Viral Jenazah ABK Indonesia di Kapal China Dibuang ke Laut, Ternyata Ada Pemuda Asal Enrekang Sulsel
Sedang viral jenazah ABK asal Indonesia di yang bekerja di kapal China dibuang ke laut. Ternyata sebelumnya ada juga jenazah ABK
Jika satu kotak beratnya 45 kilogram, maka ada sekitar 800 kilogram.
Dalam laporan itu, disebutkan kelompok pemerhati lingkungan hidup yakin, kapal tersebut khawatir jika aktivitas ilegal mereka ketahuan.
Oleh karena itu, jika terjadi kematian di antara ABK, mereka akan terus melanjutkan operasi tanpa harus bersandar di pelabuhan.
Menurut Lee, dia menduga karena terlalu banyak sirip hiu, maka kapal tersebut tidak bisa berlama-lama berada di suatu tempat.
Sebab, jika sampai diperiksa oleh biro pelabuhan atau bea cukai, mereka akan mendapat sanksi berat karena kegiatan mereka.
Pada pekerja yang merasa tidak puas dilaporkan pindah ke kapal lain dan tiba di Pelabuhan Busan pada 14 April, namun harus menunggu selama 10 hari.
Saat menunggu itulah, seorang pelaut dikabarkan mengeluh sakit di dada, dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, di mana dia meninggal pada 27 April.
Kelompok HAM yang menyelidiki kematian empat orang di kapal kemudian melaporkannya kepada Garda Penjaga Pantai Korea Selatan (KCG), untuk segera menyelidikinya.
Seoul dilaporkan bisa melakukan investigasi, karena pada 2015 mereka meratifikasi perjanjian internasional untuk mencegah perdagangan manusia.
Termasuk di dalamnya kerja paksa dan eksploitasi seksual.
Namun dua hari setelah peristiwa itu, kapal tersebut langsung meninggalkan lokasi sehingga investigasi tak bisa dilanjutkan.
Untungnya, demikian terjemahan yang dipaparkan Jang Hansol, masih ada pelaut yang berada di Busan, di mana mereka ingin melaporkan pelanggaran HAM.
Kru tersebut dilaporkan sudah meminta pemerintah Korea Selain untuk menggelar penyelidikan menyeluruh, di mana mereka mengaku ingin memberi tahu dunia tentang apa yang mereka alami.
Penjelasan Kementerian Luar Negeri RI
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri memberikan penjelasan terkait dengan penanganan jenazah yang dilakukan di kapal, yang diidentifikasi bernama Long Xin 629 dan Long Xin 604.
Dijelaskan bahwa pada Desember 2019 dan Maret 2020, terjadi kematian pada tiga ABK asal Indonesia ketika mereka tengah berlayar di Samudera Pasifik.
Kapten kapal kemudian memutuskan untuk melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular, dan sudah mendapat persetujuan dari kru kapal lainnya, sesuai dalam poin tiga rilis yang tercantum di situs Kemlu.
KBRI Beijing kemudian menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus yang tengah terjadi.
Dalam penjelasannya, Kementerian Luar Negeri China menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan kru kapal lainnya.
Meski begitu, guna meminta penjelasan mengenai pelarungan jenazah apakah sudah ketentuan Badan Pekerja Dunia (ILO), maupun mengenai perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar China.
Jenazah ABK Asal Enrekang Juga Dibuang ke Laut
Muhammad Alfatah, ABK asal Dusun Banca, Desa Bontongan, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, meninggal dunia di kapal Long Xin 802 dan jenazahnya dilarung ke laut, 27 Desember 2019.
Peristiwa ini sempat menyita perhatian publik di Sulsel.

Diberitakan Tribun-Timur.com pada Januari 2020, saat mendapat kabar kematian Muhammad Alfatah, keluarga sebenarnya sangat berharap jenazah Alfatah dibawa ke kampung halamannya.
"Kami sangat ingin melihat jenazahnya, tapi mungkin itu sudah hal yang mustahil," kata kakak kandung Alfatah, Rasyid, Senin (20/1/2020).
• KRONOLOGI Kapal Long Xing Buang Jenazah Pelaut Enrekang Muhammad Alfatah ke Laut, Keluarga Ikhlas
Muhammmad Alfatah dikabarkan meninggal dunia di kapal karena sakit.
Rasyid enggan berspekulasi mengenai kebenaran penyebab kematian adiknya, anak ke-7 dari 9 bersaudara.
"Kami tidak ingin berpikir macam-macam terkait penyebab kematiannya, karena sudah diikhlaskan," katanya.
Keluarga juga menggelar salat gaib di rumah mereka untuk mendoakan almarhum.
Almarhum adalah anak dari pasangan Hardin dan Rali'.
Ia merupakan lulusan SMK Pelayaran Lintas Nusantara di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Sejak tahun 2017, kata Rasyid, adiknya tersebut mulai berlayar.
Rasyid mengaku, terakhir berkomunikasi dengan adiknya itu sejak setahun yang lalu.
"Terakhir komunikasi setahun lalu, saat ini dia (Alfatah) masih di Hong Kong, pas di bandara menuju Korea dia sempat nelepon, dan setelah itu tidak pernah ada kabar lagi," ujarnya.
Kabar kematian Muhammad Alfatah baru diketahui oleh keluarga setelah viral di media sosial.
Rasyid melihat sebuah foto yang sangat mirip dengan adiknya.
Ia juga membaca keterangan ABK dibuang ke tengah laut.
Tak lama kemudian, ia menerima sebuah surat yang menyebut bahwa adiknya telah tiada.
"Pas viral bersamaan itu ada surat datang," ujarnya.
Surat itu mengabarkan, adiknya telah meninggal dunia.
Muhammad Alfatah dikabarkan meninggal setelah mengalami sakit saat sedang melaut pada 18 Desember 2019.
Hal itu tercantum dalam surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Muhammad Alfatah disebutkan mengalami bengkak pada kaki dan wajah, nyeri dada dan napas pendek.
Meski sempat diberikan obat, kondisi Muhammad Alfatah tak kunjung membaik.
Muhammad Alfatah kemudian dipindahkan ke kapal Long Xin 802 yang akan berlabuh di Samoa (sebuah negara kepulauan di Samudera Pasifik) lalu dibawa ke rumah sakit.
Pemindahan dilakukan pada 27 Desember 2017 pukul 13.30 WIB.
Delapan jam setelah dipindahkan, Muhammad Alfatah meninggal.
Jasad Muhammad Alfatah akhirnya dibuang ke laut.
Alasannya, letak daratan masih jauh hingga ketakutan penyakit menular yang bisa menjangkiti kru lainnya.
Dilansir Wikipedia.org tentang burial at sea, pemakaman jenazah di laut dengan cara dilarung adalah hal yang biasa dan menjadi tradisi yang dilakukan di kapal laut atau pesawat terbang.
Sebelum dilarung, jenazah mendapatkan penghormatan dan dilakukan upacara yang layak sesuai dengan agama yang dianut.
Upacara biasanya dilakukan dengan cara penguburan di dalam peti mati, dijahit dengan kain lalu dilarung ke laut.
Sebagian juga melarung abu kremasi jenazah dari sebuah kapal.(kompas.com/tribun-timur.com)