Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wuhan China

Cerita dari Wuhan Pasca Lockdown: Ada Duka, Harapan dan Ketakutan Pandemi Corona Jilid II

Pada perkembangannya, peningkatan kasus pun perlahan menurun. Hingga akhirnya kebijakan lockdown dicabut pada 8 April 2020.

Editor: Ansar
AFP
Sejumlah pasangan dengan mengenakan masker menari di sebuah taman di sebelah Sungai Yangtze, Wuhan, Provinsi Hubei, China, Selasa (12/5/2020). Memasuki enam pekan bebas dari lockdown yang diterapkan akibat pandemi Covid-19 sejak Januari lalu, warga Wuhan kembali beraktivitas walau dalam kondisi terbatas.(AFP/HECTOR RETAMAL) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Lebih dari dua bulan, orang-orang yang ada di Wuhan, China, hidup di bawah lockdown atau penguncian.

Hal itu  diberlakukan pemerintah untuk menahan penyebaran pandemi corona. 

Pada perkembangannya, peningkatan kasus pun perlahan menurun. Hingga akhirnya kebijakan lockdown dicabut pada 8 April 2020.

Meski pembatasan telah jauh dilonggarkan, tetapi para penduduk mengaku masih terus berhati-hati, meraba-raba bagaimana untuk melangkah ke depan di tengah pandemi yang masih berlangsug di dunia.

Ada rasa trauma, sedih, marah, dan takut. Namun, ada juga harapan, rasa terima kasih, dan kesabaran.

Berikut beberapa kisah dari para penduduk Wuhan dalam menghadapi kehidupan baru dan rutinitas baru sebagai new normal  pasca penguncian.

Menjaga diri sendiri.

Musim semi menandai awal dari musim udang laut.

Dalam kondisi normal, saat musim ini datang, orang-orang akan mengolah udang laut dengan berbagai cara, mulai dari direbus, digoreng, hingga dilapisi cabai.

Setelah itu, mereka akan menyantapnya bersama keluarga dan teman-teman.

Akan tetapi, Hazel He tidak berencana untuk mengadakan jamuan seperti itu setidaknya hingga tahun depan.

"Di mana ada kerumunan, masih ada tingkat risiko penularan," kata He seperti dikutip dari New York Times, 18 Mei 2020.

Pembeli membayar makanan melalui pagar pembatas di pasar basah Wuhan. Foto diambil pada 1 April 2020.(ALY SONG/REUTERS)
Pembeli membayar makanan melalui pagar pembatas di pasar basah Wuhan. Foto diambil pada 1 April 2020.(ALY SONG/REUTERS) (ALY SONG/REUTERS)

Mencoba menghindari risiko menjadi sebuah dasar dari apa yang akan dilakukan oleh He saat ini.

Meskipun masyarakat telah diperbolehkan untuk berkeliling kota lagi, tetapi ia masih mengobrol dengan teman-temannya secara virtual.

Sebelum pergi ke luar bersama putranya yang berusia 6 tahun, He akan mengawasi lewat jendelanya terlebih dahulu, memastikan tidak ada orang di sekitarnya.

Kecemasan tersebut tidak sebesar saat awal wabah terjadi.

Namun, sebagaimana banyak warga Wuhan lainnya, ia masih berhati-hati untuk beraktivitas normal.

He memahami betapa rapuhnya "kemenangan" atas virus corona yang telah diraih Wuhan.

Minggu lalu, baru saja dilaporkan 6 kasus baru Covid-19, setelah lebih dari satu bulan tidak ada infeksi baru yang dilaporkan.

"Wuhan telah berkorban banyak. Menjaga diri sendiri adalah tanggung jawab kita kepada orang lain," kata He.

"Ini seperti sedang berada dalam sebuah perlombaan dan saya sendiri berada 50 meter di belakang. Akan tetapi, asalkan saya bisa mengejar nantinya, semuanya akan sama," ujar dia.

Setelah tidak lagi dikunci, para penduduk Wuhan mulai memberanikan diri keluar dari rumah.

Orang-orang mengunggah suasana tersebut di media sosial, toko-toko telah dibuka kembali, Wuhan telah kembali.

Namun, saat Rosana Yu memesan teh susu pertamanya dalam 2 bulan terakhir, ia tidak begitu puas.

"Apakah kalian lupa bagaimana membuat teh susu?" canda Yu melalui WeChat-nya pada akhir Maret lalu.

Saat penguncian telah dilonggarkan awal April lalu, Yu dan orangtuanya mengunjungi sebuah taman untuk menyaksikan bunga sakura yang indah di Wuhan.

"Pihak berwenang masih mengimbau orang-orang untuk tetap di rumah, tetapi kami sudah tidak tahan lagi," kata dia.

Kini, ia juga memiliki kebiasaan baru yaitu berhenti dan mengamati lalu lintas sebelum menyeberang jalan.

"Melihat banyak mobil berlalu lalang kembali, saya sangat senang," kata Yu.

Seorang penduduk membayar makanan dengan berdiri di atas pagar pembatas di pasar basah Wuhan, provinsi Hubei, China. Foto diambil pada 1 April 2020.(ALY SONG/REUTERS)
Seorang penduduk membayar makanan dengan berdiri di atas pagar pembatas di pasar basah Wuhan, provinsi Hubei, China. Foto diambil pada 1 April 2020.(ALY SONG/REUTERS) (ALY SONG/REUTERS)

 Optimismenya tumbuh dari keberuntungan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang terinfeksi virus corona.

Namun, semuanya tetap sangat menyulitkan saat pandemi terjadi.

Sebelumnya, ia keluar dari tempat kerjanya dan tidak bisa menemui teman-temannya.

Meski demikian, kini Yu yakin terhadap new normal di Wuhan dan siap menghadapinya.

Ia akan melanjutkan hobinya memanggang kue sejak penguncian diberlakukan dan mengikuti kelas online.

Pandemi pun membuatnya memiliki hubungan kekerabatan baru yang sangat dekat dengan tetangganya.

Selama penguncian, warga yang berprofesi sebagai tukang cukur menawarkan untuk memotong rambut warga lainnya secara gratis.

Group chat juga dibuat untuk lingkungan rumahnya, sebagai tempat koordinasi saat akan berbelanja. Interaksi-interaksi virtual ini juga menjadi sebuah sistem dukungan antar warga.

"Ini adalah pertama kalinya saya merasa seperti semuanya memiliki sesuatu bersama, menuju tujuan yang sama," kata Yu. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita dari Wuhan Setelah Lockdown: Duka, Ketakutan, dan Harapan...", 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved