PDAM Makassar
5 Jam Danny Pomanto Diperiksa Terkait Kasus PDAM Makassar
DP sapaan akrab mantan Wali Kota Makassar tiba di Kejaksaan sekitar pukul 10.00 wita dengan pengawalan puluhan simpatisan.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mantan Wali Kota Makassar Danny Pomanto memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan atas kasus dugaan korupsi pada Perusaaan Daerah Air Minum (PDAM) tahun anggaran 2017 - 2018, Rabu (13/5/2020).
Ia dimintai keterangan dalam kasus
sekaitan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya unsur merugikan uang negara senilai Rp 31 M.
"Saya kesini hanya untuk mengklarikasi terhadap masalah masalah mengenai isu atas laporan tentang PDAM,"kata Danny Pomanto di Kejaksaan Tinggi Sulsel.
DP sapaan akrab mantan Wali Kota Makassar tiba di Kejaksaan sekitar pukul 10.00 wita dengan pengawalan puluhan simpatisan.
Ia menjalani pemeriksaan secara tertutup di lantai 1 Kejaksaan hampir 5 jam. Ia baru meninggalkan ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.00 wita.
DP mengaku dipanggil Kejaksaan dalam kapasitasnya sebagai Wali Kota pada saat adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
Berdasarkan informasi diperoleh BPK menemukan adanya indikasi dugaan korupsi yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp 31 M.
Lalu dalam laporan nomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018, BPK mengeluarkan lima rekomendasi yang diberikan kepada Wali Kota, dua diantaranya berpotensi masalah hukum.
Pertama, BPK merekomendasikan kepada Walikota Makassar agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.
Kedua, BPK merekomendasikan kepada Walikota Makassar agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiun sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.
Saar ditanya soal penyebab adanya temuan kerugian negara, DP mengarahkan agar mempertanyakan hal itu ke PDAM.
"Jangan tanya saya, tanya ke pdam karena saya ini kepala daerah, itukan semua perusda sudah otonom dalam bahasa awamya, ada peraturan nya masing-masing, walaupun sahamnya itu seratus persen pemerintah kota," sebutnya.
"Ada temuan apa semua buktinya temuan itu saya tanda tangani, namanya LHP. LHP itu sebelumnya ada klarifikasi. Nah begitu mau diputuskan, jadi saya bersepakat dengan BPK bahwa itu LHP. Jadi jangan tanya saya karena saya bersepakat itu temuan pak," paparnya.
Ia mengaku harus bertanda tangan itu peraturankarena undang-undang. Jika ada anggapan salah kata Danny berarti sejak 2003 sudah salah.
"Tapi itu baru ditemukan sekarang, itupun ada perselisihan pandangan BPK dgn PDAM, soal berlakunya aturan karena diuyatakan bpk, di dalam PP 54 syaratnya PP ini berlaku kalau dia sudah Perunda dan ada Perda," ujarnya.
"Jadi kalo dia berlaku kan ini barang lebih melanggar lagi, karena tidak ada perdanya dan bukan dalam bentuk perunda. Karena itulah ada temuan," paparnya.
Mengenai masalah dana yang diminta dikembalikan kata Danny itu tanggungjawab PDAM.
"Kita sendiri liat rekomendasi BPK, memerintahkan kepada wali kota merekomendasikan, bukan memerintahkan wali kota untuk mengembalikan. Tapi merekomendasikan dirut pdam untuk mengembalikan. Tugas saya itu saja," jelasnya.
Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Idil mengatakan dalam kasus ini sudah ada beberapa pihak yang dimintai keterangan selain Danny Pomanto.
"Semua pihak terkait kita akan mintai klarifikasi dan sudah ada beberapa orang dimintai keterangan," ujar Idil.