Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kini Punya 10 Cabang, Inovasi Jadi Kunci Usaha Terang Bulan Indigo Bertahan di Makassar

Owner Terang Bulan Indigo, Heri Setiawan mengatakan ada satu cerita yang membuat nama brand Terang Bulan Indigo mulai menanjak naik.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Desi Triana
Terang bulan Indigo di Makassar 

TRIBUNTIMURWIKI.COM- Salah satu usaha kuliner terang bulan di Makassar adalah Terang Bulan Indigo.

Usaha yang telah memiliki 10 cabang ini pun menjadi salah satu pilihan bagi pecinta terang bulan.

Meski sudah banyak diketahui banyak orang, namun Terang Bulan Indigo memiliki kisah perjuangan yang tak mudah.

Mulai dari berkali-kali mengganti brand  hingga kisah menarik lainnya.

Dari semua hal tersebut yang terpenting adalah selalu membuat terobosan terbaru untuk tetap bertahan di tengah banyaknya pedagang terang bulan yang menjamur di Kota Makassar.

Owner Terang Bulan Indigo, Heri Setiawan mengatakan ada satu cerita yang membuat nama brand Terang Bulan Indigo mulai menanjak naik.

Jajanan terang bulan Indigo di Makassar
Jajanan terang bulan Indigo di Makassar (Desi Triana)

"Suatu hari di tahun 2014 kakak memutuskan untuk mencoba lagi peruntungan di Makassar, ia mencoba membuka satu cabang lagi di jl. Monginsidi Lama, namun hasil yang didapatkan belum sesuai dengan harapan," jelasnya kepada Tribun Timur.com beberapa waktu lalu.

Walaupun begitu, bisnis yang berawal dari sang ayah, Slamet itu tetap terus berjalan dengan hasil seadanya.

Heri yang saat itu tengah menyelesaikan studinya mulai belajar dan memahami cara menjalankan usaha.

Iapun mempelajari resep keluarga yang sudah dijaga turun temurun. Alhasil Heri mampu membantu ayahnya menjalankan usahanya, dan bertanggungjawab dalam operasional usaha.

Dari situlah Heri bersama saudara-saudaranya kembali melakukan inovasi dengan membuat kemasan sendiri agar terlihat menarik, namun memesan kemasan ternyata high cost, karena harus langsung memesan dalam jumlah banyak.

"Maka kami hanya pesan 4000 lembar kemasan untuk sekedar menguji bagaimana dampaknya. Ternyata setelah kamasan baru kami habiskan dalam beberapa minggu, ayah menganggap tidak ada dampak signifikan sehingga memutuskan untuk menggunakan kemasan biasa yang dijual dipasaran," tuturnya.

Sejak saat itu Hery mulai mencari berbagai referansi mengenai usaha, dan cara pengembangannya.

Namun semua ide-ide yang didapatkan tidak mudah direalisasi karena terhalang biaya, terlalu banyak pertimbangan, dan pemahaman yang tidak sejalan antara anak dan ayah ini.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved