Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sulsel Masih Butuh Pemimpin

Buku Sulawesi Selatan Dalam Perpektif Karya AM Sallatu Pantik Supersenior Wali WanuaTurun Gunung

Taslim Arifin menegaskan, “yang dibutuhkan pendekatan sparsial, pendekatan yang menjadi hak milik rakyat. Inilah yang seharusnya dilaksanakan

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: AS Kambie
dok.tribun
Para supesenior, Prof Basri Hasanuddin, Prof Husni Tanra, Taslim Arifin, Tadjuddin Parenta, dan Prof Qasi Mathar duduk semeja dan menyimak penjelasan pembedah dalam Bedah Buku Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Karya AM Sallatu di Baruga Angin Mammiri, Makassar, Sabtu (01/2/2020). 

TRIBUN-TIMU.COM, MAKASSAR - Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan selalu ditempatkan di atas rata-rata pertumbuhan nasional. Ini terjadi dalam belasan tahun terakhir. Sulawesi Selatan sejak dahulu dijuluk penyangga pangan nasional.

Tapi, Sulawesi Selatan ternyata masih dilanda krisis kepemimpinan. Andi Pangerang Pettarani dan Prof Dr Ahmad Amiruddin dinilai belum tergantikan di Sulawesi Selatan.

Itulah, antara lain, mengemuka dalam Peluncuran dan Bedah Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif di Baruga Anging Mammiri, Makassar, Sabtu (1/2/2020).

Tiga panelis hadir. Mereka adalah Maha Terpelajar dari Universitas Hasanuddin Prof Dr Junaidi Mahidong, Prof Dr Imam Mujahidin Fahmid MTDev, dan Sukri Tamma PhD. Bedah buku dipandu Moch Hasymi Ibrahim.

Di kursi terdepan audiens duduk para supersenior dan sesepuh, antara lain, mantan Rektor Unhas dan mantan Menkokesra RI Prof Basri Hasanuddin, Prof Husni Tanra, Taslim Arifin, Tadjuddin Parenta, mantan Bupati Majene Tadjuddin Nur, Maha Terpelajar dari Universitas Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Prof Qasim Mathar, dan mantan Kabid Humas Polda Sulsel Brigjen Pol (Purn) Mardjito.

Hadir juga, Dr Hasrullah MA, Syamsul Bachri Sirajuddin, Yarifai Mappeati, Humas Unhas Ishaq Rahman, dosen Hubungan Internasional Unhas Asry Sallatu MSi, dan beberapa akademisi lainnya.

Para supersenior menggugah siri na pacce. Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif karya AM Sallatu itu memotret kondisi Sulsel dari tahun ke tahun dan bermuara pada simpulan, Sulsel masih butuh pemimpin.

Sulawesi Selatan tidak hanya butuh pemimpin visioner tapi juga kuat.

Ekonom senior yang juga pencetus Wali Wanua, Taslim Arifin, menilai,Sulsel semakin terjerembab dari peta daya saing karena ketidakhadiran pemimpin.

“Dari berbagai permasalahan yang diurai AM Sallatu dalam buku tersebut, simpulannya, pemerintah tidak berkomunikasi yang baik dengan rakyatnya,” ujar Taslim.

Taslim Arifin mengingatkan, ada beberapa contoh yang dilakukan pemerintah terdahulu patut dicontoh. Seperti Andi Pangerang Pettarani (Gubernur Sulawesi yang terakhir, 1956-1960), dia sangat intens berdialog dengan rakyatnya.

“Kalau Lebaran, Andi Pangerang Pettarani bukannya open house, dia justeru mendatangi rakyatnya dari rumah ke rumah,” ujar Taslim.

Pemimpin kedua, Prof Dr Achmad Amiruddin, Gubernur Sulsel 1983-1993). Taslim menyebut mantan Rektor Unhas ini mampu menerjemahkan kepentingan rakyat.

“Pak Amiruddin menjawab masalah dan kebutuhan rakyat dengan kebijakan pewilayahan komoditi. Bahwa petani yang kecil-kecil itu tidak mungkin bisa kompetitif, para nelayan tidak mungkin bergerak dengan baik kalau hanya sekadar berdoa saja makanya diberi teknologi yang baik. Jadi Pak Amiruddin menjawab masalah dan kebutuhan rakyat dengan kebijakan pewilayahan komoditi,” jelas Taslim.

Ketiga, Zainal Basri Palaguna, Gubernur Sulsel 1993-2003. Menurut Taslim, Palaguba mencoba mengkoordinir seluruh wilayah di Sulawesi dengan model konfederasi lokal.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved