Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Orangnya SBY Ini Ternyata Punya Kebiasaan Suka Minta Jatah CSR di BUMN, Pernah Juga ke Kantor Ahok

Kepada Pertamina, Nasir menanyakan kenapa bantuan dari Pertamina untuk daerah pemilihannya di Riau II belum juga datang.

Editor: Waode Nurmin
Youtube/Kompas TV
Anggota DPR RI Muhammad Nasir 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sejumlah anggota Komisi VII DPR terang-terangan meminta dilibatkan dalam kegiatan CSR BUMN.

Permintaan itu dinilai menurunkan citra DPR.

Akibatnya, Mahkamah Kehormatan Dewan ( MKD) diminta turun tangan.

Permintaan yang dilontarkan itu terjadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan perusahaan pelat merah sektor tambang pada Selasa (30/6/2020) lalu

Maksud Dibalik Kata Kapolri Idham Azis Goblok? Apa Selama Ini Tak Dianggap Pimpinan Instansi Polri?

Dan dinilai tidak etis juga mencoreng kehormatan dewan.

"Ini minta jatah, ini sudah keterlaluan," kata peneliti dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Yusfitriadi dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (2/7/2020).

Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, permintaan itu hanya semakin menurunkan citra DPR di hadapan publik.

Terlebih, permintaan itu disampaikan secara terbuka di dalam sebuah forum resmi DPR.

"Pemintaan anggota DPR mengenai CSR seharusnya sudah bisa menjadi bahan pertimbangan bagi MKD memanggil anggota DPR tersebut," kata Ray seperti dilansir dari Kompas.tv.

Ia menambahkan, meski saham BUMN dimiliki oleh pemerintah, BUMN bukanlah bagian dari entitas pemerintah.

Selain itu, tidak dibenarkan juga di dalam UU, anggota DPR meminta untuk dilibatkan dalam kegiatan CSR.

"Tidak ada dasar bagi mereka dalam mengelola CSR yang dilakukan BUMN, anggota DPR tidak berkaitan dengan penyaluran CSR oleh BUMN," ujar Ray.

"Ini permintaan yang sangat tidak etis. Ini akan memperburuk martabat anggota dewan. CSR ini milik rakyat bukan anggota DPR," imbuh dia.

Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) yang kini menjadi anggota DPR RI, Alex Noerdin.
Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) yang kini menjadi anggota DPR RI, Alex Noerdin. (Dok Pemprov Sumsel)

Awal permintaan CSR

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI bersama Holding Pertambangan BUMN pada Selasa (30/6/2020) diwarnai ketegangan.

Adalah anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir dan Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak yang terlibat dalam perdebatan sengit tersebut.

Sampai-sampai Muhammad Nasir mengusir Orias Petrus Moedak keluar dari ruang rapat. Tak hanya itu, bahkan Muhammad Nasir menyebut tak mau lagi rapat dengan Orias.

Perdebatan sengit antara keduanya bermula ketika Orias tengah memaparkan kinerja holding pertambangan BUMN di hadapan pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI.

Saat Orias sedang menjelaskan, Nasir menginterupsinya. Padahal, Orias sedang menjelaskan langkah menerbitkan Global Bond untuk refinancing utang membayar Freeport merupakan salah satu mitigasi di tengah pandemi Covid-19.

"Untuk utang jatuh tempo jika kita tidak melakukan apa-apa, maka tahun depan kami akan kesulitan mencari pendanaan untuk membayar sebesar 1 miliar dolar ini. Maka, perlu kita ambil langkah strategis sehingga kami bayar setengah kemudian memperpanjang tenor jatuh tempo," ujar Orias.

Namun, Nasir menilai upaya holding pertambangan mengakuisisi Freeport dengan skema utang merupakan langkah yang tidak baik.

Nasir lalu mencecar Orias mengenai kapan holding BUMN tambang itu bisa melunasi utang tersebut.

Menurutnya tenor utang Inalum selama 30 tahun terlalu panjang. Sebab, bisa merugikan perusahaan-perusahaan yang berada di bawahnya.

"Jadi sampai 30 tahun kalau perusahaan lancar baru selesai? kalau kita mati tak selesai nih barang nanti, ganti dirut lain, lain-lagi polanya," kata Nasir dengan nada tinggi.

Menurut Nasir, langkah utang untuk menutup utang sama saja dengan menggadaikan aset-aset negara.

"Coba jelasin ini apa manfaatnya? Kok kita jadi pusing. Masa kita suruh bayar lagi? Apa-apaan. Jadi yang logikalah, jangan kita gadaikan semua ini," ujar Nasir.

Orias menjelaskan, instrumen obligasi bukanlah utang dengan ikatan aset kolateral sebagai jaminan. Praktik penerbitan utang seperti ini, lanjutnya, adalah hal wajar dilakukan oleh korporasi di mana pun.

Namun, Muhammad Nasir terus bertanya terkait kemampuan MIND ID membayar utang.

Dia juga mempertanyakan cara dan mekanisme penerbitan utang obligasi yang tak menggunakan kolateral.

Karena tak puas dengan jawaban Orias, Nasir pun sempat menggebrak meja dan menyuruh Orias meninggalkan ruang rapat.

“Itu yang kami khawatirkan. Makanya, kita minta data detailnya. Kalau bapak sekali lagi gini, saya suruh bapak keluar dari rapat,” kata Nasir.

“Kalau bapak suruh saya keluar, ya saya keluar,” jawab Orias.

“Iya, bapak bagus keluar, karena enggak ada gunanya bapak rapat di sini. DPR ini bukan buat main-main. Anda bukan main-main di sini!” suara Nasir semakin meninggi.

“Saya enggak main-main,” jawab Orias.

“Jadi, anda kalau rapat, harus lengkap bahannya. Enak betul anda di sini! Siapa yang naruh Anda di sini? Percuma naruh orang kayak gini. Ngerti? Kurang ajar Anda!” tegas Nasir.

“Saya diundang, saya datang,” ujar Orias.

“Kurang ajar Anda di sini. Kalau Anda enggak senang, Anda keluar! Kau pikir punya Saudara kau ini semua?” imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin pun sempat menengahi perdebatan tersebut kemudian menskors rapat untuk istirahat sekaligus shalat Ashar.

Tonton videonya:

Setelah itu, semua peserta rapat kembali lagi ke ruang rapat. Sayang, Muhammad Nasir hanya kembali sebentar, kemudian meninggalkan ruang rapat setelah rapat dimulai kembali sekitar 15 menit.

Alex pun kemudian membuka kembali rapat dan melanjutkan pembahasan rapat dengan realisasi CSR yang dialokasikan para perusahaan pelat merah ini selama Covid-19.

Padahal, sebelumnya Holding Tambang sedang menjelaskan satu persatu persoalan produksi dan dampak pandemi terhadap penerimaan negara.

Saat pemaparan realisasi CSR PT Bukit Asam dan PT Timah, Alex menyela pembicaraan. Ia mengatakan, pemberian CSR mestinya melibatkan anggota dewan.

"Bapak ingat enggak, siapa yang membantu proyek di Sumatra Selatan tersebut?" tanya Alex.

Dirut PT Bukit Asam, Arviyan Arifin, kemudian menjawabnya. "Kalau tidak salah namanya Pak Alex Noerdin pak," kata Arviyan.

"Nah, saya mati-matian waktu itu bantu, masa penyerahan CSR gak melibatkan kami. Paling tidak kami dikasih ruang untuk ikut serta menyerahkan bantuan tersebut ke masyarakat," ujar Alex.

Tak hanya Alex, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Ramson Siagian juga angkat bicara saat membahas mengenai CSR.

Ia mengatakan, ke depan mestinya apabila hendak melakukan kegiatan CSR perlu menyertakan Anggota DPR.

"Ya ke depannya, untuk pembagian CSR yang di luar apa yang sudah dilakukan ini bisa berkoordinasi dengan Sekretariat Komisi VII untuk bisa CSR ini disalurkan ke dapil-dapil anggota komisi VII," ucap Ramson.

Saat dikonfirmasi terkait permintaan CSR, Ramson mengatakan, hal tersebut hanyalah sebagai usulan.

Maksudnya, kata Ramson, jika pertambangan BUMN menyerahkan CSR di daerah-daerah, dan di daerah itu merupakan daerah pemilihan anggota DPR dari Komisi VII agar diikutsertakan saat serah terima.

Menurutnya, hal tersebut sebagai upaya fungsi pengawasan, sekaligus kepedulian terhadap rakyat di Dapil tersebut.

“Artinya bersama-sama saat serah terima ke rakyat, itu saja,” kata Ramson kepada Kompas TV pada Rabu, (1/7/2020).

Sementara itu, Dirut PT Inalum, Orias Petrus Moedak, saat dikonfirmasi soal adanya permintaan CSR dari anggota DPR hanya menjawab singkat.

"Lihat rekaman jalannya rapat aja," ujar Orias melalui pesan singkat.

Kebiasaan Nasir Minta CSR

Sebelumnya juga, saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Pertamina (Persero) pada Rabu (29/1/2020), Nasir terang-terangan minta jatah corporate social responsibility (CSR).

Hal itu disampaikan Nasir secara terbuka menjelang rapat ditutup, sekitar pukul 14.49 WIB.

Kepada Pertamina, Nasir menanyakan kenapa bantuan dari Pertamina untuk daerah pemilihannya di Riau II belum juga datang.

"Ini kita sudah masuk sidang pertama, pulang ke dapil enggak bawa apa-apa. Jadi kita minta, apa kita buat polanya seperti tahun lalu, kira-kira seperti apa Bu Dirut?" kata dia bertanya kepada Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.

Bahkan, lontaran kalimat ancamannya persis sama seperti yang dikatakannya kepada Dirut PT Inalum, agar meminta Sekretaris Perusahaan Pertamina dicopot saja karena dianggap payah kerjanya.

Nasir ingin Sekper Pertamina seharusnya mencari para anggota DPR untuk pemberian dana CSR, bukan sebaliknya.

Sebagaimana diketahui publik, Nasir pernah berurusan dua kali dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK pada bulan Mei 2 019 itu menggeledah ruang kerja Nasir di Komisi VII DPR.

Hal itu terkait kasus dugaan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso.

Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/4/2019). Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk dengan kapal yang melibatkan direksi BUMN PT Pupuk Indonesia dan unsur swasta PT Humpuss Transportasi dengan nilai suap Rp8 miliar. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/4/2019). Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk dengan kapal yang melibatkan direksi BUMN PT Pupuk Indonesia dan unsur swasta PT Humpuss Transportasi dengan nilai suap Rp8 miliar. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Kendati demikian, dikutip dari Kompas.com, penyidik KPK tidak menyita barang bukti dari penggeledahan tersebut.

Belum diketahui pula kaitan Nasir dalam kasus ini sehingga ruang kerjanya tersebut digeledah.

Sebelumnya Nasir juga pernah diperiksa untuk kasus korupsi yang ditangani KPK pada tahun 2011.

Nasir diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menjerat kakaknya, istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.

Dalam kasus PLTS tersebut, dikutip dari Kompas.com, Nasir disebutkan hanya sebatas saksi. Sementara Neneng sudah divonis penjara selama 6 tahun dan uang pengganti Rp 2,6 miliar.

Anggota DPR Muhammad Nasir.
Anggota DPR Muhammad Nasir.

Sekilas profil Muhammad Nasir:

Politikus Partai Demokrat yang terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024.

Periode 2014-2019 duduk di Komisi IX DPR yang membidangi tenaga kerja dan transmigrasi.

Periode 2019-2020 duduk di Komisi VII DPR yang membidangi energi, riset teknologi, dan lingkungan.

Nasir kedua kalinya terpilih dari Dapil Riau II yang meliputi Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kuantan Singingi, dan Pelalawan.

Adik dari eks Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang baru bebas bersyarat terkait kasus suap Wisma Atlet.

Wakil Ketua Komisi VII yang menggantikan Herman Khaeron yang menjadi Wakil Ketua Komisi II.
Nasir merupakan pengusaha dan aktif di asosiasi industri perkebunan dan peternakan sapi.

(tribun-medan.com/Abdi Tumanggor)

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Awal Permintaan CSR hingga Pengusiran Dirut Inalum, Citra DPR Turun, MKD Diminta Turun Tangan,

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved