Putus Cinta Selama Pandemi Corona atau Covid-19? Psikolog Sebut Harus Bersyukur
Hal tersebut disebabkan karena adanya imbauan untuk saling menjaga keselamatan diri dan keluarga dari virus corona.
TRIBUN-TIMUR.COM - Sejumlah pasangan kekasih harus berpisah setelah sekian waktu lamanya menjalani hubungan jarak jauh akibat pandemi Corona atau Covid-19.
Mereka tidak bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama seperti biasanya.
Hal tersebut disebabkan karena adanya imbauan untuk saling menjaga keselamatan diri dan keluarga dari virus corona.
Cara dengan cara tetap tinggal di dalam rumah.
Hubungan jarak jauh ini tentu berbeda dengan hubungan Long Distance Relationship (LDR) laiinnya yang sudah terrencana dan disepakati kedua belah pihak.
Krisis kesehatan ini memaksa para pasangan, khususnya yang belum menikah harus terpisah jarak dan berhubungan hanya lewat ponsel saja.
Maka dari itu, banyak pasangan yang ternyata gagal mempertahankan hubungan dan memilih untuk berpisah.
• Pengakuan NH Diduga Terlibat Kasus Pemerkosaan Gadis 16 Tahun, Siapkan Rp 500 Juta untuk Korban
• Dukun Apes! Didatangi Pasien Corona untuk Berobat, Awalnya Percaya Diri, Kini jadi ODP
Lantas, apa yang harus dilakukan?
Bersyukur jika putus cinta saat corona
Tapi, Psikolog Seksual Zoya Amirin menyebut pasangan yang hubungannya berakhir di tengah belenggu pandemi ini semestinya bersyukur, dan tidak perlu menyalahkan pasangan ataupun diri sendiri.
Putus hubungan ini, beberapa hal yang menjadi alasannya adalah jenuh atau bosan dan lama tidak bisa bertemu secara langsung.
Jika itu benar terjadi pada hubungan Anda, maka itu sudah menjadi pertanda yang jelas bahwa pasangan Anda itu bukanlah orang yang tepat untuk diajak menua bersama.
"Penyebab putus hubungannya kalau enggak ada fisik, itu enggak (tepat) berarti.
Nah gimana kalau nikah, pasti ada saja situasi yang membuat kita pisah sama pasangan, apakah itu membuat kita jadi enggak sayang?" tanya Zoya, saat dihubungi Rabu (13/5/2020).
Ia mencontohkan ketika suatu hari nanti, pasangan tenyata harus pergi untuk bekerja, melanjutkan pendidikan, atau kondisi lain yang memaksa pasangan tinggal berjauhan.
"Apakah kondisi ini kita jadi bosen sama pasangan?" ujar dia.
Kemudian, apabila ada alasan jenuh dan bosan yang muncul akibat pola komunikasi yang itu-itu saja melalui gadget, Zoya pun menyebut itu belum seberapa daripada bosannya orang berumah tangga yang jangka waktunya seumur hidup.
"Kalau misal bosen gitu-gitu aja, ya ampun mana ada sih orang enggak bosen. Nikah bakal seumur hidup loh. 'Bosen nih gue, cerai, putus,'. Ya enggak bisa gitu dong," sebut dia.
Zoya menganggap bosan adalah hal yang sangat manusiawi. Namun bukan menjadi indikator seseorang tidak memiliki cinta dan kasih sayang.
"Mungkin kalau kita sampai bosan, bukan karena kita enggak mencintai pasangan kita, tapi enggak punya relasi lain yang sehat," kata Zoya.
• Pengakuan NH Diduga Terlibat Kasus Pemerkosaan Gadis 16 Tahun, Siapkan Rp 500 Juta untuk Korban
• Dukun Apes! Didatangi Pasien Corona untuk Berobat, Awalnya Percaya Diri, Kini jadi ODP
Hubungan yang sehat
Hubungan tidak sehat yang dimaksud adalah ketika seseorang benar-benar hanya menjalin hubungan dengan pasangan dan tidak memiliki relasi dengan orang lain, bahkan dirinya sendiri.
"Orang yang sehat harus punya relasi sehat dengan teman-temannya, dengan kegiatan yang membuatnya merasa sebagai individu yang berguna, lalu sama pasangannya.
Pasangan itu kan bagian dari hidup dia, bukan seluruhnya," jelas Zoya.
Jika seseorang menjadikan pasangan adalah segalanya, maka di situlah bosan dan jenuh akan tercipta.
Bagaimana tidak, di masa pandemi seperti ini kegiatan kita semakin terbatas, tidak pergi ke kantor, tidak berangkat ke sekolah, dan sebagainya.
"Itu yang membuat orang jadi sumpek dan bosen, karena mereka enggak punya pembagian waktu. Semua buat pasangan, semua buat pasangan, giliran kayak gini nih 24/7 literally," ujar dia.
Satu hal terakhir yang juga ditekankan oleh Zoya, ketika saat ini sudah putus, jangan mudah untuk kembali ke hubungan yang sama setelah pandemi berakhir.
Kembali menjalin asmara boleh saja, tapi pelajari dulu apa yang menjadi masalah pada saat ini. Dengan begitu, hubungan dengan pasangan akan bisa tetap bertahan ketika suatu hari nanti terdapat hambatan sejenis yang muncul dalam bentuk lain. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Putus Cinta Saat Corona? Psikolog Sebut Seharusnya Bersyukur",