Pilkada Serentak Ditunda
Pilkada Serentak Ditunda, Baswalu: Bukan Berarti ASN Bisa Memihak
Saiful Jihad menegaskan, Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak jadi ASN, hukumnya wajib netral.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Komisioner Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan (Bawaslu Sulsel), Saiful Jihad menegaskan, Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak jadi ASN, hukumnya wajib netral.
"Oleh karenanya ini berkaitan dengan agenda Pilkada yang ditunda beberapa tahapannya, maka tidak berarti ASN boleh melakukan kegiatan atau tindakan yang dinilai memihak pada kepentingan calon atau partai tertentu," kata Saiful via pesan WhatsApp, Minggu (5/4/2020).
Sehingga, lanjut dia, jika ada laporan masyarakat, atau temuan Bawaslu, maka tentu akan diproses oleh Bawaslu untuk kelengkapan data dan bukti, untuk selanjutnya diteruskan ke Komisi ASN.
Data yang dihimpun dari Bawaslu Sulsel, ada sekitar 39 kasus pelanggaran pemilihan Kepala Daerah periode Januari-Maret 2020.
"Dari 39 kasus, pelanggaran administrasi ada 10 kasus, pelanggaran etik tiga kasus, pelanggaran pidana tidak ada, dan pelanggaran Undang-Undang lainnya sebanyak 26 kasus," katanya.
"Sebanyak 26 kasus pelanggaran UU (hukum) lainnya, adalah terkait netralitas. Sudah diproses sesuai ketentuan perundangan-undangan, dan sudah kami laporkan ke KASN, POM dan Propam," jelas Saiful.
Dari 26 kasus, 24 kasus di antaranya terkait netralisir ASN, satu kasus netralisir TNI, dan satu kasus netralisir Polri.
Terkait proses peradilannya, lanjut dia, biar lembaga yang berwenang yang akan mengkaji dan memutus.
"Kami hanya melengkapi data dan bukti, lalu meneruskan pada lembaga yang berwenang," jelasnya.
Praktik Mobilisasi Jadi PR
Komisioner Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan (Bawaslu Sulsel), Saiful Jihad menilai, salah satu yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam menegakkan nilai demokrasi adalah praktik mobilisasi bahkan ada juga intimidasi terhadap ASN agar mendukung calon tertentu dalam pilkada.
"Mobilisasi itu, bisa jadi dilakukan oleh calon tertentu, bisa juga dilkukan oleh atasan ASN agar calon dukungannya terpilih," katanya.
Praktik lain, para birokrat berpandangan bahwa dengan mendukung calon yang dianggap bisa terpilih, maka dia talah menanam 'jasa' dan dia dapat dilakukan beri atau dipromosi pada jabatan tertentu.
Sebaliknya, jika mereka tidak mendukung, kelak saat terpilih calon tertentu, maka dia akan kehilangan kesempatan untuk jadi pejabat, bahkan bisa saja jabatannya sekarang akan hilang.
"Ini yang kadang membuat ASN atau pejabat birokrasi berbuat tidak netral," jelasnya.
Kalau praktik seperti ini masih ada, maka nilai-nilai demokrasi sebenarnya hilang.
"Kita hanya akan mempraktikkan model demokrasi formalitas, atau seakan-akan berdemokrasi, karena ada Pemilu. Tetapi subtansi demokrasi kita tidak dapatkan," katanya.(*)
Laporan Wartawan tribun-timur.com, @fadhlymuhammad
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur: