Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kakak Soe Hok Gie Meninggal Dunia

Kakak Kandung Soe Hok Gie, Arief Budiman Meninggal Dunia, Profilnya Sebagai Pencetus Golput Pemilu

Aktivis 66 sekaligus kakak kandung Soe Hok Gie, Arief Budiman (Soe Hok Djin) Meningga dunia di usai 79 Tahun

Editor: Waode Nurmin
Kolase TribunStyle (Kompas/Dudy Sudibyo, Wikimedia Commons)
Arief Budiman alias Soe Hok Djin, kakak Soe Hok Gie. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kakak kandung aktivis Soe Hok Gie, Arief Budiman atau nama asli Soe Hok Djin, meninggal dunia pada Kamis 23 April 2020 kemarin.

Arief Budiman meninggal dunia diumur 79 Tahun

Arief meninggal dunia di Rumah Sakit Ken Saras, Kabupaten Semarang, sekitar pukul 12.20. Sahabat Arief Budiman, Daniel Dhakidae, mengatakan, kabar kematian tersebut diketahui dari jaringan pertemanan di Yogyakarta.

"Arief meninggal siang ini," jelasnya saat dihubungi melalui telepon.

Heboh Ketua KPU Arief Budiman Dikatakan Adik Soe Hok Gie, Ini Penjelasan Sahabat Soe Hok Djin

Arief Budiman rencananya dimakamkan di Pemakaman Bancaan, Salatiga. Jenazah diberangkatkan dari RS Ken Saras ke Pemakaman Bancaan.

Penjaga rumah Arief Budiman, Siti, mengatakan, Arief dirawat di RS Ken Saras selama lebih dari satu minggu.

"Beliau menderita parkinson dan komplikasi, tapi sejak dirawat tidak boleh dijenguk," jelasnya.

Profil

Arief Budiman merupakan seorang aktivis pada era Orde Baru.

Sama dengan sang adik Soe Hok Gie yang memang lebih dikenal di masanya karena tidak takut mengkritisi jaman Orde Lama dan Orde Baru.

Nama Soe Hok Djin pernah masuk dalam beberapa buku yang ditulis Soe Hok Gie

Arief Budiman lahir di Jakarta, 3 Januari 1941 dan meninggal di Salatiga, Jawa Tengah, 23 April 2020 pada umur 79 tahun.

Dia dilahirkan dengan nama Soe Hok Djin,.

Seorang aktivis demonstran Angkatan '66 bersama dengan adiknya, Soe Hok Gie ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kini Arief mengajar sebagai Guru Besar di Universitas Melbourne, Australia. Ia juga banyak terlibat dalam bidang budaya di Indonesia.

Dia pernah mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Menikah dengan wanita bernama Leila C Budiman. Mereka tinggal di Jalan Kemiri Candi, Sidorejo, Salatiga.

Arief Budiman meninggalkan dua anak dan sejumlah cucu.

Ia pernah memperdalam ilmu di bidang pendidikan di College d'Europe, Brugge, Belgia pada tahun 1964

Ia menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia pada tahun 1968. Ia kuliah lagi di Paris pada tahun 1972, dan meraih Ph.D. dalam bidang sosiologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat pada tahun 1980.

Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) di Salatiga sejak 1985 sampai 1995[4].

Ketika UKSW dilanda kemelut yang berkepanjangan karena pemilihan rektor yang dianggap tidak adil, Arief melakukan mogok mengajar, dipecat, dan akhirnya hengkang ke Australia, serta menerima tawaran menjadi profesor di Universitas Melbourne.

Ia pernah menjadi redaktur majalah Horison (1966-1972).

Sejak 1972 sampai 1922 ia menjadi anggota Dewan Penasehat majalah ini. Ia pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968-1971).

Sejak tahun 1968-1971 ia menjadi anggota Badan Sensor Film.

Ia dianggap sebagai tokoh Metode Ganzheit sejak Diskusi Sastra 31 Oktober 1968 di Jakarta dan terlibat polemik dengan M.S Hutagalung sebagai perwakilan Aliran Rawamangun.

Ia juga dianggap sebagai tokoh dalam perdebatan Sastra kontekstual sejak Sarasehan Kesenian di Surakarta, Oktober 1984.

Ia pernah menghadiri Konferensi PEN Club International di Seoul pada tahun 1970.

Sejak masa mahasiswa, Arief sudah aktif dalam kancah politik Indonesia, karena ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 yang menentang aktivitas LEKRA yang dianggap memasung kreativitas kaum seniman.

Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap sangat kritis terhadap politik pemerintahan di bawah

Soeharto yang memberangus oposisi dan kemudian diperparah dengan praktik-praktik korupsinya.

Pada pemilu 1973, Arief dan kawan-kawannya mencetuskan apa yang disebut Golput atau Golongan Putih, sebagai tandingan Golkar yang dianggap membelokkan cita-cita awal Orde Baru untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.

Ia pernah ditahan karena terlibat dalam demonstrasi menentang pendirian Taman Miniatur Indonesia Indah (1972).

Ayahnya seorang wartawan yang bernama Soe Lie Piet. 

Esainya, "Manusia dan Seni", mendapatkan Hadiah Ketiga majalah Sastra pada tahun 1963.

Pada bulan Agustus 2006 ia menerima penghargaan Bakrie Award, acara tahunan yang disponsori oleh keluarga Bakrie dan Freedom Institute untuk bidang penelitian sosial.

Namun setelah itu dia seolah menolak atas penghargaan tersebut sambil berkata

"Saya terima penghargaan ini sebagai penghinaan. Saya ini orang kiri yang menolak paradigma modernisasi dan pembangunanisme, tetapi saya malah mendapatkan penghargaan dari orang kanan.", Pidatonya saat menerima penghargaan Achmad Bakrie 2006.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sosiolog Arief Budiman, Kakak Soe Hok Gie, Meninggal Dunia", https://regional.kompas.com/read/2020/04/23/13255421/sosiolog-arief-budiman-kakak-soe-hok-gie-meninggal-dunia.
Penulis : Kontributor Ungaran, Dian Ade Permana
Editor : Khairina

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved