Filosofi Julukan Maung
Filosofi Julukan Maung Bagi Persib Bandung, Sudah Lama Tertanam Dalam Budaya Masyarakat Sunda
Persib Bandung seakan menjadi fenomena di masyarakat Sunda maupun pencinta sepak bola Tanah Air.
TRIBUN-TIMUR.COM - Persib Bandung memiliki makna agung di mata masyarakat Jawa Barat, kebanyakan.
Persib Bandung seakan menjadi fenomena di masyarakat Sunda maupun pencinta sepak bola Tanah Air.
Berita-berita soal Persib kerap menjadi pencarian tertinggi dalam Google, terlebih ketika klub berjuluk Maung Bandung itu akan bertanding.
Dalam dunia maya, Persib masuk dalam daftar klub Asia dengan suporter paling "berisik" dengan menduduki peringkat pertama.
• Petani Mengeluh, Harga Jagung Anjlok di Bone
• Pakar HTN Fahri Bachmid Bedah Kesalahan Fatal Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Putra
Terlepas dari fenomena tersebut, julukan Maung Bandung tersematkan dalam diri Persib.
Bukan hal sepele julukan tersebut bisa tersematkan. Filosofi maung (harimau) sudah lama tertanam dalam budaya masyarakat Sunda.
Bagi sebagian besar masyarakat Sunda, maung tak hanya dimaknai sebagai seekor hewan buas penguasa rimba hutan di Tatar Pasundan.
Maung menempati posisi tertinggi dalam stratifikasi hewan yang hidup di Tatar Sunda.
Masyarakat Sunda juga memandang maung sebagai simbol semangat dan keberanian.
Dalam jurnal penelitian berjudul "Antara Mitos dan Realitas: Historitas Maung Di Tatar Sunda," yang ditulis oleh Budi Gustaman dan Hilman Fauzia Khoeruman dari Universitas Padjadjaran, masyarakat Sunda memaknai maung sebagai binatang mitologis.
Di beberapa tempat, maung dipercaya sebagai jelmaan raja termahsyur di Tatar Sunda, Prabu Siliwangi.
Hal tersebut dipengaruhi melalui sebuah kisah yang menceritakan perjalanan ngahiyang atau moksa Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya dengan mengubah wujud menjadi harimau.
• Petani Mengeluh, Harga Jagung Anjlok di Bone
• Pakar HTN Fahri Bachmid Bedah Kesalahan Fatal Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Putra
Kejadian tersebut terjadi ketika kerajaan Pajajaran sedang terdesak karena serangan dari kerajaan Islam Banten dan Cirebon ke wilayah Pajajaran.
Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya lari ke daerah Sancang, Garut Selatan, guna menghindari pertempuran.
Sesampainya di wilayah Sancang, Prabu Siliwangi dan para pengikutnya pun memutuskan untuk ngahiyang dengan mengubah wujud menjadi harimau atau maung.