Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pakar Komunikasi Pembangunan

Prof Hafied Cangara: Media Sebaiknya Menenangkan Masyarakat Tentang Covid-19

Guru Besar Ilmu KomunikasiUnhas Prof Hafied Cangara melihat ada kecenderungan beberapa media tidak menjalankan fungsi sosialnya

Penulis: Rudi Salam | Editor: Suryana Anas
Istimewa
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Prof Hafied Cangara, M.Sc. Ph.D 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Prof Hafied Cangara, M.Sc. Ph.D melihat ada kecenderungan beberapa media tidak menjalankan fungsi sosialnya dengan baik selama pandemi Covid-19.

Pakar komunikasi pembangunan ini melihat informasi yang semestinya mendidik dan memberi pencerahan agar masyarakat bisa tenang dan berpikir positif justru kadang digoreng sehingga menimbulkan kegaduhan dan ketakutan yang berlebihan.

Hafied melihat terjadinya reaksi besar berupa penolakan terhadap pemeriksaan rapid test xcovid-19 pada beberapa komunitas di Kota Makassar karena ada kesalahan, kesenjangan, dan kemasan informasi yang telah menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat atas perlakuan rumah sakit untuk menjalankan protokol kesehatan WHO tentang Covid 19.

Masyarakat pun takut dicap positif Corona. Takut ke rumah sakit. Takut meninggal tanpa dikawal keluarganya.

"Juga takut terisolasi dari lingkungannya  sehingga kehilangan kebebasan dalam beraktivitas, terutama dalam mencari uang untuk membiayai keluarganya," jelas Prof Hafied, Selasa (9/6/2020).

Menurutnya, masyarakat Sulawesi Selatan punya karakter keras dan sangat agamais, sehingga penghargaan kepada keluarga sangat tinggi.

Karena itu jika dilakukan pendekatan disiplin tanpa memperhitungkan karakter mereka, akan bisa menimbulkan perlawanan yang kontra produktif.

"Karena itu memerlukan pendekatan persuasive yang edukatif dan pemahaman yang tepat sasaran," pesannya.

Dia mencontohkan, pernyataan WHO yang menyebutkan corona itu selalu ada dalam bahasa sains bisa disalahtafsirkan bahwa corona akan mengancam terus pada saat masyarakat menunggu kapan berakhirnya virus ini.

Untuk itu, kata dia, diperlukan penjelasan dalam bahasa masyarakat yang lebih jelas, transparan, dan mudah  dimengerti.

Dalam kondisi pandemi ini, Prof Hafied menjelaskan bahwa wartawan diharapkan bisa bersinergi dengan segala pihak.

Media dalam hal ini para wartawan diharapkan bisa bersinergi dengan  para petugas kesehatan, tokoh-tokoh agama, tenaga medis, pamong pemerintahan, dan tokoh-tokoh masyarakat setempat agar bisa memberi informasi yang menyadarkan, menyejukkan, menenangkan dan memberi solusi yang terbaik dalam mempercepat penyelesaian pandemi Corona ini.

"Sehingga semua elemen masyarakat bisa beraktivitas dalam situasi new normal," jelasnya.

Hafied lebih jauh mencontohkan bagaimana masyarakat dan media di Jepang mana kala terjadi bencana di sana.

Menurutnya, jika terjadi bencana alam media fokus untuk membantu pemerintah, pekerja sosial, lembaga internasional, dan masyarakat yang terkena bencana untuk mencarikan solusi secepatnya.

Misalnya mendapatkan sumber air minum, aliran listrik, makanan dan perumahan darurat.

Jadi mereka mempraktikkan jurnalistik mitigasi bencana.

Bahkan setiap tahunnya ada 100 orang wartawan diundang masuk kampus untuk mengenal hasil-hasil riset untuk disebarluaskan kepada masyarakat pengguna.

"Bukan masuk kampus menunggu tawuran," kata Ketua Program Studi Doktor (S3) Komunikasi Universitas Hasanuddin ini.

Mengenai sosial media yang dikeluhkan banyak membuat hoax, Hafied menilai justru media arus utama ini seperti koran, tivi, radio dan media online yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi diharap lebih banyak berperan untuk menyadarkan, menenangkan dan mencerdaskan masyarakat. Bukan sebaliknya.

"Saya tidak tahu kalau ada media yang memiliki agenda tersendiri sehingga para pengamat dan pakar menilai kurang proporsional dan kurang mengedepankan kepentingan orang banyak dalam situasi krisis seperti ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Hafied menilai masyarakat makin cerdas menilai suatu berita sehingga media bisa kelihatan warna ideologinya dan kepentingannya.

Seperti halnya dengan media sosial, juga punya plus-minus.

Ada yang mengajarkan masyarakat hidup bersih, pakai masker, menjaga physical distance hingga membandingkan kejadian di negara lain.

Ada juga yang mengumbar praduga keterlibatan elite dunia dalam konspirasi bisnis vaksin, mengeritik kebijakan dan tata kelola, yang semuanya memperluas wawasan kita dalam memahami Covid 19.

"Baik dalam informasi verbal dan visual (youtube) maupun yang disampaikan dalam guyonan," jelas Hafied yang juga pernah bergelut sebagai jurnalis ini. 

Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Rudi Salam

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved