Warga Miskin Maros
Dicueki Pemerintah, Tim Gabungan Maros Bedah Rumah Sannari, Warga Miskin di Bontoa
Rumah reot Sannari akan dibedah oleh pemuda yang menamakan diri Tim Gabungan, setelah setahun menunggu bantuan dari pemerintah, namun tak kunjung ada.
Penulis: Munjiyah Dirga Ghazali | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Sannari (45), kini sudah bisa memperlihatkan kebahagiannya setelah, komunitas di Maros, datang membongkar rumah reotnya, Sabu (25/1/2020).
Rumah reot Sannari akan dibedah oleh pemuda yang menamakan diri Tim Gabungan, setelah setahun menunggu bantuan dari pemerintah, namun tak kunjung ada.
Perempuan singel tersebut, sudah puluhan tahun tinggal sendiri di rumah reot tidak layak huni.
Rumah tersebut merupakan warisan orangtuanya, di Lingkungan Suli-suli , Kelurahan Bontoa, Kecamatan Bontoa, Maros.
Kabar bedah rumah tersebut disampaikan oleh Budayawan Maros, Lory Hendrajaya.
"Anak anak muda itu, memanusiakan manusia. Memberi rumah layak pada yang tak layak, melengkungkan senyum seorang Sannari," katanya.

"Membuat hati kecil ini menangis dan paham, ada serombongan anak muda hebat yang mempedulikannya," lanjut Lory.
Lory apresiasi kelompok pemuda tersebut yang telah memberikan perhatian ke Sannari.
"Sehatlah selalu anak muda, berbuatlah, berinovasi lah. Bantulah sesama. Sebab banyak hal baik Tuhan janjikan dalam habluminnas itu," ujar Lory.
Kelompok pemuda tersebut, telah membongkar dinding dan atap rumah Sannari.
Mereka hanya mengambil bahan yang masih bisa digunakan. Sementara tak layak atau lapuk, akan diganti.
Anggota komunitas tersebut diantaranya, Suryadi Ningrat, Zulkifli Azis dan Muh Ridwan Opank.
Setahun terakhir, pasca kisah kehidupannya viral di awal 2019, ternyata kondisi Sannari tak berubah. Dia masih tinggal di rumah reotnya.
Awal tahun 2020, kondisi Sannari kembali viral di rumah reot beratap terpal dan daun nipah.
Hal itu juga membuat Satuan Sabhara Polres Maros melakukan bakti sosial ke rumah Sannari, Jumat (25/1/2020) lalu.
Bakti sosial tersebut digelar Sat Sabhara atas instruksi Kapolres Maros, AKBP Musa Tampubolon.
Satu Regu Patroli Sat Sabhara Polres Maros mendatangi rumah Sannari dengan membawa bantuan sembako.
Kegiatan tersebut merupakan wujud kepedulian Polres Maros terhadap sesama apalagi warga yang di anggap kurang mampu.
Kasat Sabhara AKP Mustari mengatakan, kegiatan bakti sosial tersebut merupakan intruksi Kapolres kepada seluruh Personel Polres Maros agar lebih peka dan peduli terhadap sesama.
"Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian Polri terhadap masyarakat. Apalagi yang di anggap kurang mampu,”ujarnya.
Dengan membawa sembako seperti beras,minyak goreng dan mie instan, Personel s bertemu langsung dengan Sannari yang hidup seorang diri.
Selain itu Kasat sabhara Polres Maros mengajak seluruh elemen masyarakat agar lebih peka terhadap sesama utamanya yang berada di sekitar.
"Semoga dengan kegiatan bakti sosial ini,akan banyak warga masyarakat yang juga tergerak untuk lebih meningkatkan kepedulian terhadap sesama," katanya.
Sebelumnya Sannari pernah menerima bantuan serupa dari Bhabinkamtibmas kec Bontoa sekitar tahun 2019.
Kegiatan bakti sosial merupakan bentuk Polisi sebagai penggerak revolusi mental di ruang publik. Dan menjadi polisi yang profesional, modern dan terpercaya.
Sannari, Wanita Bontoa Maros Puluhan Tahun Tinggal Sendiri di Rumah Reot
Sungguh malang nasib Sannari (45). Perempuan yang belum pernah menikah tersebut, sudah puluhan tahun tinggal sendiri di rumah reot tidak layak huni.
Dia terpaksa tinggal di rumah reot peninggalan orangtuanya di Lingkungan Suli-suli , Kelurahan Bontoa, Kecamatan Bontoa, Maros, lantaran tidak ada pilihan lain.
Sannari sebenarnya ingin memperbaiki rumah tersebut. Namun penghasilannya sebagai buruh tani dan tukang cuci, tidak cukup untuk digunakan.
Setiap musim panen, Sannari ke sawah untuk memungut padi yang masih tersisa. Padi tersebut dikumpulnya. Setelah terkumpul, benih dipisah dari batang dengan mengunakan kayu.
Untuk memisahkan padi dari batangnya, Sunarti memukulnya dengan keras. Setelah terpisah, padi tersebut dijemur untuk dipabrik jadi beras.
Puluhan tahun terakhir, Sannari mengandalkan hasil pungut sisa padi dan balas kasihan dari warga setempat. Jika persediaan beras habis, Sunnari kadang tidak makan.
Sannari tidak memiliki pengasilan tetap. Jika ada orderan mencuci, upahnya hanya kisaran Rp 15 ribu. Upah tersebut digunakan membeli garam. Hampir setiap kali makan, garam tersebut dijadikan lauk.
Meski mengalami hidup yang miris, namun Sannari tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah. Sunarti bertahan hidup dari bantuan keluarga dan tetangga.
Dengan air mata bercucuran, Sannari menyampaikan kisah hidupnya. Selama orangtuanya meninggal, ia terpaksa bertahan hidup sendirian dan serba kekuargan.
Jika hujan deras, rumahnya dimasuki air. Atap dan dinding yang bocor membuat air mudah masuk dan pembasahi rumah panggung tersebut.
Saat hujan, Sannari mencari bagian rumah yang belum basah. Di situlah Sannari tidur meski kedinginan dan gelap. Setiap malam, Sannari hanya menggunakan pelita untuk penerangan.
"Hidup saya memprihatinkan. Orangtua sudah mrninggal. Saya tinggal sendirian di rumah seperti. Saya tetap harus bertahan hidup dan mengharap bantuan," katanya.
Saat hujan deras disertai angin kencang, Sannari bangun dan salat sunnah. Ia berdoa supaya rumahnya tidak hancur diterjang angin kencang. Doanya pun terkabul.
Meksi hujan deras dan angin kencang, rumah tersebut tetap berdiri. Ia khawatir, jika rumahnya rusak atau roboh, maka tidak lagi tempat tinggal.
Sannari berharap supaya pemerintah maupun dermawan dapat memberikan bantuan untuk mengurangi beban hidupnya. (*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)