Hari Kartini
Sejarah 'Ibu Kita Kartini' Lagu yang Libatkan Pahlawan WR Soepratman, Judul dan Lirik Beda Saat ini
Selain liriknya yang berisi penghormatan terhadap pahlawan perempuan tersebut, ternyata ada juga sejarah tentang penciptaan lagu Ibu Kita Kartini ters
TRIBUN-TIMUR.COM - Ibu Kita Kartini putri sejati putri Indonesia harum namanya/Ibu Kita Kartini pendekar bangsa ... Pendekar kaumnya untuk merdeka ... Ibu kita Kartini putri jauhari ... Putri yang berjasa se Indonesia/lbu Kita Kartini putri yang suci ... Putri yang merdeka cita-citanya ... Wahai Ibu Kita Kartini putri yang mulia ... Sungguh besar cita-citamu bagi Indonesia.
Lagu pujian (ode) dengan titi nada C = 1, bertempo sedang (andante) dengan syair tiga kuplet disertai syair ulangan (refrein) yang tercuplik di atas, biasanya dinyanyikan khusuk di perayaan Hari Kartini yang jatuh tiap tanggal 21 April seperti hari ini.
Selain liriknya yang berisi penghormatan terhadap pahlawan perempuan tersebut, ternyata ada juga sejarah tentang penciptaan lagu Ibu Kita Kartini tersebut.
Sejarah itu juga melibatkan pahlawan lainnya yaitu WR. Soepratman.
Seperti apa ceritanya?
Raden Ajeng Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tanggal 2 Mei 1964 lalu.
Namun jauh sebelum itu, nama Kartini sudah banyak dibicarakan.

Dikutip dari Harian Kompas, 21 April 1991, sejarah lagu Ibu Kita Kartini bermula dari Kongres Wanita Indonesia pada 22 Desember 1929.
Tanggal yang pada kemudian hari ditetapkan sebagai Hari Ibu oleh Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953.
Pada Kongres Wanita Indonesia itu, hadir juga seorang pemuda bernama Wage Rudolf Supratman.
Dalam forum tersebut dibicarakan perihal seorang wanita Jawa bernama Raden Ajeng Kartini yang dikatakan hebat.
Karena selama hidupnya yang cuma 25 tahunan, namun karya tulis surat menyurat Kartini itu, berhasil menggugah seorang cendekiawan Belanda, Mr Jacques Henri Abendanon.
Abendanon adalah sarjana hukum yang pernah menjadi Direktur Kementerian Pengajaran dan Kerajinan di Hindia Belanda.
Belakangan dia menjadi Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda dari tahun 1900-1905.
Dia pula yang kemudian menyusun sebuah buku legendaris Door Duisternis tot Licht pada tahun 1911 dari surat-surat Kartini.