Kongres PAN
Ashabul Kahfi: Politik Harus Berbasis Nilai
Demikian pula berpolitik, harus berpijak pada landasan nilai. Tanpa itu kekuasaan tidak bermakna.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Dalam catatan sejarah peradaban umat manusia, bangsa yang besar dan bertahan lama pasti memiliki basis nilai yang kuat.
Demikian pula berpolitik, harus berpijak pada landasan nilai. Tanpa itu kekuasaan tidak bermakna.
Itulah pandangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ashabul Kahfi tentang pentingnya basis nilai dalam berpolitik.
Berpegang pada nilai inilah yang membuat politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mampu bertahan di tengah terpaan gelombang badai perebuatan kuasa.
“Jadilah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain, itulah pesan bapak saya, Kyai Jamaluddin Amien sejak kami kecil. Pesan itulah yang saya jadikan pijakan dalam menjalani karir di bidang politik,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sulsel ini kepada Tribun Timur, Sabtu (8/2/2020).
Anggota Komisi IX DPR RI ini menambahkan, ia menamatkan pendidikan menengah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, Yogyakarta.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), dulu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar dan tamat pada 1985.
Tahun 1995, Kahfi sapaannya menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di kampus yang sama.
Sebelum terjun di dunia politik, Kahfi sempat mengabdikan diri sebagai dosen PNS di UINAM, sekaligus mengajar di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Di Unismuh ia sempat menduduki jabatan sebagai Dekan Fakultas Agama Islam dan Pembantu Rektor (PR) I.
Awal reformasi, Kahfi membantu ayahnya KH Djamaluddin Amien dan tokoh lainnya mendirikan PAN di Sulawesi Selatan.
Tahun 2004, ia memilih meninggalkan zona nyaman sebagai PNS dengan maju mencalonkan diri sebagai calon anggota DPRD Sulsel dari daerah pemilihan (Dapil) Makassar.
“Alhamdulillah lolos, bahkan saya diberikan amanah sebagai wakil ketua DPRD,” jelas Kahfi.
Setelah lolos sebagai anggota DPRD Sulsel, sebagian besar kalangan muda PAN saat itu mendorong maju sebagai calon Ketua DPW PAN Sulsel pada musyawarah wilayah 2005.
“Menjadi ketua DPW saat itu tidak mudah. Saya harus bersaing dengan kader-kader lainnya yang bahkan lebih berpengalaman. Setelah berkompetisi secara demokratis, teman-teman memilih saya,” ujar Ketua Ikatan Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Sulsel ini.
Sejak saat itu, Kahfi eksis dalam percaturan politik lokal di Sulawesi Selatan selama beberapa era kepemimpinan gubernur.
“Saya sudah duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Sulsel sejak era kepemimpinan Pak Amin Syam, dan mengakhiri periode ketiga di masa Prof Nurdin Abdullah,” katanya.
“Tugas kami sebagai politisi adalah memastikan mimpi-mimpi rakyat menjadi kenyataan. Mimpi hidup sejahtera, cerdas, dan sehat. Berdasarkan pengalaman saya bersentuhan dengan konstituen, itulah tiga mimpi utama masyarakat kita. Pekerjaan yang layak, pendidikan terjangkau, dan akses kesehatan,” Kahfi menambahkan.
Cara pandang itu yang mendorong Kahfi selalu memilih ditempatkan di bidang yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
Selama di DPRD Sulsel, Kahfi selalu ditempatkan sebagai wakil ketua DPRD yang membidangi kesejahteraan rakyat. Bahkan hingga ke Senayan, Kahfi tetap memilih ditempatkan pada bidang yang serupa.
Kahfi resmi dilantik sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 sejak 1 Oktober lalu. Pelantikan dan pengambilan sumpah digelar di gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Ketua DPW PAN Sulsel tiga periode tersebut terpilih sebagai wakil rakyat melalui partainya di Dapil Sulawesi Selatan I.
Dapil I meliputi Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar. Kahfi saat itu mendapat nomor urut 1 di partai besutan Zulkifli Hasan.
Meski tidak berlatar belakang ilmu kesehatan, Kahfi mengaku telah memahami seluk beluk masalah yang dihadapi masyarakat di bidang tersebut sejak duduk di DPRD Sulsel.
Tak heran, fraksi PAN menempatkannya di komisi IX yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan.
“Salah satu momen yang berat bagi masyarakat kecil adalah saat mereka sakit. Berobat ke rumah sakit mahal, tidak bisa cari nafkah untuk keluarga. Salah satu tugas saya di DPRD dulu adalah memastikan masyarakat miskin mendapat kartu BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Cukup banyak dana APBD kita alokasikan untuk itu,” ujar Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah periode 2000-2003 ini.
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)