Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUN WIKI: Sejarah Desa Patoloan Luwu Utara, Penduduk Pertama Orang Jawa Dibawa Kolonial Belanda

Menurut sejarah, Patoloan bermula dari Kampung Lemahabang yang mulai didiami sekitar tahun 1938.

Penulis: Chalik Mawardi | Editor: Sudirman
chalik / tribun timur
Kantor Desa Patoloan, Kecamatan Bone-bone, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. 

TRIBUNLUTRA.COM, BONE-BONE - Desa Patoloan adalah sebuah desa di Kecamatan Bone-bone, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Menurut sejarah, Patoloan bermula dari Kampung Lemahabang yang mulai didiami sekitar tahun 1938.

Sedangkan penduduknya berasal dari Pulau Jawa yang dibawa oleh Belanda pada masa kolonial.

Saat itu wilayah Patoloan masih berupa hutan belantara dan rawa-rawa.

Dikutip dari situs desapatoloan, Rabu (6/5/2020), pada awalnya lokasi yang didiami adalah dataran tinggi.

Karena dianggap ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Lokasi itu sekarang menjadi kompleks Perumahan BTN.

Oleh orang dulu, daerah itu dinamakan Lemahabang yang artinya tana merah dan nama ini masih digunakan untuk sebuah dusun.

Pemimpin kampung pada masa itu masih belum terbentuk.

Hanya diawasi oleh pemerintah yang disebut Asisten Wedono (Awe)

Tahun 1938 s/d 1952 perkampungan Lemahabang diawasi Awe.

Kemudia kampung dipimpin Mbah Wagirah pada tahun 1952 s/d 1965 sekaligus jadi pemimpin pertama.

Dalam kepemimpinannya, warga belum dapat merasakan hidup tentram.

Karena masa kepemimpinan Mbah Wagirah bertepatan dengan terjadinya pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan pimpinan Abdul Kahar Mudzakkar.

Pada masa pemberontakan ini, warga bersama tentara Siliwangi dan Tanjung Pura berperang melawan pemberontak.

Hampir setiap malam terdengar letasan senjata dan letusan meriam.

Pada tahun 1959 terjadi pertempuran sengit antara warga dengan pemberontak yang membuat kampung Lemahabang begitu mencekam.

Rumah warga dibakar oleh para pemberontak dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.

Pada awal tahun 1965 pemberontakan DI/TII mulai berakhir.

Berakhirnya pemberontakan tersebut bertepatan dengan berakhirnya jabatan Mbah Wagirah sebagai kepala kampung Lemahabang.

Pada tahun 1965 s/d 1969 kampung Lemahabang dipimpin oleh sesepuh kampung yaitu Baidi.

Pada masa kepemimpinannya kehidupan masyarakat mulai tenang, sudah tidak lagi terjadi kekacauan dan pembakaran rumah warga.

Namun ekonomi masyarakat masih sangat sulit.

Pada tahun 1969 kepemimpinan Baidi sebagai kepala kampung berakhir.

Tahun 1968 s/d 1974 kampung Lemahabang dipimpin Tabri.

Masyarakat dapat hidup tenang, namun perekonomian masyarakat masih sama dan tidak jauh berbeda dengan sebelumnya hingga jabatannya berakhir.

Pada tahun 1974 Lemahabang dipimpin oleh Kasdin.

Meskipun keadaan ekonomi pada masa itu masih sulit, namun kehidupan bermasyarakat sangat rukun dan tenang.

Pada masa ini ada sedikit perbedaan dengan masa sebelumnya.

Setiap akan turun sawah atau lebih dikenal dengan sebutan buka bumi diadakan syukuran.

Ditandai dengan pagelaran wayang kulit satu hari satu malam.

Masyarakat sangat terhibur dengan pagelaran tersebut.

Pribadi kepemimpinan Kasdin yang sangat ramah, sopan dan bersahaja membuat masyarakat sangat menyukai kepemimpinannya.

Pada tahun 1980 kepemimpinannya berakhir.

Pada tahun 1980 kampung Lemahabang dipimpin oleh Ahmad Shodiq.

Pada masa kepimpinan Ahmad Shodiq ada perencanaan untuk mendirikan sebuah desa.

Akhirnya tokoh-tokoh masyarakat membahas untuk memberikan nama sebuah desa.

Salah satu tokoh pendiri nama desa adalah Ustadz Saing Latif dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

Sejarah nama Desa Patoloan ini berasal dari kata Patoloran.

Dalam bahasa bugis Patoloran artinya Patok.

Terbuat dari kayu yang ditancapkan di tanah atau datas bukit.

Adapun kegunaan patok tersebut untuk mengikat hewan ternak yaitu sapi atau kerbau.

Karena sering dan banyaknya patok yang ditancapkan diatas bukit, sehingga oleh para tokoh masyarakat dahulu dinamakan Bukit Patoloran, kemudian diubah namanya menjadi Patoloan.

Menurut cerita orang-orang terdahulu, apabila kerbau atau sapi diikat ditempat tersebut maka ternak sangat aman dari segala gangguan.

Karena disekitar bukit itu diyakini ada penunggu tidak kasap mata.

Tempat yang dimaksud saat ini masuk dalam wilayah Desa Saptamarga, Kecamatan Sukamaju tepatnya disebelah Bendungan Sungai Kanjiro

Itulah sejarah singkat Desa Patoloan dan selanjutnya pada tahun 1982 jadilah desa definitif.

Pada waktu itu yang menjabat sebagai kepala desa adalah Marking DM dengan masa jabatan dari tahun 1982 s/d 1986.

Selanjutnya masyarakat Desa Patoloan mengadakan penyelenggaraan pemilihan kepala desa pertama pada tahun 1986 dan terakhir tahun 2014.

Laporan Wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur: 

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved