 Hoyane, Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan 

TRIBUNLUTRA.COM, SEKO - Di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, terdapat suatu wilayah yang dinamakan Seko Embonatana.

Desa ini terdiri dari tiga desa dan tiga wilayah adat (katobaraang).

Kata Embonatana merupakan istilah yang dipakai menyebutkan tanah yang subur dan kaya sumber daya alam.

Hal ini diketahui melalui ungkapan sayair lere’: Litak ada’ makasana tonaesongi tobara lae i Embonatana. Lino’ sanganakta, litak makaleng-laeng.

Untaian syair lere’ ini mengungkapkan kejayaan masyarakat katobaraang Embonatana yang hidup di atas tanah subur, bersahabat dan kaya sumberdaya alamnya.

Seko Embonatana berada di dataran tinggi pegunungan "Tokalekaju" diapit oleh pegunungan Quarles dan Verbeek.

Tepatnya di aliran Sungai Uro dan Betue, bagian tengah huruf "K" jantung Sulawesi.

Jarak dari ibu kota kabupaten, Masamba 120-150 km yang ditempuh dengan jalur transportasi udara dengan menggunakan pesawat perintis.

Jalur darat menggunakan ojek yang menghabiskan waktu 2-3 hari.

Jalur darat dilalui ojek masih berupa jalan tanah yang memiliki banyak rintangan seperti lebar jalan yang sempit, dan kondisi tanah basah dan berlumpur sehingga menyebabkan ongkos transportasi ojek mahal.

Secara geopolitik Seko Embonatana terbagi menjadi tiga pemerintahan desa yakni Desa Embonatana, Desa Tanamakaleang, dan Desa Hoyane.

Dengan luas wilayah 703.63 hektare dan jumlah penduduk 4.600 jiwa.

Secara umum masyarakat Seko Embonatana 96 persen bekerja sebagai petani, 4 persen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dengan tingkat pendidikan rata-rata 85 persen lulus SD-SMP sedangkan yang lulus SMA-S1 mencapai 15 persen.

Tokoh masyarakat setempat Tembo, Jumat (3/6/2020) mengatakan, wilayah adat ini dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam baik hasil hutan, mineral, ternak dan hasil-hasil pertanian dan perkebunan lainnya.

Sektor ini menunjang ekonomi masyarakat setempat.

Dahulu kala pra-agama Kristen dan Islam, kepercayaan masyarakat Seko Embonatana dilekatkan pada ajaran Aluk Pa’ Ada’ yang akrab dikenal dengan Aluk Todolu atau Aluk Mapporondo’.

Dalam kepercayaan itu masyarakat Seko meyakini Tuhan sang pencipta (Dehata i’ Tangana Langi’), mempersonifikasi diri menjadi dewa air (Dehata Uhai’), yang dipuja dengan setia melalui perilaku dan ritus-ritus sakral.

Orang Seko percaya sikap keagamaan merupakan tujuan hidup mencapai kekekalan di alam baka (katuhoang unda ara upuna, bersama dengan Dehata Langi’ dan leluhur mereka yang telah dahulu kesana membali’ dehata.

Penghayatan terhadap yang ilahi mewajibkan orang Seko untuk taat dan setia menjalankan segala ritual demi keseimbangan kosmos, dan menjaga stabilitas kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan sebagaimana yang terkandung dalam ajaran Aluk dan Pemali.

Ketaatan pada ajaran Aluk dan Pemali menunjukkan sikap religius masyarakat Seko Embonatana, yang bukan hanya pengabdian kepada Dehata i Tangana Langi (Tuhan yang Maha Esa).

Melainkan juga percaya kepada suatu panteon yang terdiri dari banyak roh-roh (dehata-dehata).

Seperti roh leluhur yang beringkarnasi (melondo’) menjadi binatang dan bersemayam di tempat-tempat tertentu.

Juga terdapat banyak sekali ilah diantaranya dehata ikatehu yang biasa disebut dehata i karu kayya (ilah yang bersemayam di pohon), dehata i potali (ilah yang bersemayam di gunung tertinggi di Seko Embonatana), dehata imakaruppanna (ilah di bebatuan) dan sebagainya.

Bagi orang Seko Embonatan, yang ilahi menyatu dengan alam sehingga segala bentuk gejala alam tidak pernah dilepaskan dari kendali Dehata.

Berbagai peristiwa-peristiwa alami seperti banjir, kekeringan, disambar petir, dijatuhi pohon, dimangsa binatang buas, gagal panen, sakit penyakit, dan kematian atau apapun yang menimpa kehidupan manusia mengungkapkan kekuatan-kekuatan ilahi adi-manusia.

Sikap religius dan penghayatan ketuhanan masyarakat Seko Embonatana yang demikian menciptakan keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam semestaan mengandung nilai yang sakral, dan harus dipelihara, dijaga dan dihargai (nisipa’) lewat tindakan yang baik dan benar, melalui ritual dan sesaji persembahan mengungkapkan kesetiaan.

Orang Seko Embonatana tradisional tidak mengenal sitem kerajaan melainkan kehidupan dalam satu konsep pemerintahan demokrasi terpimpin diberbagai wilayah katobaraang.

Secara umum kehidupan orang Seko dikenal tiga kedudukan besar yakni kaum bangsawan (Tobara’), masyarakat (Tau Umbara’) dan budak (Kunang).

Tobara’ merupakan kelas bangsawan yang dipilih dan diangkat oleh orang banyak menjadi seorang pemimpin dengan kriteria bijaksana (manarang), berani (harani), baik (kinaba), dan kaya (suki).

Pada zaman dahulu kala sebelum tahun 1945 Tobara’ adalah jabatan pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin keagamaan (To Modehata) dikalangan orang Seko.

Tobara’ didampingi oleh seorang penasehat yang bijaksana yang dikenal dengan gelar Possakiih.

Di bawah Possakiih terdapat jabatan panglima perang (Pongkalu’), pemimpin di bidang peternakan (Pongarong), pemimpin di bidang pertanian (Porrapi), pemimpin di bidang pembangunan (Pombala), dan seorang pandai besi (Pottapah).

Tau Umbara’ adalah sekelompok masyarakat yang terdiri dari anggota masyarakat biasa yang setia dan mematuhi kepemimpinan Tobara’.

Sedangkan kunang adalah sejumlah budak yang dibeli dengan kerbau dari daerah sekitar dan budak yang
ditaklukkan dalam peperangan (To Nirappah).

Laporan Wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved