'Dosa-dosa' Evi Novida Ginting Manik Sehingga Dipecat dari KPU oleh DKPP, Terkait Partai Gerindra
'Dosa-dosa' Evi Novida Ginting Manik sehingga dipecat dari anggota KPU oleh DKPP, terkait Partai Gerindra.
TRIBUN-TIMUR.COM - 'Dosa-dosa' Evi Novida Ginting Manik sehingga dipecat dari anggota KPU oleh DKPP, terkait Partai Gerindra.
KPU kembali kehilangan 1 komisionernya setelah sebelumnya Wahyu Setiawan ditangkap KPK.
Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya sebagai komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) pada Rabu (18/3/2020).
Selain itu, DKPP juga memberi sanksi berupa peringatan keras kepada Ketua KPU dan 4 komisioner lainnya.
Putusan ini berkaitan dengan kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat ( Kalbar ) 6 dari Partai Gerindra.
"Bahwa terjadi perubahan Perolehan suara di Dapil Kalimantan Barat 6 untuk Partai Gerindra atas nama Hendri Makaluasc, caleg nomor urut 1, dan caleg lain atas nama Cok Hendri Ramapon nomor urut 7, di 19 desa, Kecamatan Meliau," kata Anggota DKPP Alfitra Salam, saat membacakan alasan pengadu perkara dalam sidang yang digelar di gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2020).
Kronologi
Pengadu dalam perkara ini adalah Hendri Makaluasc.
Ia mendalilkan bahwa perolehan suaranya pada Pileg berkurang dalam rekapitulasi suara yang dicatatkan panitia pemilihan.
Hendri menyebutkan bahwa suaranya telah digelembungkan ke caleg Partai Gerindra lainnya, yaitu Cok Hendri Ramapon.
Atas dugaan penggelembungan suara itu, telah dilakukan koreksi oleh KPU Kabupaten Sanggau, meliputi koreksi pencatatan rekapitulasi hasil perolehan suara 19 desa di Kecamatan Meliau.
Hasil koreksi itu menyebutkan bahwa perolehan suara Hendri Makaluasc yang semula dicatat sebesar 5.325, berubah menjadi 5.384. Sementara, suara Cok Hendri Ramapon yang semula berjumlah 6.599 dikoreksi menjadi 4.185.
Pencatatan hasil koreksi suara ini juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 lantaran pada masa perselisihan hasil pemilu Hendri Makaluasc juga mempersoalkan perkaranya di MK.
Dengan adanya putusan itu, KPU Provinsi Kalimantan Barat selanjutnya mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc.

Namun, KPU tidak serta merta melakukan perbaikan terhadap perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Hal ini berakibat pada tidak ditetapkannya Hendri Makaluasc sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Atas kasus ini, Hendri Makaluasc telah menyampaikan permohonan keberatan atas tindakan KPU Provinsi Kalimantan Barat ke KPU RI.
Namun, tak ada tanggapan dari yang bersangkutan.
Bahkan, KPU RI juga menginstruksikan kepada KPU Provinsi Kalimantan Barat untuk tidak melaksanakan putusan Bawaslu yang juga telah menguatkan putusan perubahan suara ini.
Pertimbangan pemecatan
Atas tindakan tersebut, DKPP menilai bahwa Evi Novida Ginting Manik beserta ketua dan komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.
Hal ini berakibat pada kerugian hak-hak konstitusional pengadu yang tidak lain adalah Hendri Makaluasc.
"Tindakan Teradu I sampai dengan Teradu VII terbukti mendistorsi perolehan suara pengadu sebanyak 5.384 sehingga tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," ujar anggota DKPP Teguh Prasetyo.
Baik Evi Novida Ginting Manik maupun ketua dan komisioner KPU lainnya dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 6 Ayat (2) huruf C dan huruf D Pasal 6 Ayat (3) huruf A dan huruf F, juncto Pasal 10 huruf A, Pasal 11 huruf A, dan B, Pasal 15 huruf D, huruf E dan huruf F, Pasal 16 huruf E Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Meskipun pelaksanaan tugas dan wewenang KPU bersifat kolektif kolegial, hukuman yang diberikan kepada Evi Novida Ginting Manik lebih berat lantaran ia bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.
Sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu, Evi Novida Ginting Manik memiliki tanggungjawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.
DKPP menilai, sepatutnya Evi Novida Ginting Manik menjadi leading sector dalam menyusun norma standar yang pasti dan berlaku secara nasional dalam menetapkan perolehan suara dan calon terpilih menindaklanjuti putusan MK tanpa mengorbankan kemurnian suara rakyat yang menjadi tanggung jawab hukum dan etik.
"Teradu VII ( Evi Novida Ginting Manik ) terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf c dan huruf d Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a, dan b, Pasal 15 huruf d, huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum," kata Teguh.
Sebelumnya diberitakan, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya.
Evi Novida Ginting Manik terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6.
Pemecatan Evi Novida Ginting Manik diputuskan dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar Rabu (18/3/2020).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan sidang di Gedung DKPP, Jakarta Pusat.Evi Novida Ginting Manik