Larangan Menstruasi
Perusahaan Tebu Larang Karyawan Wanita untuk Menstruasi, Dipaksa Operasi Pengangkatan Rahim, Alasan
Perusahaan Tebu Larang Karyawan Wanita untuk Menstruasi, Dipaksa Operasi Pengangkatan Rahim, Alasan
TRIBUN-TIMUR.COM - Perusahaan negara bagian Maharashtra, melarang karyawannya untuk menstruasi.
Padahal menstruasi adalah kodrat yang harus dijalani wanita yang telah dewasa.
Menstruasi juga sebagai penanda, wanita tersebut sudah dewasa dan sudah siap untuk hamil, jika sudah bersuami.
Periode ini juga sangat penting dalam hal reproduksi.
Namun, di beberapa negara rupanya siklus menstruasi para wanita menjadi sebuah halangan.
• Harga Motor Nmax Model 2020 Lebih Mahal Dibanding Produk Sebelumnya, Yamaha Ungkap Alasannya
• Hadiri Petakkan Batu Pertama Pembangunan Masjid Fastabiqul Khaerat, Begini Pesan Bupati Sidrap
Geeta Pandey dari BBC News, melaporkan, banyak wanita yang bekerja di ladang tebu di negara bagian Maharashtra, diminta untuk melakukan operasi pengangkatan rahim.
Hal itu untuk menghentikan menstruasi sehingga mereka tidak absen kerja lagi saat ‘tamu bulanan’ datang.
Setiap tahunnya, puluhan ribu keluarga dari distrik Beed, Osmanabad, Sangli, dan Solapur, bermigrasi ke wilayah barat India yang dikenal dengan julukan "sabuk gula".
Ketika sampai di sana, warga miskin ini berada di bawah kekuasaan kontraktor serakah yang menggunakan setiap kesempatan untuk mengeksploitasi mereka.
Pertama-tama, mereka enggan memperkerjakan perempuan karena memotong tebu adalah pekerjaan berat.
Juga karena perempuan dianggap merugikan karena kehilangan satu atau dua hari produktivitasnya selama menstruasi.
Kejamnya, jika para pekerja ini tidak masuk sehari saja, mereka tetap harus membayar penalti.
Pada akhirnya, sekelompok wanita yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan tanpa pendidikan ini pun, terpaksa membuat pilihan yang memiliki dampak jangka panjang dan fatal yang memengaruhi kesehatan dan kehidupan mereka.
• Harga Motor Nmax Model 2020 Lebih Mahal Dibanding Produk Sebelumnya, Yamaha Ungkap Alasannya
• Hadiri Petakkan Batu Pertama Pembangunan Masjid Fastabiqul Khaerat, Begini Pesan Bupati Sidrap
Desa wanita tanpa rahim
Di salah satu distrik di India Barat itu, tercatat ada 4.605 praktik histerektomi. Kebanyakan dilakukan pada wanita di bawah 40 tahun.
Namun, pada beberapa kasus, pengangkatan rahim ini juga terjadi pada perempuan berusia 20-an.
Bahkan, masih menurut laporan BBC, setengah populasi perempuan di desa Vanjarwadi, sudah melakukan histerektomi.
Karena sebagian besar menikah muda–sudah memiliki dua hingga tiga anak saat berusia 20-an–dan karena dokter tidak memberi tahu tentang masalah yang akan mereka hadapi jika mereka menjalani histerektomi, akhirnya banyak wanita yang percaya bahwa tidak apa-apa untuk menyingkirkan rahim mereka.
Desa tersebut pun sering disebut sebagai "desa wanita tanpa rahim".
Namun, sebenarnya, intervensi bedah yang tidak perlu ini cukup berbahaya.
Diketahui bahwa itu telah menyebabkan komplikasi parah, nyeri otot dan sendi, rasa pusing yang konstan, hingga pembengkakan ekstrem, pada perempuan-perempuan India.

• Harga Motor Nmax Model 2020 Lebih Mahal Dibanding Produk Sebelumnya, Yamaha Ungkap Alasannya
• Hadiri Petakkan Batu Pertama Pembangunan Masjid Fastabiqul Khaerat, Begini Pesan Bupati Sidrap
Stigma menstruasi
Selain pengangkatan rahim, laporan dari Reuters juga menunjukkan bahwa banyak perempuan India yang bekerja di industri garmen di Tamik Nadu, sering diberi obat-obatan di tempat kerja ketika mereka mengeluhkan tentang nyeri haid.
Bukannya, diperbolehkan beristirahat ketika sakit menstruasi datang, para wanita pekerja ini justru dicekoki dengan obat tak berlabel.
Seratus wanita diwawancara oleh Thompson Reuter terkait masalah tersebut–kebanyakan berusia 15-25 tahun.
Hasilnya menunjukkan bahwa obat-obatan yang diberikan perusahaan tadi menyebabkan beberapa efek samping mual dan muntah.
Itu juga memberikan efek jangka panjang seperti siklus menstruasi yang tidak menentu, depresi, hingga sulit hamil.
Stigma mengenai menstruasi memang menjadi hal umum di India–berkaitan dengan mitos dan nilai-nilai adat di negara tersebut.
Meskipun para aktivis sudah menantang masalah ini, tetapi stigma masih berkembang luas.

Tidak hanya di India, beberapa negara maju pun kesulitan memahami isu menstruasi.
Studi terbaru dari British Medical Journal yang dilakukan pada 33 ribu perempuan di Belanda, mengungkapkan bahwa mereka rata-rata kehilangan produktivitas selama 8,5 hari akibat nyeri dan gejala menstruasi lainnya.
Meski begitu, hanya 14% wanita yang mengaku mengambil izin dari sekolah atau pekerjaan.
Dan sayangnya, ketika mereka meminta cuti, hanya 21% perusahaan yang memberikan mereka waktu istirahat dengan alasan sakit.
Sekitar setengah dari populasi global mengalami menstruasi pada titik tertentu dalam hidup mereka. Saatnya kita mematahkan tabu dan mulai menerimanya. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Kejam! Pekerja Perempuan Dipaksa Mengangkat Rahim Agar Tak Menstruasi dan Tidak Merugikan Perusahaan