Deretan Menteri yang Kemungkinan Akan Diganti Jokowi Kata Pengamat, Tidak Berani?
Heboh lah publik saat Jokowi terang-terangan mau ganti jajaran kabinetnya itu. Ataukah Jokowi hanya menggertak?
TRIBUN-TIMUR.COM - Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal reshuffle Menteri, banyak orang bertanya siapakah Menteri yang akan dia ganti?
Sebelumnya video Presiden Jokow marah-marah kepada para Menteri nya, karena dianggap kinerjanya tidak sesuai harapan ditengah pandemi Covid-19
Menurut Jokowi, para Menteri nya ini dinilai terlalu menganggap kondisi saat sekarang terlalu santai.
Jokowi pun membuka opsi untuk membubarkan lembaga maupun melakukan reshuffle kabinet jika kinerja menteri tak sesuai apa yang diharapkannya.
Heboh lah publik saat Jokowi terang-terangan mau ganti jajaran kabinetnya itu
• Puput Nastiti Devi Posting Foto Ketika Dicium Ahok di Hari Spesial, Anak Veronica Tan Bereaksi
• Daftar Harga Hp Oppo Akhir Juni 2020, Oppo A12, Oppo A92, Oppo A91, Oppo A52, Oppo A31, Spesifikasi
Lantas dilihat dari kinerja, siapa yang pantas?
Ataukah Jokowi hanya menggertak?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai, Presiden Jokowi sedang menyorot sejumlah menteri yang tak bekerja secara maksimal di masa krisis akibat pandemi Covid-19 ini.
Menurut Ujang, sejumlah menteri yang disinggung yakni Menteri Kesehatan Terawan Agus, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly dan sederet menteri dibidang ekonomi.
"(Peluang di Reshuffle,re) Menkes, Mensos, Menaker, Menkumham, dan menteri tim ekonomi," kata Ujang.
menguraikan pandangannya terkiat sejumlah menteri itu yang berpeluang di reshuffle.
Menkes Terawan, kata Ujang, dinilai tak menjalankan istruksi Jokowi soal belanja anggaran Kemenkes.
Bahkan, Jokowi menyebut bahwa belanja sektor kesehatan baru 1,53 persen dari Rp 75 triliun.
Ujang mengatakan, Mensos Juliari tak bisa mengendalikan pendistribusian bantuan sosial (bansos) Presiden kepada masyarakat.
Lalu, Menaker Ida Fauziah yang tak bisa mengendalikan pemutusan hubungan kerja (PHK).