Polemik Natuna
Kapal Asing Bebas Curi Ikan di ZEE Natuna, BHS: Ini Dampak Kebijakan Susi
Pemerhati sektor kelautan dan perikanan Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai masuknya kapal China ke perairan Natuna akibat dari kebijakan
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerhati sektor kelautan dan perikanan Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai masuknya kapal China ke perairan Natuna akibat dari kebijakan yang dikeluarkan mantan menteri KKP Susi Pudjiastuti.
Dampak kebijakan tersebut membuat perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kosong sehingga kapal China dengan leluasa masuk ke ZEE.
Diterangkan oleh BHS, Susi mengeluarkan Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Dirjen Tangkap melalui SE No. D.1234/DJPT/PI.470.D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/ SIPI / SIKPI.
Yang mana dengan pembatasan maksimum kapal tangkap berukuran 150 GT akan menimbulkan banyak kerugian.
“Kerugian tersebut di antaranya, kapal tidak dapat berlayar hingga mencapai wilayah ZEE baik dari sisi konstruksi dan stabilitas karena tidak mampu menghadapi gelombang yang besar," ujar BHS via rilisnya, Kamis (9/1/2020).
"Kemudian, efisiensi daya angkut hasil ikan yang tidak visible dari sisi teknis dan ekonomis dibandingkan biaya operasional karena ukuran kapal yang terlalu kecil,” jelas BHS menambahkan.
Dampak dari regulasi tersebut, kata BHS berakibat ribuan kapal nelayan yang memiliki GT diatas 150 tidak beroperasi sehingga mengakibatkan kekosongan di wilayah ZEE. Setidaknya ada ribuan kapal yang tidak bisa beroperasi.
“Ada sekitar 1.000 lebih kapal tidak bisa beroperasi, kapal-kapal tersebut hanya bersandar di pesisir laut, ada di Muara Baru, Muara Angke, Indramayu, Pekalongan, Pati, Banyuwangi," katanya.
Seharunya, lanjut dia, kalau kapal nelayan ini beroperasi, mereka juga bisa turut serta mengamankan dan menjaga laut kita dari kapal China atau asing.
Mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini selain itu juga mengkritisi kebijakan mantan Menteri KKP Susi yang lainnya.
Ia tidak setuju dengan adanya Permen KP No 32/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup yang melarang penggunaan cantrang, pukat, troll kecil (jaring aktif) yang juga berakibat beralihnya pengunaan dengan menggunakan gillnet (jaring pasif).
“Penggunaan Gillnet tersebut dapat mengganggu pelayaran dunia khususnya seperti di wilayah perairan Laut Natuna karena dalam penggunaannya dapat mencakup radius wilayah hingga 10 km," katanya.
Hal ini dapat mengganggu dan membahayakan kapal logistik maupun penumpang Internasional yang melintas di jalur internasional yang terpadat di dunia.
“Padahal nelayan dari negara Vietnam, Tiongkok dan lain-lain masih menggunakan pukat yang dikarenakan dilarangnya penggunaan Gillnet di alur pelayaran internasional,” imbuhnya.
Karena itu, BHS berharap, di bawah koordinasi Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru ini dapat dilakukan pencabutan atau perubahan regulasi dan kebijakan yang selama ini telah menyulitkan dunia industri perikanan Indonesia.
"Khususnya masyarakat nelayan kecil demi mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya bertujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia secara keseluruhan," katanya.(tribun-timur.com)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @fadhlymuhammad
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Subscribe akun Youtube Tribun Timur
(*)