FTI UMI
Cara FTI UMI Makassar Beri Penghargaan ke Mahasiswanya di Tengah Pandemi Covid-19 atau Virus Corona
Cara FTI UMI Makassar beri benghargaan ke mahasiswanya di tengah pandemi Covid-19 atau Virus Corona
TRIBUN-TIMUR.COM - Cara FTI UMI Makassar beri benghargaan ke mahasiswanya di tengah pandemi Covid-19 atau Virus Corona.
Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri pada Universitas Muslim Indonesia ( FTI UMI ) yang ikut menjadi relawan dalam Tim Bantuan Kemanusiaan FTI UMI bakal mendapat 20 SKS ( Satuan Kredit Semester ).
Pasalnya, kegiatan kerelawanan selama masa pandemi Covid-19 ( Virus Corona ) disetarakan dengan kegiatan perkuliahan.
Hal ini merujuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi ( Dirjen Dikti ) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ) bernomor 262/E.E2/KM/2020 tertanggal 23 Maret 2020 dengan hal Pembelajaran Selama Masa Darurat Covid-19, kepada para pimpinan perguruan tinggi.
Lalu, ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Dekan FTI UMI bernomor 510/A.20/FTI-UMI/III/2020 tertanggal 31 Maret 2020 dengan hal Konversi PBM Kampus Merdeka.
Dalam Surat Edaran Dirjen Dikti disebutkan bahwa kegiatan volunterisme yang berlangsung selama 6 bulan penuh atau sama dengan 1 semester, akan dinilai setara dengan bobot 20 SKS.
FTI UMI kemudian menjabarkan, bobot 1 SKS sama dengan 40 jam perkuliahan.
• Kabar Baik, Mahasiswa FTI UMI yang Jadi Relawan Saat Pandemi Covid-19 Dapat SKS, Ada Edaran Dekan
Pada perkuliahan reguler, sesuai Peraturan Mendikbud Nomor 49 Tahun 2014, 1 SKS setara dengan 160 menit kegiatan belajar per minggu per semester.
Waktu 160 menit itu terdiri dari 50 menit tatap muka, 50 menit tugas terstruktur, dan 60 menit tugas mandiri.
Bagi mahasiswa FTI UMI yang ingin mendapat 20 SKS selama masa pandemi Covid-19 harus melakukan kegiatan kesukarelawanan selama 800 jam.
Wakil Dekan 1 (bidang akademik) FTI UMI, Setyawati Yani PhD mengatakan, bobot 20 SKS itu tidak bisa didapatkan dalam waktu singkat.
"Sekitar 20 minggu jika kegiatan kerelawanan itu dilakukan Senin - Jumat. Kalau perkuliahan normal kan 5 hari, Senin sampai Jumat," kata Setyawati Yani kepada Tribun-Timur.com, Rabu (1/4/2020).
• TRIBUNWIKI: Profil WD I FTI UMI Setyawati Yani, dari Keluarga Pendidik, PhD Pertama di Watumalang
Waktu 20 pekan sama dengan 4,5 bulan.
Namun, kata dia, karena ini kegiatan kerelawanan di tengah bencana, relawan tak hanya bekerja Senin - Jumat.
Relawan juga harus kerja lembur, lebih dari 8 jam sehari atau juga bekerja pada hari Sabtu dan Ahad.
Jadi, waktu 800 jam bisa dicapai lebih cepat.
Tim Relawan dan Bantuan Kemanusiaan Mahasiswa FTI UMI mulai bekerja sejak, Kamis, 12 Maret 2020.
Setyawati Yani mengatakan, jika relawan bekerja lembur maka lama waktu lembur akan dicatat dalam log book.
FTI UMI telah menyiapkan log book sebagai isian harian yang wajib diisi para relawan terkait apa aktivitasnya sejak 3 pekan lalu sampai beberapa pekan atau beberapa bulan yang akan datang.
Log book menjadi alat monitoring dan instrumen penilaian bagi dosen dan penanggung jawab.
FTI UMI belum menetapkan mata kuliah mana saja yang diajarkan di tiga program studi yang akan dikonversi menjadi kegiatan kerelawanan.
Mata kuliah yang akan dikonversi menyesuaikan dengan mata kuliah yang belum atau yang akan diprogramkan pada semester yang akan datang.
"Intinya kami siap mejalankan program konversi SKS tersebut sesuai aturan yang berlaku bahkan sesungguhnya sejak 2018 saat kegiatan kerelawanan di Palu, Lombok, Sultra dan Sulsel kami sudah siap, namun saat itu belum ada program kampus merdeka dan merdeka belajar dan belum ada regulasi dan aturan mengenai itu. Alhamdulillah, kami bersyukur saat ini negara sudah mengakui kegiatan kerelawanan mahasiswa setara dengan kegiatan akademik," kata Dekan FTI UMI, Dr Zakir Sabara.
Setyawati Yani mengatakan, mata kuliah KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang bobotnya 2 SKS bisa dikoversi menjadi kegiatan kerelawanan.
"KKN bisa diganti dengan kegiatan kerelawanan," kata dia.
Mahasiswa program sarjana harus menyelesaikan 144 hingga 148 SKS dan mata kuliah yang terbesar bobot SKS-nya adalah skripsi.
Di UMI, skripsi bobotnya 5 SKS.
Syarat Jadi Relawan
Lalu, bagaimana jika mahasiswa yang ikut menjadi relawan adalah mahasiswa tingkat akhir atau telah menyelesaikan KKN dan skripsi?
Setyawati Yani menyebut mahasiswa yang demikian adalah mahasiswa bebas beban atau kewajiban akademik.
Kata dia, tetap bisa menjadi relawan, namun tak mendapat bobot SKS karena tak ada lagi mata kuliah yang belum dilulusinya yang bisa dikonversi.
Agar bisa mendapat bobot 20 SKS dari kegiatan kerelawanan, Setyawati Yani menekankan syaratnya.
"Berlaku untuk mahasiswa yang belum bebas akademik, mahasiswa aktif," kata alumnus program PhD Chemical Engineering dari The University of Western Australia, Perth, Western Australia, Australia tersebut.
Bentuk Penghargaan
Zakir Sabara mengatakan, kebijakan mengonversi mata kuliah dengan kegiatan kerelawanan dan mahasiswa mendapat bobot 20 SKS merupakan bentuk penghargaan atas keberanian, dedikasi dan semangat mereka untuk berbuat sesuatu yang lebih bernilai (valuable) di tengah pandemi Covid-19.
"Ini sesungguhnya kami lakukan tidak ada artinya apa-apa, ini bukan apa-apa, sebagai bentuk penghargaan fakultas atas keberanian, atas dedikasi, atas semangat para relawan untuk berkorban, berani berbuat di tengah pandemi Covid-19 ini," kata Zakir Sabara H Wata.
"Kebijakan ini tidak ada nilainya apa-apa dibanding yang dilakukan oleh kalian tim relawan di tengah keresahan masyarakat terhadap Virus Corona," katanya lebih lanjut.
Bagi mahasiswa yang tidak terlibat sebagai relawan, Zakir Sabara H Wata meminta mereka tetap mengikuti perkuliahan secara online dari rumah menggunakan platform yang disediakan FTI UMI.
66 Mahasiswa Terlibat
Dalam menjalanan tugas kerelawanan, ada 66 mahasiswa aktif terlibat dalam Tim Relawan dan Bantuan Kemanusiaan Mahasiswa FTI UMI.
Mereka bertugas sesuai dengan disiplin ilmu.
"Seluruh Tim mahasiswa FTI UMI ini mengimplementasikan pengetahuan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan," kata Zakir Sabara H Wata sekaligus dosen Teknik Kimia.
Tim pembuat dan produksi disinfektan melibatkan 12 mahasiswa program studi Teknik Kimia didampingi 3 dosen sebagai penanggung jawab.
Tim pembuat dan produksi hand sanitizer melibatkan 21 mahasiswa program studi Teknik Kimia didampingi 7 dosen sebagai penanggung jawab.
Tim pembuatan dan produksi APD ( Alat Pelindung Diri ) melibatkan 10 mahasiswa program studi Teknik Industri didampingi 2 dosen sebagai penanggung jawab.
Lalu ada tim yang bertugas di lapangan sebanyak 23 orang mahasiswa program studi Teknik Pertambangan didampingi 2 dosen, termasuk dekan.(*)