Nadiem Makarim
Alasan Jusuf Kalla Tolak Rencana Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional Meski Jokowi Setuju
Alasan Jusuf Kalla Tolak Rencana Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional Meski Jokowi Setuju
TRIBUN-TIMUR.COM - Alasan Jusuf Kalla Tolak Rencana Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional Meski Jokowi Setuju
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ) berencana menghapus Ujian Nasional pada tahun 2021 mendatang.
Rencana Mendikbud yang diinisiasi Nadiem Makarim ini sudah mendapat persetujuan dari Presiden RI, Joko Widodo ( Jokowi ).
Namun demikian, mantan Wakil Presiden RI, M Jusuf Kalla justru menolak rencana penghapusan Ujian Nasional tersebut.
Jusuf Kalla kembali menegaskan ketidaksetujuannya atas rencana pemerintah menghapus Ujian Nasional (UN) di tahun ajaran 2021 mendatang disampaikan pada Kamis (12/12/2019).
Di hari yang sama, Presiden Jokowi menegaskan mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem untuk menggantikan UN dengan ujian kompetensi berbasis sekolah.
Menurut JK, jika Ujian Nasional dihapuskan maka akan menciptakan generasi yang lembek, dan akan menurunkan mutu pendidikan nasional.
Dikatakan, generasi penerus bangsa harus ditantang dengan ujian, untuk berusaha dan bekerja lebih keras.
“Untuk menjadi anak bangsa yang hebat, harus melalui ujian yang susah, harus kerja keras, kalau tidak diuji ya jadi lembek,” kata Jusuf Kalla menjawab pertanyaan wartawan suai menjadi keynote speaker pada acara Semiloka Nasional "Refleksi Implementasi Media Indonesia" yang diselenggarakan Komnas HAM RI di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (12/12/2019) siang.
• Mantan Wapres Jusuf Kalla Tentang Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional, Berlawanan Jokowi
• Siapa Berani Protes Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional (UN)? Presiden Jokowi Saja Setuju
Menjawab pertanyaan wartawan, mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada era Megawati Soekarnoputri ini menegaskan, UN akan menjadi semacam alat tekan ‘external pressure' untuk menjadikan calon mahasiswa lebih tegar menghadapi cobaan.
Menurut Jusuf Kalla, pemerintah harus lebih tegas merespon prokontra pemberlakuan UN.
“Jangan karena guru protes, orangtua protes, murid protes, sehingga dihapus, itu alasannya karena susah. Kalau mau jadi bangsa yang hebat harus melewati hal yang susah.”
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia itu meminta pemerintah era sekarang tidak menyamakan kualitas peserta didik di Indonesia dengan di negara yang maju pendidikannya.
"Jangan membandingkan sekolah-sekolah di luar negeri seperti Finlandia yang penduduknya hanya 5 juta. Indonesia jika mempunyai penduduk seperti Finlandia kita bisa saja memerdekakan belajar. Ini kan kita mempunyai penduduk 350 juta jiwa. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika generasi mudanya tidak mau bekerja keras," kata pemilik Sekolah Islam Athirah itu.

• Info CPNS 2019: Tak Lulus Seleksi Administrasi & Dinyatakan TMS: Gunakan Masa Sanggah, Ini Caranya
• Siapa Berani Protes Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional (UN)? Presiden Jokowi Saja Setuju
Jusuf Kalla mengaku belum tahu rincian rencana pengganti UN yang akan diterapkan menteri founder ojek online GoJek itu.
Alasan Nadiem Makarim Hapus UN
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Nadiem Makarim memaparkan alasan menghapus UN pada 2021 dalam rapat bersama Komisi X DPR RI.
Menurut Nadiem Makarim, ada 3 alasan mengapa UN perlu diganti dengan sistem ujian lain.
Pertama, UN hanya sekadar membuat siswa menghafal.
Belum lagi, materi pada mata pelajaran padat.
"Karena cuma ada beberapa jam untuk melakukan itu, sehingga semua materi harus di-cover. Ujung-ujungnya ya harus menghafal. Makanya timbul berbagai kebutuhan untuk bimbel dan lain-lain untuk mencapai angka tinggi," kata Nadiem Makarim di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019), sebagaimana dilansir Kompas.com.

Kedua, kata Nadiem Makarim, UN menjadi sumber stres bagi siswa, guru, dan orang tua.
Sebab, nilai UN menjadi penentu nilai akhir siswa di masa sekolah.
"Di UU sudah dijelaskan bahwa UN adalah untuk mengasesmen sistem pendidikan. Tapi karena dilakukan di akhir jenjang dan karena menguji berbagai pelajaran, ini ujung-ujungnya jadi angka rapor siswa," ujar Nadiem Makarim.
Alasan terakhir, kata alumnus Universitas Harvard ini, UN tidak mampu mengukur kemampuan kognitif siswa.
Selain itu, menurut dia, UN tak menyentuh nilai karakter siswa.
"Untuk menilai aspek kognitif pun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites. Tapi aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda. Bahkan tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang bahkan sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," jelasnya.
UN direncanakan diganti dengan penilaian kompetensi minimum dan survei karakter.
Penilaian kompetensi minimum diukur melalui asesmen literasi dan numerasi.
Selanjutnya, survei karakter berisikan tentang penerapan nilai-nilai Pancasila.(*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: