Virus Corona
Sudah Ramai Beredar Jika Virus Corona Covid-19 Cuma Konspirasi, Benarkah? Ini Penjelasan Prof Irawan
Mulai Ramai Berkembang di masyarakat Bahwa Virus Corona Covid-19 Cuma Konspirasi, Benarkah? Ini Penjelasan ilmiah Prof Irawan
Penulis: Rudi Salam | Editor: Mansur AM
Mulai Ramai Berkembang di masyarakat Bahwa Virus Corona Covid-19 Cuma Konspirasi, Benarkah? Ini Penjelasan ilmiah Prof Irawan, guru besar sudah 40 tahun teliti penyakit dan obatnya
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wabah Virus Corona Covid-19 belum berlalu. Sudah tiga bulan lebih meneror warga Indonesia.
Bukannya tambah sadar, malah berkembang spekulasi di tengah warga tentang asal mula Covid-19. Termasuk teori Konspirasi tentang Corona Covid-19.
Bahwa virus ini cuma mitos
Virus ini buatan negara tertentu untuk menjual vaksin dan untung besar
Bahwa virus ini tidak mematikan
Virus ini cuma rekayasa untuk menakut-nakuti
Sebelum kamu percaya teori konspirasi tentang Covid-19, berikut penjelasan Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Irawan.
Irawan menghabiskan 40 tahun lebih usianya meneliti virus dan keahliannya diakui.
Virus Corona adalah hal yang dibuat-buat dengan tujuan tertentu untuk tujuan bisnis Farmasi?
Di media sosial saat ini, beredar jika Virus Corona atau Covid-19 adalah Konspirasi.
Ada juga meyakini efek Covid-19 tak besar seperti yang digembar-gemborkan di media.
Benarkah?
Di tengah upaya untuk menghentikannya, muncul dugaan bahwa virus ini adalah konspirasi pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan.
Virus ini disebut-sebut sengaja dikembangkan di laboratorium dan kemudian disebarkan untuk kepentingan bisnis farmasi.
Terkait isu itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas, Prof Irawan Yusuf dengan tegas mengatakan Covid-19 bukanlah konspirasi.
Hal tersebut disampaikannya dalam Dialog Virtual Forum Dosen Tribun Timur Forum Dosen #4 dengan tema 'Demi Pancasila, Covid-19: Virus, Bisnis, atau Konspirasi?' pada Senin (1/6/2020).
"Separuh hidup saya 40 tahun berkarier di laboratorium, terlalu riskan jika ada laboratorium yang merekayasa ini, risikonya ditanggung oleh lab itu sendiri, bangsa, bahkan seluruh dunia. Jadi apa yang terjadi bukanlah konspirasi," kata Prof Irawan.
Prof Irawan mengatakan, ada tiga pertanyaan untuk membuat kita memahami masalah covid-19.
"Pertama apa yang sebenarnya terjadi? Sebagian besar masayarakat atau bahkan kita sendiri belum tentu paham apa yg terjadi. Pemahaman kita sangat terbatas sesuai keahlian," katanya.
Menurutnya, orang tak bisa mempunyai gambaran holistik apa yang sebenarnya terjadi jika virus ini belum berinteraksi dengan manusia sebagai inang.
"Tak bisa kita pahami dari konteks virus itu saja atau manusia saja. Ketidakpahaman ini yang menyebabian argumentasi ilmiah yang dikemukakan berbagai pihak sesuai kepakarannya itu yang sulit diterima masyarakat, lalu masyarakat cari sendiri jawabnnya," paparnya.
Rasa ingin tahu masyarakat inilah yang menurut Prof Irawan memunculkan teori konspirasi.
"Karena teori konspirasi muncul jika masyarakat tak mengerti apa yang terjadi. Masyarakat mencari tapi lama-lama tidak ketemu juga. Ini membuktikan teori konspirasi itu sebenarnya tidak ada," tegasnya.
Namun Ia menyebut, konspirasi bisa saja terjadi di kalangan orang-orang yang memanfaatkan keberadaan virus ini.
"Virus ini tidak dibuat manusia, tapi akibat perbuatan manusia. Ini dua hal berbeda," kata Prof Irawan dalam Dialog Virtual Forum Dosen Tribun Timur Forum Dosen #4 dengan tema 'Demi Pancasila, Covid-19: Virus, Bisnis, atau Konspirasi?' pada Senin (1/6/2020).
Prof Irawan menjelaskan, industri farmasi di dunia adalah bisnis yang sangat besar dan melibatkan banyak pihak.
Perputaran uang juga sangat besar di bisnis ini, sehingga tak menutup kemungkinan ada pihak yang memafaatkan munculnya Covid-19 untuk meraup keuntungan melalui bisnis farmasi.
"Konteks hari ini apakah virus dibuat atau tidak. Saya ingin gambarkan bahwa industi farmasi adalah bisnis sangat kompetitif melibatkan banyak pihak, mulai dari scientist yang bekerja, manajemen, politikus, regulator dan sebagainya. Sehinga kalau konteks konspirasi di antara pemain ini, itu ada," katanya.
Dipaparkan Pro Irawan, sampai 2020 ini market industri farmasi ilmencapai USD 1 Triliun.
"Itu luar biasa besar. Tahun lalu saja kongres Amerika menemukan ada perusahaan farmasi menggunakan dana USD 255 juta untuk lobi berbagai pihak," paparnya.
Besarnya perputaran uang untuk bisnis farmasi disebabkan banyak faktor, salah satunya proses yang cukup lama untuk menciptakan satu jenis vaksin atau obat.
"Satu obat mulai dari ditemukan sampai dipasarkan itu butuh 15-20 tahun, dan itu butuh USD 800 juta. Jadi memang kalau orang bicara konspirasi bukan obatnya, tapi aspek bisnisnya," pungkasnya.
Virus Corona (Covid-19) telah mewabah hampir ke seluruh penjuru dunia hanya dalam beberapa bulan sejak awal kemunculannya.
Seluruh negara terpapar kini berusaha mati-matian memutus mata rantai virus yang telah merenggut puluhan ribu korban di seluruh dunia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof Irawan Yusuf mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menghentikan virus ini.
"Ada tiga yang bisa kita lakukan untuk hentikan ini, pertama PSBB disertai dengan skala masif dan besar," kata Prof Irawan Dalam Dialog Virtual Forum Dosen Tribun Timur Forum Dosen #4 bertema 'Demi Pancasila, Covid-19: Virus, Bisnis, atau Konspirasi?', Senin (1/6/2020).
Namun, tak sekadar PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), menurut Prof Irawan ada beberapa hal yang harus diperhatikan masyarakat.
"Itu semua berkaitan dengan sosial disiplin, pelayanan kesehatan kuat, ketahanan ekonomi, dan sosial kita. Ini baru bisa terjadi kalau pemerintah kuat tegas, disiplin, dan adil, masyarakat disiplin, toleran dan solodaritas tinggi," katanya.
"Sementara akademisi dan pemuka agama rendah hati. Tenaga kesehatan berkompeten dan berdedikasi tinggi, ini semua jalan baru bisa PSBB," tambahnya.
Terkait Herd Immunity yang juga sempat digaungkan, Prof Irawan menyebut itu bukan pilihan terbaik dan sangat berisiko tinggi.
Di sisi lain, Prof Irawan mengingatkan orang-orang bahwa apa yang terjadi hari ini juga merupakan buah dari tindakan manusia itu sendiri.
"Kita harus sadar semua ini karena gaya hidup kita sangat eksploitatif, ekonomi, pertanian kita. Ini menyebabkan virus tumbuh berkembang dan menyebar," ujarnya.
"Kita mempertanyakan kembali apakah sistem demokrasi kita sudah cocok dengan ini. Sekarang kita lebih suka populis, anti scienctif. Sistem riset kita sudah tak tepat, harus diganti total," pungkasnya.