Tak Hanya George Folyd, Pria Kulit Hitam Ini juga Tewas karena Kekerasan Polisi hingga Prancis Rusuh
Adama Treore adalah pria kulit hitam yang meninggal diduga karena penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi Prancis, sebagaimana dikutip dari BBC.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Kasus George Floyd, pria kulit hitam AS yang meninggal di tangan polisi belum juga usia.
Atas kasus tersebut, ribuan orang ambil bagian dalam protes rasisme.
Kisah yang dialami oleh George Floyd, sama seperti yang terjadi di Prancis beberapa tahun silam.
Seorang warga Prancis bernama Adama Treore harus meregang nyawa karena aksi kekerasan seorang polisi.
Adama Treore adalah pria kulit hitam yang meninggal diduga karena penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi Prancis, sebagaimana dikutip dari BBC.
Dilansir dari Tribunnews.com, insiden maut ini terjadi pada Juli 2016 dimana saat itu Traore sedang keluar bersama saudaranya di pinggiran Kota Paris, Beaumont-sur-Oise.
Saudaranya ini didatangi polisi karena suatu masalah, namun karena Treore sadar tidak membawa kartu identitas dia lari ketika melihat polisi ini.
Pria 24 tahun ini lantas ditangkap polisi setelah aksi kejar-kejaran selama 15 menit.
Kemudian tiga petugas kepolisian dilaporkan menjepit tubuh Traore dengan menumpukan semua berat badan ke pria ini.
Traore dinyatakan meninggal karena gagal jantung, namun otopsi kedua mengatakan bahwa Traore meninggal karena kehabisan napas.
Aktivis menilai kematian Traore disebabkan tindakan polisi, sayangnya para polisi terkait hanya dibebastugaskan.
Menurut warga Prancis, kematian Adama Traore sama dengan pembunuhan pada George Floyd.
Berikut kisah selengkapnya dirangkum dari wikipedia:
Adama Traore lahir pada 19 Juli 1992.
Ia adalah seorang pria Prancis Mali yang meninggal dalam tahanan setelah ditahan dan ditangkap oleh polisi.
Kematiannya memicu protes terhadap kebrutalan polisi di Prancis.
Pada 19 Juli 2016, Adama Traore keluar bersama kakak laki-lakinya Bagui di pinggiran kota Paris, Beaumont-sur-Oise.
Polisi mendekati keduanya, mencari Bagui sehubungan dengan kasus lain.
Para petugas berusaha untuk memeriksa ID mereka, tetapi Adama tidak memilikinya dan melarikan diri ke rumah terdekat, di mana ia ditangkap.
Tiga petugas National Gendarmerie menindasnya saat menangkapnya.
Traore meninggal di kendaraan polisi saat diangkut ke kantor polisi.
Sebanyak empat laporan otopsi dikeluarkan untuk Traoré.
Awalnya, para ahli gagal menyetujui apakah penyebab kematiannya adalah mati lemas setelah polisi menjepitnya di tanah, atau kondisi medis mendasar lainnya.
Yang lain menyarankan kemungkinan adanya obat dalam tubuhnya yang berkontribusi pada kematiannya, tetapi laporan toksikologi untuk ganja dan alkohol dilaporkan sebagai negatif.
Namun, sebuah laporan hukum Perancis pada tahun 2020 menyatakan ada tetrahydrocannabinol dalam darahnya.
Laporan medis resmi akhirnya menyebutkan gagal jantung sebagai penyebab kematian.
Namun, otopsi kedua dilakukan secara independen dari penegakan hukum, mencatat sesak napas akibat tekanan yang berkelanjutan sebagai penyebab kematian.
Akibat
Kematian Traore menimbulkan kecurigaan bahwa pemeriksa medis telah berkolusi dengan polisi dalam pembuatan laporan pertama mereka.
Investigasi polisi internal berikutnya membebaskan para petugas.
Aktivis berpendapat bahwa kematiannya adalah akibat langsung dari penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh polisi.
Kematiannya memicu protes besar di Paris, Lyon, dan Toulouse di bawah slogan Justice pour Adama (Keadilan untuk Adama).
Protes ditata sendiri setelah gerakan American Black Lives Matter, dan juga terfokus pada tingkat kekerasan polisi yang tidak proporsional yang ditimbulkan pada orang kulit hitam dan Prancis Arab.
Warisan
Traore menjadi simbol utama bagi aktivis kebrutalan anti-polisi.
Kakak perempuannya, Assa Traore, menjadi aktivis anti-rasisme akibat kematiannya.
Pada hari Jumat, 29 Mei 2020, otoritas hukum Prancis merilis laporan akhir yang membebaskan tiga petugas yang terlibat kesalahan, memicu protes baru.
Pengunjuk rasa juga menyatakan solidaritas dengan protes George Floyd yang meletus di Amerika Serikat dan di tempat lain mulai akhir Mei.
Demonstrasi di Paris, Marseille, Lyon, dan Lille, menghormati Floyd dan Traoré.
Pada 2 Juni, lebih dari 20.000 pemrotes berbaris lagi di Paris, bersama 2.500 di Lille, 1.800 di Marseille, dan 1.200 di Lyon.
Tentang George Floyd
Sama-sama pria kulit hitam, George Floyd juga diduga meninggal setelah lehernya dikunci seorang polisi.
Pria Afrika-Amerika ini sebelumnya ditangkap dengan dugaan pemalsuan uang senilai USD 20 atau sekira Rp 280 ribuan.
Publik merasa polisi bertindak berlebihan karena sebuah video memperlihatkan Floyd yang merintih tidak bisa bernapas dengan tubuh tiarap ke aspal.
"Tolong, aku tidak bisa bernapas," rintih Floyd.
Alih-alih melepaskan lututnya, polisi yang menindihkan, Derek Chauvin tidak bergeming hingga Floyd tidak sadarkan diri.
Bahkan menurut penyidik, Chauvin menindih leher Floyd selama sembilan menit ditambah beberapa detik saat pria malang ini sudah tidak responsif.
Aksi protes ini membuka luka lama kakak Traore, Assa yang berbicara di tengah aksi demonstrasi itu.
"Hari ini kita tidak hanya berbicara tentang pertarungan keluarga Traore."
"Ini adalah perjuangan untuk semua orang. Ketika kami berjuang untuk George Floyd, kami berjuang untuk Adama Traore," katanya.
"Apa yang terjadi di Amerika Serikat adalah gaung dari apa yang terjadi di Prancis," tambah Assa.
Selain tindakan polisi yang berlebihan, kasus Traore dan George Floyd juga memiliki laporan kematian yang bertentangan.
Sama halnya dengan Traore, menurut otopsi awal Floyd dilaporkan meninggal karena masalah jantung bawaan.
Sedangkan otopsi yang dilakukan keluarganya mengatakan Floyd meninggal karena sesak napas akibat tekanan.
Otopsi resmi Floyd kemudian mengkonfirmasi bahwa pria malang ini meninggal dalam pembunuhan yang melibatkan 'kompresi leher'.
Aksi ini menyebabkan bentrok antara kepolisian Prancis dengan para pengunjuk rasa pada Selasa (2/6/2020) lalu.
Kepala polisi Paris menolak tuduhan rasisme terhadap pasukannya.
Sekitar 20.000 orang menentang larangan pertemuan massa untuk menghindari Covid-19 demi bergabung dengan demonstrasi.
Meski awalnya berjalan damai, arak-arakan ini tiba-tiba berubah mencekam.
Para demonstran melempari polisi dengan batu dan dibalas polisi dengan gas air mata.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sama dengan George Floyd, Siapa Adama Traore? Korban Kekerasan Polisi yang Sebabkan Prancis Rusuh