ILC TV One
Serunya ILC TV One Nazaruddin Koruptor Kakap Bebas, Apakah SBY & Demokrat Terancam?Ini Penjelasannya
Serunya ILC TV One tadi malam bahas Nazaruddin Bebas apakah SBY dan Demokrat terancam, Amir Syamsuddin angkat bicara ungkap fakta ini
Host ILC TV One Karni Ilyas tadi malam bahas Nazaruddin Bebas apakah SBY dan Demokrat terancam
TRIBUN-TIMUR.COM - Koruptor kelas kakap di era Pemerintahan SBY, Muhammad Nazaruddin Bebas dari penjara.
Nazaruddin lebih 7 tahun di dalam bui karena kasus korupsi yang menghebohkan di era SBY.
Sejatinya, Muhammad Nazaruddin adalah Bendahara Umum DPP Demokrat parpol yang didirikan SBY.
Apakah SBY terancam setelah Nazaruddin Bebas?
Nazaruddin Bebas pun menyita perhatian.
Mulai dari remisi Hari Raya, menjadi Justice Collabolator (JC) & sudah sesuai aturan, adalah 3 alasan Kemenkumham memberikan remisi 4 tahun 1 bulan.
Polemik pun terjadi, ICW mengecam & KPK membantah tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC.
Program Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One edisi Selasa 23 Juni 2020 mengangkat tema "Nazaruddin: Kok Sudah Bebas?".
Dipandu oleh Karni Ilyas, pembahasan tentang bebasnya Nazaruddin ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Denny Indrayana, Saor Siagian, Masinton Pasaribu, Andi Hamzah, hingga Amir Syamsuddin loyalis SBY di Partai Demokrat.
Saat dapat kesempatan, Amir Syamsuddin mengungkap detik-detik dan suasana rapat internal DPP Partai Demokrat Ketika mengetahui Nazaruddin Terjerat Korupsi.
Amir Syamsuddin juga menyebut yang diuntungkan di ILC TV One tadi malam adalah Muhammad Nazaruddin. Pertama Nazaruddin tidak hadir.
Kedua seakan-akan ada perbedaan pendapat antara Dirjen PAS Kemenkumham dengan Jubir KPK soal status Nazaruddin sebagai Justice Collaborator (JC).
Dirjen PAS menyebut Nazaruddin sebagai JC sedang KPK membantah koruptur itu pernah bekerja sama sebagai JC.
Amir Syamsuddin juga menceritakan sikap SBY saat mengetahui Nazaruddin tersangka korupsi.
"Kami tahu di 2010 sebagai hasil Kongres Partai Demokrat di Bandung menghasilkan kepengurusan baru, Saudara Anas Urbaningrum Ketum, Saudara Nazaruddin sebagai bendahara umum dan sekjennya Ibaz. Tetapi di Demokrat ini ada posisi yang lebih tinggi kedudukkannya dibanding ketum yaitu Ketua Dewan Pembina yaitu Pak SBY sendiri," kata Amir di ILC TV One tadi malam dikutip tribun-timur.com.
Saat jadi tersangka KPK, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat rapat dengan pengurus.
"Sidang semacam pengadilan yang dipimpin ketua dewan pembina sendiri yaitu Pak SBY beliau saat itu tugas juga sebagai Presiden. Dan pada waktu itu, Saudara Nazaruddin dihadapkan secara lengkap, ada ketum di sana, ada wakil ketua dewan pembina. Saya dalam posisi wakil ketua dewan Kehormatan. Sidang berlangsung di Cikeas (Bogor)," kata Amir Syamsuddin.
Nazaruddin diminta mengundurkan diri namun menolak saat sidang itu.
Karena tidak bersedia mundur, tidak ada pilihan yang bisa dilakukan kecuali rapat yang dipimmpin Dewan Pembina memberhentikan Saudara Nazaruddiin saat itu.
"Kita juga ketahui Presiden (SBY) mengerahkan seluruh upayua untuk melacak Nazaruddin saat itu. Tidak pernah ada upaya menyembunyikan Nazaruddin. Tidak ada kekwahatiran seperti menyembunyikan karena bisa mengungkap aib Partai Demokrat. Presiden mengerahkan seluruh aparat mengupayakan m enemukan seorang Nazaruddin yang pada akhirnya sebagaimanan kita ketahui bersama berada di Kolombia dan dikembalikan dengan segala dayaupaya," kenang Amir Syamsuddin.
Simak video lengkapnya:
Kesaksian Nazaruddin di KPK Menyeret Banyak Orang Masuk Penjara, Ini Daftarnya
Pengungkapan Kasus Hambalang menyeret banyak nama mulai dari elit Partai Demokrat sebagai Partai Penguasa saat itu, membuka konflik internal Partai Demokrat ke publik, hingga Nazaruddin mulai "bernyanyi" mengungkapkan aliran dana / orang yang terlibat hingga kasus-kasus korupsi lain (seperti Kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan, Korupsi Pengadaan e-KTP, dsb) yang terjadi semasa dia menjadi anggota DPR dan melibatkan kolega-kolega bahkan dari Partai lain.
Melansir wikipedia, berikut daftar tokoh publik yang diseret ke penjara karena kesaksian Nazaruddin:
Beberapa diantaranya sudah terbukti menjadi tersangka atau terpidana baik karena "Nyanyian" atau pengembangan kasusnya oleh KPK
Beberapa diantaranya sudah terbukti menjadi tersangka atau terpidana baik karena "Nyanyian" atau pengembangan kasusnya oleh KPK
1. Neneng Sri Wahyuni,
Sang istri, juga menjadi tersangka pada 23 Mei 2011.
Nenen yang kabur bersama Nazaruddin ke Singapura, sempat menjadi buronan Interpol.
Saat suami tertangkap di Columbia, Nenen sempat terdeteksi di Vietnam, Malaysia, dll. Akan tetapi justru Neneng ditangkap di rumahnya kawasan Pejaten secara mendadak.
Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara ini telah divonis 6 tahun penjara pada tahun 2013.
Selain hukuman badan, Neneng juga didenda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Bahkan, majelis hakim juga mewajibkan Neneng membayar uang pengganti kepada negara Rp 800 juta, paling lambat satu bulan setelah inkracht.
Hakim menilai Neneng terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan korupsi pada proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008 dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.
Neneng bukanlah seorang penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.
Namun, dia merupakan pihak umum yang turut melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan negara.
Pengadilan Tinggi menambah hukuman uang pengganti Neneng dari Rp 800 juta menjadi Rp 2,604 miliar.
Kasasinya pun ditolak oleh MA pada Desember 2013 karena baik KPK maupun Neneng saling mencabut kasasinya tersebut. KPK merasa sudah puas dengan hasil Pengadilan Tinggi tersebut.
2. Angelina Sondakh
Anggota Komisi X Fraksi Demokrat. Pengadilan tingkat pertama pada 10 Januari 2013 memutuskan Angie terbukti menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Namun putusan yang dijatuhkan hanyalah penjara 4,5 tahun dengan denda Rp250 juta. Sempat mendapat vonis 12 tahun dalam kasasi di Mahkamah Agung, Angie mendapat vonis 10 tahun dan membayar Uang pengganti Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS, subsider 1 tahun penjara pasca Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung pada tahun 2015.
3. Andi Mallarangeng
Menteri Pemuda dan Olahraga (2009-2012). Tersangka pada tahun 2012. Terbukti menerima suap melalui adiknya Choel Mallarangeng dan memperkaya diri sendiri dan orang lain.
4. Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat (2010-2013). Tersangka tahun 2013. Telah divonis 18 tahun pada Kasasi di Mahkamah Agung dalam kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang.
5. Andi Zulkarnain "Choel" Mallarangeng
Adik dari Andi Alifian Mallarangeng. Tersangka pada tahun 2015. Diduga merupakan perantara Kasus Suap kepada kakaknya.
6. Fasichul Lisan
Rektor Unversitas Airlangga (Unair) Surabaya (2006-2015).
Tersangka pada Maret 2016 dalam kasus korupsi pengadaan. Pertama, kasus pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair yang bersumber dana DIPA tahun 2007-2010.
Kedua, kasus peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit Pendidikan Unair Surabaya dengan sumber dana DIPA tahun 2009.
Akibatnya, dari total nilai proyek lebih dari Rp300 miliar, negara ditaksir merugi sekitar Rp85 miliar. Kasus ini juga menyeret Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan Bambang Giatno Raharjo dan anak buah Nazaruddin, Manager Marketing PT Anugerah Nusantara, Minarsih. Dalam proyek senilai sekitar Rp87 miliar ini, negara dirugikan Rp17 miliar.[46]
7. Made Meregawa,
Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana Bali sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek pengadaan alat kesehatan.
Tersangka pada Juli 2015 untuk dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana 2009-2011.
Divonis pidana empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/1/2016) siang. Pejabat Unud ini dinilai merugikan negara sebesar Rp 7 miliar dari total proyek Rp 16 Miliar.(tribun-timur.com)