Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Iuran BPJS Kesehatan

Mahkamah Agung Kini Dukung Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Ia mengatakan MA tak akan mencampuri penerbitan kembali Perpres serupa sebab tak berwenang di zona tersebut.

Editor: Ansar
Kompas.com
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah melalui pertimbangan Presiden Joko Widodo.

Hal tersebut dikatakan oleh Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro.

Hal itu disampaikan Andi menanggapi polemik terbitnya Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal sebelumnya Perpres serupa dibatalkan MA.

"Jika benar Presiden telah menerbitkan Perpres baru yang menaikkan (lagi) iuran BPJS, tentu sudah dipertimbangkan dengan seksama," kata Andi melalui pesan singkat, Kamis (14/5/2020).

Ia mengatakan MA tak akan mencampuri penerbitan kembali Perpres serupa sebab tak berwenang di zona tersebut.

Andi menuturkan MA hanya berwenang mengadili dan memutuskan jika ada pihak yang berkeberatan dengan Perpres tersebut.

Warga Gerebek Pesta Miras dan Seks, 1 Wanita Layani 3 Pria, Nasib Pelaku Setelah Diketahui Polisi

Heboh! Suara Perempuan Lagi Ngaji Muncul di Gedung Kosong Kampus, Dikira Hantu

Ia menambahkan pemerintah bisa saja memiliki alasan menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan pertimbangan kesinambungan program, namun tetap harus mempertimbangkan putusan MA.

"Presiden dalam membuat Perpres yang baru tentu sudah mempertimbangkan semua aspek, sebab kalau toh iuran BPJS itu harus dinaikkan untuk kesinambungannya namun tentu juga pemerintah mempertimbangkan isi putusan MA yang membatalkan Perpres No. 75 yang lalu," lanjut dia.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. 

Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid tersebut diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) lalu.

Kenaikan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang. Pada Oktober tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut. 

Iuran BPJS Naik, Eks KPK Sebut Jokowi Berani Lawan MA: Kita Bukan Lagi Negara Hukum tapi Kekuasaan

Langkah Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan dikritik banyak pihak, termasuk Mantan Komisioner KPK Laode M Syarief.

Ia tampaknya miris dengan keputusan Jokowi tersebut.

Sebab, Jokowi dinilai telah melawan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS sebelumnya.

Sebab, pemerintah sudah berani melawan putusan MA.

Hal tersebut disampaikan oleh Laode M Syarief di akun Twitternya, Kamis (14/5/2020).

 Warga Gerebek Pesta Miras dan Seks, 1 Wanita Layani 3 Pria, Nasib Pelaku Setelah Diketahui Polisi

 Heboh! Suara Perempuan Lagi Ngaji Muncul di Gedung Kosong Kampus, Dikira Hantu

Laode M Syarief juga memention akun Twitter Mahfud MD dalam menyampaikan kritiknya itu.

Hal itu disampaikan Laode M Syarief sambil memposting berita di Kompas.com dengan judul “Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Dinilai Berselancar Lawan Putusan MA”.

Seperti diketahui, Jokoei mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Pada Perpres tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

 

Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.

Hal itu membuat Laode M Syarief menuding negara ini bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasaan.

“KETIKA KITA SUDAH BERANI MELAWAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG,

Kita Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan.

@mohmahfudmd @zainalamochtar @na_dirs,” tulisnya.

Jokowi Lawan Putusan MA

Dilansir Kompas.com, Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menyesalkan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Pasalnya, dalam perpres tersebut pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.

"Pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2020).

 

Saleh menduga, pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS Kesehatan itu pada per 1 Juli 2020 sehingga dapat melaksanakan putusan MA dalam waktu tiga bulan yaitu April, Mei, Juni.

Setelah itu, pemerintah akan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

"Saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," ujarnya.

Saleh menilai, pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini.

"Masyarakat di mana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut," ucapnya.

Lebih lanjut, Saleh merasa khawatir, banyak masyarakat tidak bisa membayar iuran BPJS Kesehatan sehingga akses layanan kesehatan menjadi terhambat.

Oleh karenanya, ia meyakini, perpres tersebut akan mendapat perlawanan dari masyarakat dengan kembali menggugat ke Mahkamah Agung.

"Berkaca pada gugatan sebelumnya, potensi mereka menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan oleh pemerintah," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

 

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.

Berikut rinciannya:

- Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.

- Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
- Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Pada akhir tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MA Yakin Kenaikan Iuran BPJS Sudah Dipertimbangkan Presiden", 


Sebagian tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Jokowi Dinilai Lawan Putusan MA Soal BPJS, Laode: Ini Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan, 
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved