Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Forum Dosen Tribun Timur

Covid-19: Virus, Bisnis, atau Konspirasi? Berikut Ulasan Prof Irawan Yusuf

Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas, Prof dr Irawan Yusuf menjadi pembicara pada dialog virtual membahas Covid : Virus, Bisnis, atau Konspiras

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Suryana Anas
dok_jamkes_BPJS
Prof Dr Irawan Yusuf, PhD, Guru Besar Ilmu Kedokteran Unhas Makassar 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas, Prof dr Irawan Yusuf menjadi pembicara pada dialog virtual membahas Covid : Virus, Bisnis, atau Konspirasi, yang di Gagas Forum Dosen Tribun Timur, Senin (1/6/2020) kemarin.

Berikut ulasannya: 

ADA tiga pertanyaan yang membuat kita memahami bagaimana virus Corona ini bekerja.

Pertama, apa yang terjadi sebenarnya? Kita dan masyarakat belum tentu memahami yang terjadi.

Kita tak mempunyai gambaran holistik, kalau ternyata virus ini berinteraksi dengan manusia sebagai host atau inang dalam lingkungan fisik, biologi dan sosial.

Kita baru bisa pahami dari konteks fisik, biologi dan sosial. Ketidakpahaman ini yang membuat argumentasi di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat mencari sendiri jawabannya.

Teori konspirasi muncul ketika masyarakat sendiri yang mencari jawabannya.

Mereka merasakan tak ada rasa aman dengan adanya penyakit ini sehingga mereka beranggapan ada konspirasi. Tapi, lama-lama tak ketemu juga dan memang konspirasi tak ada

Masyarakat berusaha mencari menyusun informasi itu dari puzzel dan kepingan yang ujung-ujungnya dan sebenarnya teori konspirasi itu tak ada.

Saya sudah 30 tahun menjadi peneliti. Separuh hidup saya hidup di laboratorium.

Ketika ada sesuatu yang merekayasa virus ini maka, resiko tak bisa ditanggung oleh lab, bangsa bahkan dunia.

Apa yang terjadi bukanlah teori konspirasi. Virus ini tidak dibuat oleh manusia tapi terjadi akibat perbuatan manusia, jadi kedua hal itu beda.

Lalu konteks diskusi, apakah pandemi ini dibuat oleh farmasi, kemudian mereka menjual vaksin atau anti virus itu ke masyarakat?

Industri farmasi adalah bisnis sangat kompetitif dengan melibatkan banyak pihak, ada saintis, regulator, pemerintah dan politikus.

Konsep konspirasi di antara mereka itu ada karena market untuk farmasi sampai tahun 2020 ini mencapai $US 1 triliun. Jadi luar biasa.

Dalam kongres di Amerika Serikat ada perusahaan yang mengajukan untuk membuat obat, perusahaan ini menggelontorkan uang $US 295 juta.

Dalam bisnis obat untuk menemukan satu obat bisa seharga $US 80 juta, dari sini konspirasinya membuat semua pihak bermain di situ.

Jadi kita bisa bayangkan, apalagi bukti  scientific (ilmiah) ini sama dengan virus yang pertama di kelelawar, manusia semakin akrab dan virus ini sehat di karena Umur manusia yang panjang kemudian berada di atas rantai makanan sebagai predator.

Jadi kalau dia masuk ke tubuh manusia, maka relatif lebih aman dan lama tinggal. Virus ini juga pindah untuk survive.

Virus Indonesia unclassified, virus di Indonesia berbeda dengan virus A, B, C yang ada di negara lain. Kalau mau bikin vaksin akan susah karena belum tentu jadi dalam setahun.

Terkait senjata biologis, ada negara yang mau mengembangkan virus? sekali virus itu lepas maka tak akan bisa terkontrol, orang-orang yang kerja di laboratorium akan menjadi hambatan sebuah bangsa karena mereka tahu konsekuensinya.

Ilmuan bisa mengembangkan virus itu. Tetapi, keputusan mengembangkan menjadi apa, maka itu adalah keputusan politik.

Selanjutnya, pertanyaan kedua adalah  apakah yang dilakukan selama ini sudah benar?

Kita sudah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Rapid tes berskala massal.

Tetapi, PSBB itu bisa berjalan bagus ketika masyarakat disiplin, kita punya modal ekonomi dan sosial kuat.

Ini bisa terjadi kalau pemerintah kita tegas dan adil. Masyarakat disiplin dan toleran. Akademisi dan pemuka agama yang rendah hati.

Tenaga kesehatan berkompeten dan berdedikasi tinggi.

Kemudian, ada pemikiran membuat masyarakat bertahan menghadapi virus Corona dengan cara Herd immunity, itu resiko sangat besar.

Pertanyaan ketiga, bagaimana masa depan kita? Selama ini kita terlalu eksploratif. Kita harus sadar gaya, ekonomi, pertanian Sanga eksploratif.

Kita harus betul-betul menguraikan, apakah sistem demokrasi kita sudah cocok yang populis karena pemerintah populis kadang kala anti sains.

Sistem research sudah harus kita rombak total. Bisnis kita harus berubah from profit ke benefit. Harus ada value, maka inilah yang kita maksud dengan New Normal.(*)

*Prof dr Irawan Yusuf PhD
(Pakar Fisiologi dan Molekul Genetic/peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved