Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Efek Corona

Karena Corona Nasib Petani dan Pelaku Industri Rotan Nusantara Kian Merana

Sekitar 85% pupulasi rotan dunia ada di hutan tropik Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua.

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Thamzil Thahir
dok_yayasan Rotan Indonesia
PENGRAJIN ROTAN - Seorang pengrajin rotan hutan di Cirebon, Jawa Barat, mengolah rotan hutan menjadi furniture alternatid, 2018 lalu. Kini sekitar 82% industri rotan Indonesia sudah tutup. 

Asmindo juga sudah menyamoaikan aspirasi ini informil ke Presiden Joko Widodo. Tiga bulan terakhir, China, Eropa dan Amerika, pasar konvensional rotan olahan dan setengah jadi Nusantara, stagnan.

TRIBUN-TIMUR.COM - MAKASSAR, —  Pandemi global Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), akhirnya mewabah juga ke petani hutan dan industri rotan Indonesia.

Jaringan perdagangan dan pengolahan hasil rotan alam Nusantara ini, mulai merasakan dampaknya. 

Ekspor dan rangkaian kebijakan pemerintah yang ada selama ini dinilai kian meminggirkan mereka.

“Sebelum Corona petani dan industri sudah merana. Industri tak bergerak, kebijakan setengah hati dan hanya terfokus ke Jawa, membuat petani pengumpul tambah susah,” Kata Ketua Yayasan Rotan Indonesia (YRI) Lisman Sumardjani, dalam rilis yang diterima Tribun, Kamis (23/4/2020).

Dia menyebutkan tiga bulan terakhir, sejak Covid-19, negara importir China, Eropa dan Amerika, pasar konvensional rotan olahan dan setengah jadi Nusantara, stagnan.

.

Menurutnya, sekitar 12 ribu petani pemerik, pedagang pengumpul, pengangkut komoditas hutan lestari ini di 8 provinsi di luar Jawa, sudah kehilangan sumber mata pencaharian.

Dia menyebutkan, rotan adalah hasil hutan non-kayu yang tumbuh liar di hutan Nusantara. Sekitar  85% pupulasi rotan dunia ada di hutan tropik Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua.

Dia menyebutkan, sejak kebijakan pelarangan ekspor rotan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 yang diperkuat permendag Nomor 44/M-DAG/PER/7/2012, komoditi ini mulai mati suri .

“Penyerapan rotan hanya 10-15% dari potensi produksi lestari rotan Indonesia. Sementara potensi lestari rotan Indonesia menurut International Tropical Timber Organization (ITTO) adalah 690.000 Ton per tahun, setara dengan 280.000 Ton rotan olahan setengah jadi, sedangkan pemakaian dalam negeri hanya berkisar 40.000 Ton berbentuk rotan olahan setengah jadi. Sisanya mau dikemanakan karena tidak bisa diekspor.”

Dia menyebutkan, akibat Permendag itulah petani enggan memetik rotan. Industri pengolahan bahan baku rotan di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera, satu per satu menutup usahanya.  

Akibatnya, industri mebel rotan yang berpusat di pulau Jawa menjerit kesulitan dan kenaikan harga bahan baku.

Efek berantai lainnya, industri di Jawa mulai beralih mempergunakan bahan baku sintetis, sebagai material substitusi. 

“Saat itu niatnya untuk pemanfaatan rotan bersinambungan, menjaga kebutuhan industri dalam negeri dan peningkatan ekspor produk mebel rotan. Namun kenyataannya niat tanpa kajian mendalam itu, justru telah menghancurkan nilai ekonomis komoditi rotan Indonesia.”

ILUSTRASI - Petani rotan tengah mengangkut rotan olahan di Pelabuhan Kota Palu, beberapa waktu lalu.
ILUSTRASI - Petani rotan tengah mengangkut rotan olahan di Pelabuhan Kota Palu, beberapa waktu lalu. (dok_Yayasan_Rotan_Indonesia)

Secara terpisah, Ketua umum Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Julius Hoesan, mengkonfirmasikan derita koleganya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved